Mohon tunggu...
Mohammad Alfarouq Zanjabil
Mohammad Alfarouq Zanjabil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki hobi dalam olahraga dan juga suka akan namanya sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Uang : Tradisi atau praktik serta dampak politik Uang dalam partisipasi pemilih

15 Desember 2024   14:00 Diperbarui: 15 Desember 2024   16:34 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik uang (money politics) atau bisa disebut politik perut yang merupakan sebuah skandal korupsi pemilu. Praktik uang ini merupakan sebuah praktik membeli suara (vote). Dengan kata lain, politik adalah sebuah kegiatan pemberian kepada seseorang berupa uang atau pemberian janji agar seseorang menggunakan haknya untuk memilih kepada calon tertentu untuk melakukan pencoblosan. 

Politik uang ini dilaksanakan dengan berbagai macam cara, tidak hanya dengan memberikan uang secara langsung, tetapi juga melalui pemberian sembako yang dikemas sebagai bantuan dari pemerintah. Padahal, tindakan tersebut sebenarnya merupakan bentuk politik uang, dengan tujuan agar penerima bantuan memberikan hak pilihnya kepada pihak yang memberikan sembako tersebut.

Politik uang ini merupakan sebuah tradisi dan juga praktik yang dilakukan oleh seseorang (pejabat) pada masa-masa pemilu untuk mencari suara atau simpati seseorang agar memilih orang tertentu. Tradisi politik uang ini sudah terjadi bertahun-tahun lamanya pada saat pemilihan umum. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang politik uang yang memiliki dampak yang serius terhadap kehidupan. 

Faktor Terjadinya Politik Uang 

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya tradisi politik uang atau praktik politik uang yang masih berlangsung di kalangan masyarakat. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah faktor budaya, khususnya budaya "gak enakan" yang sudah melekat di masyarakat Indonesia. Budaya ini membuat banyak orang merasa sulit untuk menolak pemberian apa pun, termasuk uang, dari orang lain. Sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama dari berbagai kalangan, cenderung menerima pemberian tersebut, meskipun tidak semuanya. Mereka yang menolak pemberian ini biasanya sudah memiliki pemahaman yang lebih dalam mengenai politik uang dibandingkan dengan mereka yang menerima.

Terlebih lagi, pada saat dilakukannya pemilihan umum seperti;pemilihan presiden, atau pemilihan kepala daerah, yang mana pemberian uang dari calon-calon pemimpin terutama dengan nominal yang cukup besar maka semakin cenderung diterima oleh masyarakat. Hal ini terutama terjadi pada masyarakat yang tengah menghadapi krisis ekonomi, dimana mereka melihat uang sebagai bantuan yang dapat meringankan kesulitan hidup mereka. Namun, praktik politik uang tidak hanya melibatkan kalangan masyarakat bawah; kalangan menengah ke atas pun kadang masih terlibat. Mereka mungkin menerima uang sebagai cara untuk membantu calon-calon tersebut dalam mempengaruhi orang lain agar memilih calon yang sama, sehingga memperluas dukungan bagi calon tertentu. Dengan demikian, faktor budaya, ekonomi, dan relasi sosial sangat berperan dalam keberlanjutan praktik politik uang di Indonesia.

Tindak Hukum Pelaku Politik Uang 

Upaya untuk menghilangkan politik uang di Indonesia ini bukanlah hal yang mudah. untuk mencegah politik uang salah satu strateginya adalah pemberian jera atau hukuman bagi politik uang. Terdapat beberapa dasar hukum tentang politik uang, diantaranya:

Larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 menjelaskan bahwa politik uang tersebut bertujuan agar peserta pemilu tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah.

Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:

"Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun