Mohon tunggu...
Farsya Calosa Setiadi
Farsya Calosa Setiadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - just trying to learn and learn

Mahasiswa Universitas Padjadjaran Program Studi Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Fungsi Partai yang Tidak Sesuai dengan Ekspektasi, Mengusut Kasus Korupsi dalam Badan Partai Politik Indonesia

15 April 2022   15:00 Diperbarui: 15 April 2022   15:11 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diambil dari pandangan Miriam Budiarjo mengenai partai politik, ia menyatakan bahwa partai politik adalah sekumpulan orang atau kelompok yang di dalamnya terdapat banyak anggota yang terorganisasir serta memiliki tujuan dan cita-cita yang sama. Sekumpulan orang yang ingin meraih kekuatan politik dan mencapai kedudukan politik dengan cara konstitusional baru bisa disebut partai politik. sejak sebelum Indonesia meraih kemerdekaan, sekiranya partai politik itu muncul sebagai gerakan politik yang dimulai dalam masa penjajahan Belanda dan Jepang pada saat itu. Partai politik yang kini dijadikan sebagai salah satu pilar utama demokrasi di Indonesia yang memiliki banyak harapan dari rakyatnya, yaitu dengan keberadaan partai politik ini diharapkan akan melahirkan calon kader para pemimpin bangsa guna merealisasikan kepentingan dan kebutuhan rakyat.

Jika dilihat dari sejarahnya di Indonesia, kehadiran partai politik ini sebenarnya telah muncul jika dilihat dari era pemerintahan Belanda, Berbagai macam kekuatan politik ini muncul dan tumbuh yang disertai dengan landasan nasionalisme. Kelahiran Partai Politik sebenarnya ditunjukkan dengan era kebangkitan nasional para intelektual. Pergerakan nasional mulai dijalankan guna mencapai kemerdekaan bangsa yang dibuktikan dengan munculnya banyak organisasi modern. Meskipun telah banyak organisasi-organisasi yang muncul saat masa itu, mereka menganggapnya sebagai aktivitas politik dan belum disebut sebagai partai politik. Saat itu keberadaan organisasi politik mudah terancam, karena pemerintahan Belanda bisa saja menganggapnya sebagai organisasi yang radikalis, organisasi politik yang hadir dalam era penjajahan Belanda ini akan menjadi cikal bakal lahirnya partai politik yang sesungguhnya, dimulai dari kelompok yang membentuk organisasi, hingga menjadi partai politik yang keberadaannya terus berkembang hingga saat ini.

Lahirnya organisasi politik tidak dapat lepas dari para kaum intelektual pada masanya, bahwa dapat dipastikan organisasi politik ini hadir karena munculnya pendidikan modern pada saat pemerintahan kolonial Belanda yang melakukan sebuah kebijakan politik, dinamai politik etis. Kebijakan tersebut dilakukan untuk sekedar kebutuhan formalitas dari administrasi serta birokrasi tingkat rendah saja. Hal tersebut telah mendorong kebangkitan semangat kebangsaan demi meraih kemerdekaan melalui gerakan politik. kondisi para organisasi politik tersebut sangat beragam, contohnya saja saat dibentuknya Volksraad pada tahun 1916 yang dimana pada tahun 1925 Volksraad akhirnya memiliki wewenang untuk ikut serta dalam segala hal terkait Undang-Undang serta dapat mengajukan petisi. Pada awalnya Volksraad hanya memiliki wewenang untuk menjadi penasihat saja. Karena hal tersebut, sama kondisinya dengan organisasi politik saat itu ada yang menyetujui hal tersebut dan bersikap secara kooperatif serta ada juga yang non-kooperatif. Mungkin saat itu tidak semua organisasi politik menyetujuinya karena terdapat pro kontranya tersendiri.

Kemudian pada era pemerintahan Belanda para organisasi politik melakukan tugasnya tidak secara terang-terangan, mereka hanya perlahan-lahan memasuki dunia politik pada saat itu karena sudah memiliki strateginya tersendiri. Seperti organisai Budi Utomo dan Serikat Islam (SI) yang pada saat itu yang memang tidak langsung mengenalkan dirinya sebagai organisasi politik. Dapar dipastikan pada saat itu hanya dua organisasi politik yang mulai melakukan pergerakannya secara hati-hati.

Setelah kedua organisasi itu mulai menjalani apa yang mereka telah rencanakan, disamping itu secara bersamaan kemudian baru lahir banyaknya organisasi partai politik. seperti Partai Nasional Indonesia atau PNI, Partai Komunis Indonesia atau PKI, Indische Partij atau IP, Partai Indonesia Raya atau yang dikenal sebagai Parindra, Partai Rakyat Indonesia atau PRI, Gerakan Rakyat Indonesia atau Gerindo, dan masih banyak lagi.

Tidak hanya itu, berbagai federasi dalam organisasi politik muncul. Pada tanggal 17 Desember tahun 1927 dibentuknya Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia atau PPPKI yang telah melakukan aksinya serta kerja sama. Salah satu tujuannya adalah dengan menghindari konflik yang dapat melemahkan aksi kebangsaan. Kemudian pada tahun 1939 para partai politik pun bergabung hingga membentuk GAPI atau Gabungan Politik Indonesia.

Namun sayangnya dari seluruh organisasi politik yang lahir sebelum kemerdekaan dinyatakan, termasuk partai politik, federasi politik, dan sebagainya ternyata tidak semuanya mendapatkan validasi dan pengakuan di era pemerintahan kedudukan Belanda. Hal tersebut menyudutkan SI yang tidak diakui sebagai badan hukum. Saat itu para partai politik sangat susah untuk mendapat pengakuan dari pemerintahan Belanda yang sangat selektif untuk memilih. Berbagai macam pandangan buruk dari pemerintahan Belanda yang mengira bahwa terdapat organisasi politik yang radikal dan itu dapat mengancam keamanan dan pertahanan bagi mereka.

Selanjutnya pada masa pendudukan Jepang ini berpengaruh pada eksistensi partai politik karena saat itu Jepang melarang adanya kegiatan politik dalam bentuk apa pun, sehingga ini menyebabkan partai politik dilarang untuk melakukan aktivitasnya. Pada masa pemerintahan Jepang juga mereka membentuk organisasi masa semi militer yang dihasilkan dari kerja sama para tokoh mulai dari kalangan Islam hingga nasionalis. Dari sejarah terbentuknya partai-partai politik yang ada, alurnya bagaikan ombak yang memiliki pasang surut seperti partai politik yang esksistensinya turun naik. Selain itu, terjadi juga pembubaran partai politik dan salah satu contohnya adalah PKI yang disebabkan karena tragedi G30SPKI.

Dilanjut pada masa demokrasi terpimpin yaitu Orde Lama yang dimana dalam masa ini diadakan penyederhanaan terhadap partai-partai politik oleh kepemimpinan Soekarno. Dalam masa ini juga, partai-partai yang dulunya diberhentikan oleh Jepang berhasil dibangkitkan lagi di masa demokrasi terpimpin. Namun dibalik bangkitnya partai-partai yang dulu berhenti, pembubaran partai tetap dilakukan. Ada sekitar 2 partai yang dibubarkan yaitu PSI dan Partai Masjuri. Setelah Orde Lama muncul Orde Baru, yakni dimana masa pemerintahan Soeharto datang, dimulai dari surat Supersemar yang berisi perpindahan jabatan dari Soekarno ke Soeharto, dalam masa ini terjadinya pembubaran Partai Komunis Indonesia yang dipangkas habis hingga ke akar-akarnya. Era Orde Lama telah membuat sejarah era paling tragis karena setelah tragedi G30SPKI terjadi, Partai Komunis Indonesia dinyatakan sebagai organisasi yang terlarang di seluruh wilayah Nusantara.

Kemudian di era awal Reformasi, maraknya partai politik yang lahir namun hanya sebagian kecil saja yang dapat memenuhi syarat dan berhasil lolos seleksi verifikasi pada kegiatan pemilu, hal tersebut disebabkan karena tidak sesuainya fungsi partai yang dimilikinya, makanya tidak dapat ikut serta dalam kegiatan pemilu.

Pada tahun 1999 saja, memang banyak partai politik yang dibentuk hingga mencapai 184 partai, namun nyatanya yang dapat mengikuti pemilu dari 184 partai politik diseleksi menjadi 48 partai politik saja yang berhasil masuk dalam persyaratan untuk mengikuti pelaksanaan pemilu. Pada pemilu tahun selanjutnya yaitu 2004, perkembangan lahirnya partai politik semakin pesat, sekurang-kurangnya 200 partai lahir, sama seperti kejadian pemilu tahun 1999, meskipun partai semakin banyak, namun yang berhasil lolos verifikasi hanya 50 partai politik saja, mereka baru diakui sebagai badan hukum, yang artinya memenuhi syarat. Lebih selektifnya lagi, 24 partai lainnya berhasil lolos dalam pemenuhan syarat untuk maju di pemilu tahun 2004. Hal tersebut seperti turun menurun hingga pada pemilu 2009 pun, dari 132 partai hanya 22 partai saja yang berhasil memasuki seleksi kegiatan pemilu. Nyatanya era Reformasi ini mengalami krisis partai politik, karena dalam mata masyarakat, partai politik memiliki citra yang mungkin bisa dibilang kurang bagus. Rasanya ini disebabkan dengan banyaknya partai politik yang muncul tidak berbanding lurus dengan fungsinya, atau tidak sesuai dengan apa yang seharusnya ia lakukan dimata publik. Contohnya seperti perwujudan mengenai kelembagaan partai politik yang belum dapat dikatakan baik, serta partai politik yang seharusnya dapat memenuhi kepentingan dan mewakili rakyatnya dalam hubungannya dengan pemerintahan, nyatanya tidak.

Mengupas tuntas mengenai banyaknya partai yang melakukan penyelewengan fungsi, kita harus mengetahui dulu sebenarnya apa saja fungsi-fungsi partai politik.

Pertama, fungsi partai politik untuk sosialisasi politik, ini merupakan salah satu fungsi yang akan membentuk orientasi politik dengan cara mengenalkan cara beretika politik dalam negara yang ditinggalinya. Ini termasuk nilai-nilai politik yang memang harus disosialisasikan guna membentuk etika yang baik. Fungsi sosialisasi politik ini bertujuan untuk mengajarkan masyarakat agar dapat mengenali dirinya terhadap partainya, yang artinya akan mendekatkan masyarakat terhadap suatu partai politik guna mencapai dukungan sebanyak-banyaknya. Fungsi ini juga dilakukan mulai dari pergerakan sosialisasi politik dari tingkat paling bawah yang dilakukan sebelum hari terlaksananya pemilu. Sosialisasi politik ini juga dilakukan dengan tujuan untuk mencari popularitas mengenalkan partai politik kepada seluruh masyarakat, mulai dari penggunaan media televisi, poster, baliho, dan sebagainya. Saat ini di era globalisasi, teknologi semakin canggih, segala aktivitas dapat dijangkau dengan mudah, maka pengenalan partai politik dapat menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dengan cepat hanya dalam kurun waktu kurang dari 1 menit, menggunakan internet dan berbagai macam platform modern seperti Instagram, Tiktok, Twitter, dan sebagainya.

Kedua, fungsi artikulasi kepentingan yang memiliki tugas untuk menyuarakan kepentingan rakyatnya kepada pemerintahan, sama saja dengan menyalurkan kepentingan publik kepada badan pemerintahan yang lebih tinggi. Fungsi partai politik ini merupakan proses input menginput tuntutan warga negara melalui wakil kelompok yang terdapat pada lembaga legislatif. tujuannya adalah agar kebutuhan masyarakat dapat merasa terlindungi dan terwakili kepentingannya dari pemerintahannya. namun ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya, jika dilihat dari banyaknya partai politik yang muncul, fungsi ini justru tidak dilaksanakan dengan baik sehingga masyarakat tidak bisa merasakan manfaatnya, partai-partai politik tidak mampu untuk menyuarakan kepentingan masyarakatnya. Hal tersebut seringkali dapat berdampak kekecewaan yang dirasakan langsung oleh masyarakatnya.

Ketiga, fungsi agregasi kepentingan, yaitu untuk mengagregasikan kepentingan masyarakat dengan cara mengubah segala tuntutan masyarakat menjadi solusi berupa dikeluarkannya kebijakan guna mewujudkan kebijaksanaan seluruh masyarakat. artinya fungsi ini memiliki tujuan untuk mengambil solusi dari seluruh kepentingan dan tuntutan masyarakat yang dihasilkan berupa kebijakan, namun ternyata fungsi ini belum bisa dijalankan dengan maksimal, contohnya saja ada beberapa peraturan suatu daerah yang tetap saja tidak efektif, artinya, ini tidak bisa menjadi solusi untuk memenuhi tuntutan masyarakat.

Keempat, fungsi rekrutmen politik. Fungsi ini dilakukan untuk menyeleksi seseorang yang nantinya akan memasuki sistem politik dalam badan pemerintahan. ini merupakan fungsi yang akan melahirkan para calon kader baru dalam partai politik untuk menjadi pemimpin bangsa. Dalam seleksi rekrutmen ini harus dilakukan secara ketat agar bisa benar-benar memilih mana calon kader yang berkualitas untuk duduk di kursi legislatif serta eksekutif. Karena jika diibaratkan, partai politik yang menjadi produsennya. Proses penyeleksian ini dilakukan dengan cara melihat pendidikan dan latar belakang calon anggota sehingga nanti yang dihasilkannya tidak sembarang orang. Maka kualitas anggotanya pun nantinya akan terjamin. Namun nyatanya lagi-lagi fungsi ini berbanding terbalik dengan realitanya di Indonesia, dilihat dari faktanya sendiri, proses perekrutan dalam sebuah partai politik tidak dilakukan dengan baik, bahkan dapat dibilang buruk. Banyaknya partai yang melakukan pola rekrutmen politik yang tidak sesuai, contohnya dengan merekrut seseorang yang hanya memiliki popularitas semata seperti artis, padahal jika dilihat dari latar belakang dalam dunia politiknya bahkan tidak ada sama sekali.

Kelima, fungsi komunikasi politik yang dilakukan dengan cara merumuskan dan menyampaikan seluruh informasi dari pemerintahan kepada masyarakat. contohnya seperti ketika pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan, mungkin bisa saja kebijakan tersebut susah dicerna oleh masyarakat maksud dan tujuannya. Maka fungsi komunikasi politik ini digunakan untuk lebih menyederhanakan bahasa pemerintahan lebih mudah kepada masyarakatnya agar mereka dapat memahami maksud dan tujuan dari kebijakan pemerintahan itu sendiri.

Dapat kita lihat bahwa ternyata dari kelima fungsi partai tersebut nyatanya di Indonesia terjadi banyak penyelewengan fungsi partai terutama tindakan korupsi. Karena maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia selalu muncul dari badan-badan partai politik. banyaknya oknum partai politik yang terjerat kasus korupsi ini selalu dipertanyakan, kemana semua uang itu disalurkan? Apakah hanya dipakai secara pribadi, dialirkan pada partai politik, atau telah direncakan oleh partai politik itu sendiri. ini menjadi pertanyaan yang besar dibalik kasus korupsi besar. Faktanya, pada tahun 2004 hingga 2019 terbukti adanya lebih dari 1000 kasus korupsi yang mengikutsertakan para pejabat publik maupun swasta, dari semua pelaku, para pejabat politik tersebut memiliki latar belakang tumbuh dari partai politik. untuk kasus pertama, pada tahun 2018 yaitu kasus korupsi pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau telah membawa Partai Golkar yaitu yang melibatkan pengurusnya diantaranya bernama Eni Maulani Saragih, Johannes Budisutrisno Kotjo pemegang saham dari salah satu perusahaan di Singapura, serta Idrus Marham yang merupakan mantan Sekjen Partai Golkar. Telah terbukti, Eni menggunakan dana suap itu untuk membiayai seluruh kegiatan partainya, kasus ini dikupas tuntas bahwa Eni terbukti telah menerima suap dana sebesar 4,750 miliar dari Budisutrisno. Tidak hanya itu, ia juga mendapatkan 40.000 dollar Singapura serta 5,6 miliar yang Sebagian diperoleh dari perusahaan gas dan minyak. Banyak dana illegal tersebut yang mengalir dalam tubuh partai yang dilakukan oleh Eni sebagai bendahara dalam partai tersebut. Hal ini diperkuat dengan kejadian pengembalian uang senilai 700 juta yang diberikan dari Partai Golkar terhadap KPK.

Masih banyak lagi, kasus korupsi yang dilakukan dalam badan partai politik ini seperti tersangka Wa Ode Nurhayati, terjerat kasus tindakan korupsi soal dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur daerah yang dibuktikan oleh penyuapan dana sebesar 6 miliar rupiah pada tahun 2012 hingga yang terbanyak adalah 120 miliar telah diterima Partai Amanat Nasional atau PAN dari hasil alokasi DPID. Dalam kasus tersebut, Wa Ode yang melaporkan dirinya sendiri terhadap KPK dan menyatakan bahwa ia menggunakan uangnya untuk dialirkan kepada fraksi PAN, ia menegaskan bahwa tidak sendiri dalam melakukan penyalahgunaan dana tersebut. Namun masih tetap dipertanyakan kemana uang itu sebenarnya mengalir, karena dilihat dari kasus-kasus yang menimpa Wa Ode selama beberapa tahun kebelakang, ia pernah divonis selama 6 tahun penjara yang lagu-lagi disebabkan karena tindak pidana korupsi.

Selanjutnya kasus korupsi dalam penerapan KTP Elektronik pada tahun 2011-2013, KPK menyatakan bahwa Irman dan Sugiharto terdakwa kasus korupsi yang sangat merugikan negara bernilai 5,9 triliun dalam proyek pembuatan e-KTP. Ia juga tersangka telah memperkaya salah satu anggota Komisi II DPR pada saat itu. Uang hasil korupsi tersebut jelas-jelas mengalir dalam badan partai politik yang dirincikan seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 80 miliar, Demokrat 150 miliar, Golkar sama jumlahnya 150 miliar, serta masih banyak partai lain yang berjumlah 80 miliar. Kasus ini menyatakan bahwa uang hasil korupsi tersebut dialirkan dalam badan parpol dari hasil proyek e-KTP. Sangatlah miris, hingga menteri kesehatan pun, Siti Fadilah Supari, diduga sebagai pelaku korupsi pengadaan alat kesehatan pada tahun 2005 serta 2007. Ia menerima dana sebesar 1,5 miliar dari PT Indofarma Tbk serta 4,5 miliar dari PT Mitra Medidua yang sangat merugikan perekonomian negara Indonesia. Ia menyalahgunakan kekuasaannya dengan alih-alih masalah kesehatan, padahal itu merupakan tindak pidana korupsi yang menyesatkan. Lebihnya lagi, ia juga menerima sejumlah keuntungan dari salah satu perusahaan alat kesehatan yang dananya mengalir menuju pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional atau DPP PAN, selain itu juga dana tersebut memasuki rekening Amien Rais, yaitu mantan pendiri Partai Amanat Nasional atau PAN.

Banyaknya kasus korupsi di Indonesia yang berasal dari Partai Politik demi melancarkan pengaliran dana, ini menyatakan bahwa partai politik yang dianggap sebagai badan hukum bahkan bisa ikut dijerakan  hukum. Sebenarnya apa fungsi partai bagi partainya sendiri? Apakah partai politik selalu menjalankan fungsinya dengan baik? Sebut saja tidak, karena telah dibuktikan dengan berbagai macam fakta dengan kasus yang tidak diduga-duga, sangat merugikan negara dan bisa mempengaruhi generasi penerus bangsa.

Oleh karena itu, seberapa banyaknya partai politik yang lahir tidak menjamin adanya kemakmuran rakyat di sebuah negara, melainkan seberapa kuat partai politik dalam menjalani dan menurunkan fungsi-fungsinya dengan baik demi kepentingan rakyatnya. Karena jika dibandingkan dengan banyak partai politik tapi hampir semuanya melakukan penyelewengan fungsi,  hal itu akan sia-sia. Apabila hanya sedikit partai saja yang berdiri dan melakukan amanah tugas dan fungsinya secara tepat dan benar, maka kondisi negara kita juga akan berubah bisa menjadi lebih baik dan tentunya akan bermanfaat bagi masyarakat. ini baru dapat disebut sebagai pilar demokrasi yang sesungguhnya, sebuah partai politik yang kuat dan kokoh, dapat menjaga dan melancarkan partisipasi politik, berusaha mengurangi berbagai macam tekanan yang sedang dihadapi dalam sistem politik, saya percaya bahwa partai politik dapat mewujudkan pelaksanaan demokrasi yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun