Riba adalah praktik mengambil keuntungan dalam pinjaman. Secara historis, riba dipandang sebagai bentuk eksploitasi yang tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merusak keseimbangan sosial dan ekonomi karena menciptakan ketimpangan yang besar. Namun, apakah ada dampak psikologis dan neurologis terkait dengan praktik tersebut? Dalam artikel ini, kita akan membahas hal tersebut.
Tentang Riba
Riba adalah bentuk transaksi pinjam-meminjam di mana peminjam diwajibkan untuk membayar lebih banyak dari jumlah yang dipinjam. Riba sering dibicarakan dalam konteks moral dan agama, namun dari sisi psikologis, dampaknya juga tidak bisa diabaikan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa perilaku finansial mempengaruhi cara otak merespons keuntungan dan kerugian.
Dampak Riba terhadap Sistem Penghargaan Otak
Riba adalah transaksi yang menguntungkan pemberi pinjaman dengan memperoleh lebih banyak dari yang dipinjamkan, sementara peminjam harus membayar bunga atau kelebihan dari jumlah pinjaman tersebut. Ini menjadi masalah karena pemberi pinjaman dapat memperoleh keuntungan tanpa usaha, sedangkan peminjam harus berjuang keras untuk membayar hutang beserta bunga.
Praktik ini tidak wajar, karena uang seharusnya hanya digunakan sebagai alat tukar barang dan jasa, bukan sebagai benda yang dapat menghasilkan keuntungan tanpa usaha. Uang, sebagai benda mati, seharusnya tidak berkembang sendiri, berbeda dengan makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan.
Praktik riba ini dapat mempengaruhi sistem otak, karena otak menyadari adanya sistem ekonomi yang memungkinkan keuntungan besar tanpa usaha. Hal ini dapat mendorong sifat tamak dan kecanduan, akibat kemudahan dalam menggandakan uang, sementara peminjam harus mencari cara untuk melunasi hutang dan bunga yang terus membengkak.
Riba dan Perasaan Ketidakadilan
Dalam perspektif neuroscience, otak sangat responsif terhadap ketidakadilan. Ketidakadilan dapat mengaktifkan area otak yang terkait dengan emosi negatif, seperti amigdala dan korteks prefrontal. Ketika riba terjadi dan salah satu pihak tereksploitasi, rasa tidak adil ini dapat mengganggu keseimbangan emosional, menghambat pengambilan keputusan rasional, serta menyebabkan kecemasan dan stres berlebihan. Praktik riba dapat memengaruhi kesejahteraan mental secara keseluruhan.
Beban bunga yang terus bertambah, denda jika telat bayar, penalti jika melunasi sebelum tempo, serta ancaman penyitaan aset jika gagal bayar, dapat menimbulkan stres berat. Secara neurologis, stres kronis dapat mempengaruhi fungsi hippocampus, bagian otak yang terlibat dalam pembelajaran dan memori.
Implikasi Moral dan Sosial
Dalam konteks sosial, praktik riba dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ketidakadilan ekonomi akibat ketimpangan yang ditimbulkannya. Ketidaksetaraan sosial ini dapat memperburuk rasa cemas dan kemarahan di kalangan individu yang merasa tertindas oleh sistem ekonomi yang tidak adil. Ketidaksetaraan ekonomi ini juga dapat memicu gangguan psikologis berkelanjutan, memperburuk konflik sosial, dan menambah ketidakstabilan dalam masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI