Arca merupakan sebuah komponen keagamaan yang berdiri sendiri dalam artian arca ini merupakan sebiah sarana ritual yang melambangkan kehadiran nenek moyang ataupun dewa tertentu, ataupun juga sebagai perlambang atas sebuah gagasan keagamaan tertentu. Pada masanya, arca ini dipandang sebagai sebuah media media yang dipercaya dapat hidup ketika arwah nenek moyang ataupun esensi kedewataan masuk kedalam arca tersebut melalui suatu upacara tertentu. Namun sebagai sebuah perlambang gagasan keagamaan, arca ini hanya dianggap sebagai simbol kebenaran tertinggi saja tanpa terikat dengan kehadiran serta kekuatan supranatural tertentu.
Alasan saya mengambil mengenai arca hindu adalah atas dasar ketertarikan saya terhadap kebudayaan hindu pada jaman dahulu dimana kepercayaan ini masuk ke indonesia bersamaan dengan kepercayaan masyarakat indonesia kepada animisme dan dinamisme yang menggunakan sebuah benda sebagai simbol kekuatan leluhur maupun kekuatan sebuah entitas yang mereka percaya. Salah satu benda yang digunakan sebagai benda untuk melakukan pemujaan adalah arca. Maka dari itu, manfaat dari kajian ini adalah sebagai salah satu informasi tambahan mengenai arca hindu yang berada di indonesia.
Salah satu agama yang memiliki kepercayaan kepada arca ini adalah agama hindu. Didalam agama Hindu, arca dari dewa-dewa pada awalnya merupakan sebuah personifikasi daripada kekuatan alam. Pada mulanya ketika orang-orang Arya mulai menetap di  wilayah India Utara, mereka mulai menuja kekuatan-kekuatan alam yang berguna untuk menjaga keseimbangan alam yang akhirnya menjadi sebuah kebutuhan spiritual. Di Jawa Barat, terdapat arca-arca yang menggambarkan adanya pengaruh hindu. Salah satu contoh arca yang menggambarkan agama hindu adalah arca Mahadewa.
Arca mahadewa adalah salah satu simbol spiritual yang dipercaya oleh orang-orang hindu sebagai bentuk kekuatan dewa Siwa. Kata Mahadewa disitu merupakan salah satu julkan untuk Dewa Siwa. Julukan Mahadewa disini mungkin lebih mengacu pada pasangan (cakti) Dewa Siwa yaitu Bhairawi (cakti Bhairawa) atau Dewi Purwati (Cakti Dewa Siwa Mahadewa). Maka dari itu, maka Dewa Siwa dapat disebut sebagai Mahadewa. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tanda yang ada seperti :
- Ardhacandrakapala
- Yaitu hiasan bulan sabit dan tengkorak. Dalam agama Saiva, Ardhacandra merupakan lambang kehidupan dan kepala merupakan lambang kematian
- Upawita Naga
- Yaitu selempang sebagai pertanda kedudukat. Hal ini juga bisanya disebut sebagai selempang kasta dan digantungkan pada satu bahu khusunya bahu sebelah kiri.
- Camara
- Yaitu penghalau laut dimana hal ini merupakan salah satu laksana dari seorang dewa.
- Aksamala
- Yaitu sebuah tasbih dimana umumnya dipegang oleh Brahmana, Siva, Agastya, dan Dewi Sarasvati.
- Kamandalu
- Yaitu kendi yang merupakan tempat air khusunya air amrta. Kamandulu merupakan lambang dari kesuburan dan juga kemakmuran.
- Trisula
- Yaitu tombak berujung tiga. Alat ini merupakan laksana Siva.
Dengan ditemukannya arca Mahadewa ini di Cicalengka dapat menggambarkan pengaruh agama Hindu juga telah menyentuh aspek sosial keagamaan masyarakat di cicalengka. Asumsi ini juga berangkat dari pandangan dimana masyarakat di cicalengka delah berhasil mendidikan sebiah arca yaitu arca Mahadewa yang gunanya berfungsi sebagai bentuk pemunjaan.
Komunikasi tak hanya terjadi secara horizontal antara manusia dengan manusia namun juga dapat terjadi secara vertikan antara manusia dengan sebuah entitas yang dianggap jauh lebih tinggi diatas manusia. Komunikasi secara vertikal ini tentunya tidak dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan kata kata biasa. Pada zama dahulu, komunikasi ini dilakukan dengan mengunakan benda sebagai perantaranya salah satunya adalah arca. Pada zaman dahulu, arca adalah sebuah simbol pemujaan antara manusia dengan Tuhan. Namun jaman sekarang arca ini bisa digunakan sebagai sebuah kebudayaan sekaligus media pembelajaran untuk mengetahui cara kerja komunikasi masyarakat jaman dahulu.
Daftar pustaka
Soekmono,   R.   1973. Pengantar Sejarah  Kebudayaan  Indonesia 2. Yokyakarta: Kanisius.
Gottschalk, Â Louis. Â 1969. Mengerti Sejarah.Terj. Â Â Â Â Nugoroho Notosusanto. Jakarta: UI Press.
Maulana, Ratnaesih. 1997. Ikonografi Hindu.Jakarta:  Fakultas  Sastra Universitas Indonesia.