berita para perusahaan Media Baca digital seringkali berlomba-lomba untuk membuat headline yang semenarik mungkin untuk menarik engagement sebanyak-banyaknya tanpa melihat dampak besar yang bisa terjadi pada rakyat Indonesia kedepannya. Dampak tersebut bisa menjadi Domino Effect untuk lingkungan, karena dengan pemahaman berita yang terburu-buru dan tidak mencari sumber validasi dari sebuah berita bisa menimbulkan kegaduhan bagi para penggunanya jika melontarkan opini mereka terkait berita yang mereka simpulkan dari media digital. Dan bisa melebar hingga di kehidupan nyata karena dengan misinformasi tersebut bisa membawa berbagai pihak yang merasa dirugikan untuk meminta pertanggung jawaban akibat kesalahan pengguna tersebut. Perlahan peran media cetak seperti koran mulai tergantikan oleh media digital yang kehadirannya mudah untuk didapatkan informasinya. Terlebih media cetak seringkali menimbulkan permasalahan di rumah tangga karena menyebabkan sampah yang hanya segelintir orang yang bisa mendaur ulang kertas tersebut, atau hanya dengan menjualnya saja.Â
Dalam perkembangan platformdalam pembahasan ini berfokus pada pola membaca para warga internet dan kalangan Gen-Z yang cenderung malas untuk mencari tahu kebenaran dari berita yang mereka baca. Dan dalam pembahasan ini juga menggaris bawahi perusahaan Media Non-Profesional di Media Sosial seperti Instagram yang sering membuat Headline berita yang menggiring para pembacanya untuk menyimpulkan berita tersebut tanpa membaca secara full yang bisa menimbulkan hoaks dan terkesan Clickbait, seperti contohnya yang terbaru adalah isu penyerangan Ransomware terhadap Bank BRI yang ternyata setelah ditelusuri bukan sebagai serangan siber namun hanya ancaman semata yang kebenaran datanya tidak valid dan sistem Bank BRI pun tidak merasa kehilangan data mereka. Dari berita yang beredar mengenai serangan siber Ransomware ini bisa menimbulkan Domino Effect seperti kecemasan terhadap nasabah yang kehilangan rasa kepercayaan dan berpaling dari Bank tersebut, yang dimana Domino Effect sendiri adalah efek kumulatif yang bisa dirasakan secara instan dan dapat terhubung dengan peristiwa lain. Contohnya seperti di kawasan lingkungan dan bisa menyebar hingga kehidupan nyata para pembacanya jika ada pihak yang merasa dirugikan jika para pelaku melontarkan opini yang menimbulkan kericuhan. Seperti hoaks akibat melihat berita yang tidak tahu kepastian dari kebenaran dari berita yang mereka baca, dan para pembaca tersebut melakukan posting ulang di kanal media sosial mereka dan dibaca oleh orang lain, dan para pembaca menjadi salah paham, bisa membuat kegaduhan di media sosial secara cepat.
Dalam perkembangan literasi digital para perusahaan media berlomba-lomba untuk membuat laman digital yang mudah untuk digapai oleh berbagai kalangan. baik muda, tua berusaha untuk mendapatkan informasi yang mudah untuk didapat, sosial media sudah bisa dibilang mulai untuk menggerus dari media cetak dari eksistensinya sebagai media informasi saat ini. Faktor yang mendasari hal tersebut adalah karena media cetak saat ini dinilai kurang efektif karena setiap hari para konsumen harus membeli atau berlangganan secara bulanan dan mengharuskan setelah membaca media cetak tersebut harus pintar dalam mengolah limbah dari kertas tersebut. Dengan dalih tersebut saat ini banyak kalangan yang mulai berpindah ke media berita digital. Karena kemudahan akses dan tidak menyisakan sampah menjadi alasan utama yang mendasari perpindahan kebiasaan tersebut. Melihat kesempatan tersebut membuat para media digital untuk membuat berita yang terkesan mudah untuk mendapatkan engagement dengan membuat headline berita yang mengarah pada kegaduhan, atau bahkan lebih buruknya bisa membawa pada pemahaman berita tersebut adalah hoaks karena pola para pembaca yang ingin secara cepat mengerti terkait berita ditambah dengan media digital yang marak melakukan clickbait atau penulisan judul yang menyesatkan dan sensasional. Ditambah kalangan yang saat ini mendominasi dunia digital adalah kalangan Gen-Z yang lahir pada kisaran tahun (1997 -- 2012), yang memiliki minat baca yang sangat kurang dan memilih jalan untuk hal yang pragmatis. hal ini bisa memperburuk lingkungan karena dengan kebiasaan ini bisa merusak pola pikir kalangan Gen-Z yang menangkap informasi secara terburu-buru dan bisa memberikan opini yang tidak valid dan bisa menimbulkan kericuhan dalam media sosial.Â
Media Digital melakukan hal tersebut memang untuk mencari engagement semata tanpa secara terang-terangan untuk membuat kericuhan dan menyebarkan hoaks. Bisa dibilang hal ini termasuk dalam skena marketing yang dilakukan oleh media digital tersebut dan upaya ini bisa menimbulkan dua mata pisau yang bisa memberikan sisi positif untuk perusahaan karena bisa memberikan keuntungan akibat algoritma yang berpihak ke media digital tersebut. Lalu satu sisi negatif bisa menimbulkan kericuhan akibat headline yang dinilai menyinggung beberapa pihak yang merasa dirugikan. Hal ini bisa menciptakan fenomena "Credibility Cascades" yang dimana fenomena ini menjelaskan bahwa konten berita tersebut bisa menjadi kredibel kebenarannya tanpa adanya reputasi dari sumber yang didapatkan. Â Dan penyebaran dari clickbait ini memang sangat bergantung dari algoritma platform yang digunakan, maka peran dari Media Sosial yang cocok dengan berita yang ingin di publikasikan sangat penting untuk mencari dari algoritma ini contohnya adalah seperti Instagram, Â Facebook, TikTok, Twitter yang memang peminatnya didominasi oleh kalangan Gen-Z menjadi target marketing yang sangat menjanjikan untuk mencari keuntungan.
Kesimpulan yang bisa diambil dari fenomena ini adalah dengan menanamkan rasa penasaran yang bisa membawa para pembaca mencari tahu terkait kebenaran dan membaca berita yang menyebar tanpa adanya rasa bersalah terkait kesimpulan singkat. Karena pada saat ini para generasi Indonesia saat ini masih minim dalam mencari tahu dan membaca berita yang valid. karena efek yang bisa dirasakan bukan hanya bisa dirasakan terhadap para penggunanya namun juga bisa terhadap lingkungan sekitar. Upaya yang dilakukan oleh perusahaan Media Digital tersebut bukan semata-mata sebagai penyebaran hoaks atau penyebaran kebencian, namun memang upaya Marketing yang dilakukan untuk menaikkan Engagement dan algoritma dari aplikasi yang digunakan dalam mempublikasikan berita tersebut untuk mencari keuntungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H