Mohon tunggu...
Farris Lionel
Farris Lionel Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Gerakan #BlackLivesMatter dengan analisis Retorika dan Dialektika #RetorikaDialektika

12 Oktober 2024   20:30 Diperbarui: 12 Oktober 2024   21:36 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Finternasional%2F20210130174847-134-600385%2Fgerakan-black-lives-matter-diusul

 

Kampanye gerakan #BlackLivesMatter merupakan sebuah pesan persuasif yang kuat dan menyentuh, yang bertujuan untuk mengajak masyarakat luas menyuarakan penolakan terhadap diskriminasi rasial serta kekerasan yang dialami oleh komunitas kulit hitam di Amerika Serikat. Dalam kampanye ini, berbagai postingan yang diunggah oleh pengguna media sosial berhasil menjadi viral, mencakup beragam bentuk konten seperti gambar yang menggugah emosi, video yang mengedukasi dan mendokumentasikan realitas, serta teks yang menyampaikan pesan-pesan penting dan mendesak. Konten-konten ini tidak hanya sekadar menyuarakan ketidakadilan, tetapi juga mengajak audiens untuk berpartisipasi aktif dalam perubahan sosial, menyadari pentingnya solidaritas, dan mengambil tindakan nyata untuk menciptakan keadilan. Dengan demikian, kampanye ini berhasil menjangkau dan melibatkan berbagai kalangan, mendorong mereka untuk menyuarakan suara mereka dan berkontribusi dalam perjuangan melawan ketidakadilan.

Jika dianalisis melalui Teori Retorika dan Dialektika, maka:

  • Ethos (Kredibilitas), Kampanye ini didukung oleh tokoh publik, aktivis, artis, dan organisasi yang memiliki kredibilitas dalam isu hak asasi manusia. Dengan menghadirkan suara-suara yang dipercaya, pesan tersebut menjadi lebih kuat dan dapat diterima oleh audiens. Kampanye #BlackLivesMatter ini pernah disuarakan oleh Joe Biden pada saat masih menjadi kandidat calon presiden. Selama masa kampanye, Joe Biden menyatakan bahwa orang Afrika-Amerika di AS menghadapi ketidakadilan yang harus ditangani secara langsung. Mereka memerlukan keadilan dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, perawatan kesehatan, peradilan pidana, pendidikan, dan perumahan. Biden berjanji, jika terpilih, untuk menaikkan upah minimum menjadi 15 dolar per jam, melindungi akses terhadap perawatan kesehatan yang terjangkau, serta menyediakan 100 miliar dolar untuk mendukung bisnis kecil yang dimiliki oleh minoritas. Selain itu, ia juga berencana untuk mengatasi krisis utang pelajar dan berkomitmen untuk menghapus rasisme sistemik dalam sistem peradilan pidana. Dalam mendukung Gerakan Black Lives Matter (BLM) yang berkembang pada saat itu, Biden sejalan dengan tuntutan gerakan tersebut, seperti larangan penggunaan teknik mencekik oleh polisi, yang dapat berakibat fatal, serta mendukung advokasi untuk kepolisian berbasis komunitas dan reformasi kekebalan hukum bagi penegak hukum.

Instagram @joebiden
Instagram @joebiden
  • Pathos (Emosi), Banyak postingan yang menggunakan gambar atau video yang menyentuh emosi, seperti video kekerasan yang dialami oleh komunitas kulit hitam. Penggunaan emosi ini menggerakkan audiens untuk merasakan empati dan ketidakadilan, sehingga mereka lebih mungkin untuk terlibat.

Instagram @blmspi
Instagram @blmspi
  • Logos (Logika), Pesan yang disampaikan sering kali disertai dengan data dan statistik mengenai ketidakadilan rasial. Misalnya, informasi tentang jumlah insiden kekerasan yang terjadi terhadap orang kulit hitam. Ini memberikan landasan logis yang mendukung argumen kampanye.
  • Dialektika, Diskusi yang dihasilkan dari kampanye ini membuka ruang untuk perdebatan tentang isu-isu rasial. Audiens diundang untuk berbagi pandangan, yang menciptakan dialog antara pendukung dan penentang. Dengan adanya argumen yang saling bertentangan, audiens didorong untuk berpikir kritis dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.

Evaluasi Efektivitas Teknik: Teknik yang digunakan dalam kampanye #BlackLivesMatter sangat efektif dalam mempengaruhi audiens. Berikut beberapa alasan:

  • Keterlibatan Emosional, Penggunaan gambar dan cerita yang menyentuh hati membuat audiens merasa lebih terhubung dengan isu yang diangkat, mendorong mereka untuk berbagi dan terlibat lebih lanjut.
  • Visibilitas, Melalui tagar yang mudah diingat (#BlackLivesMatter) memungkinkan penyebaran informasi yang cepat dan luas, sehingga menciptakan kesadaran global.  Hal ini bisa dilihat dari pengguna tagar di Instagram yang telah dipakai lebih dari 25juta kali.
  • Aksi Konkrit, Kampanye ini tidak hanya memicu diskusi, tetapi juga mengajak audiens untuk berpartisipasi dalam aksi nyata, seperti demonstrasi dan penggalangan dana, sehingga dampaknya terasa lebih signifikan.

Dengan demikian, kombinasi elemen retorika dan dialektika dalam kampanye ini berhasil menciptakan narasi yang persuasif dan menggerakkan masyarakat untuk beraksi dalam mendukung kebebasan ras kulit hitam di Amerika.

Daftar Pustaka

Maya Padmi, M. F., & Ayu Ningrum, M. (2022). Politik Identitas dan Gerakan Black Lives Matter dalam Kampanye Politik Joe Biden -- Kamala Harris pada Pemilu Amerika Serikat Tahun 2020. 7(1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun