"Ya bosan, Mas. Anak saya sampai bilang mukanya sudah mirip gulungan mi." Pak Amat tertawa.
Kedua anak itu terdiam melihat Pak Amat menyiapkan pesanan. "Yang sabar ya, Pak. Kalau nanti coronanya sudah pergi, pasti orang-orang jadi panic shopping. Setiap ada penjual lewat dibeli."
     "Panic shopping?" tanya Pak Amat heran.
     "Iya, Pak. Kalap mata karena lama di dalam rumah. Apa-apa dibeli," kata anak laki-laki itu.
     "Iya, Pak. Bapak sebaiknya di rumah saja bila semakin sepi, Pak. Bapak juga harus menjaga kesehatan agar nanti bisa jualan lagi setelah situasi membaik, Pak," kata yang lainnya menimpali.
     "Betul, Pak. Daripada rugi juga, Pak, sudah mengeluarkan modal dan harus makan mi ayam setiap hari."
     Pak Amat terdiam mendengar saran kedua anak muda itu. Ada benarnya juga kata mereka. Ia terdiam sambil terus menyiapkan pesanannya.
     "Ini, Mas," kata Pak Amat sambil memberikan bungkusan pesanannya.
     "Harganya sama kan, Pak? Untuk Bapak saja kembaliannya," kata salah satu anak menyerahkan uang seratus ribuan.
     "Ini banyak sekali, Mas," kata Pak Amat terharu.
     "Kita juga jarang jajan kok, Pak," kata anak itu tersenyum. "Yang sabar ya, Pak. Allah tidak akan pernah menguji kita jika kita tidak mampu menghadapinya." Mereka pun berlalu.