Mohon tunggu...
Faruq Abdul Quddus
Faruq Abdul Quddus Mohon Tunggu... Penulis - Direktur Fata Institute

Seorang Content Writer, Praktisi Dakwah Digital, Penggiat Studi Islam, Filsafat dan Bahasa. Suka Nulis, Ngoleksi Buku dan Traveling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyingkap Konsep Mahabbah Jalaluddin Rumi dan Rabiatul Adawiyah

6 Juni 2023   07:21 Diperbarui: 7 Juni 2023   21:27 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalaluddin Rumi dan Rabiatul Adawiyah adalah dua tokoh spiritual yang hidup pada periode yang berbeda dalam sejarah Islam. Meskipun keduanya mengemukakan pemikiran tentang mahabbah (cinta), terdapat perbedaan dalam pendekatan dan pemahaman mereka.

Jalaluddin Rumi adalah seorang sufi Persia yang hidup pada abad ke-13. Ia merupakan pendiri tarekat Mevlevi, yang dikenal sebagai tarekat "Tariqa Mawlawiyya". Pemikiran Rumi sangat dipengaruhi oleh ajaran sufisme dan pengalaman mistis pribadinya. Ia dikenal karena puisi-puisi mistisnya yang indah, terutama dalam karyanya yang terkenal, "Matsnawi" dan "Divan-e-Hafiz".

Rumi melihat cinta (mahabbah) sebagai kekuatan universal yang melampaui batasan-batasan konvensional. Bagi Rumi, mahabbah adalah ikatan batin yang menghubungkan manusia dengan Tuhan dan juga dengan sesama manusia. Ia memandang cinta sebagai jalan menuju pencapaian kesatuan dengan Yang Maha Esa.

Pemikiran Rumi tentang mahabbah menekankan pentingnya kasih sayang, toleransi, dan pengampunan. Ia mengajarkan bahwa cinta yang sejati adalah cinta yang melampaui perbedaan dan memperluas batas-batas ego individu. Dalam pandangan Rumi, mahabbah adalah sumber inspirasi yang memungkinkan manusia untuk mengatasi diri mereka sendiri dan mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

Sedangkan Rabiatul Adawiyah adalah seorang sufi wanita yang hidup pada abad ke-8 di Irak. Ia merupakan salah satu tokoh perempuan paling terkenal dalam sejarah Islam. Pemikiran Rabiah juga dipengaruhi oleh ajaran sufisme, tetapi pendekatannya terhadap mahabbah memiliki perbedaan dengan Rumi.

Rabiatul Adawiyah melihat cinta (mahabbah) sebagai hubungan yang eksklusif antara hamba dan Tuhannya. Bagi Rabiah, cinta kepada Tuhan adalah inti dari keberadaan manusia, dan mencapai kesatuan dengan Tuhan adalah tujuan utama kehidupan. Ia mengajarkan bahwa mahabbah yang sejati adalah cinta yang tulus dan murni, tanpa memperhatikan pahala atau ganjaran.

Pendekatan Rabia terhadap mahabbah lebih kontemplatif dan menekankan pentingnya relasi pribadi dengan Tuhan. Ia menekankan perasaan keintiman, kerinduan, dan kesetiaan dalam cinta kepada Tuhan. Pemikiran Rabia sering diungkapkan dalam puisi-puisi singkat dan doa-doa yang mencerminkan kecintaannya yang mendalam kepada Tuhan.

Dalam perbandingan antara pemikiran Rumi dan Rabiah tentang mahabbah, dapat disimpulkan bahwa keduanya menganggap cinta sebagai kekuatan yang kuat dan transformasional. Namun, Rumi cenderung lebih menekankan aspek universal dan sosial dari cinta, sementara Rabia lebih fokus pada dimensi mistis dan individual dalam hubungan dengan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun