Pandemi Covid-19 masih belum hilang, segalanya masih belum normal. Berbagai sektor kehidupan terkena dampak karena virus ini, baik sektor pendidikan, pariwisata, ekonomi, dan lain sebagainya. Saat ini kita masih terus berhadapan melawan virus, tidak ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir. Sebagai manusia biasa kita hanya bisa terus berikhtiar menerapkan protokol kesehatan di mana pun kita berada dan berdoa selalu meminta perlindungan dari Yang Maha Kuasa.Â
Membahas beberapa sektor yang terkena dampak karena pandemi Covid-19 ini, mulai dari sektor pendidikan yang memaksa para anak didiknya untuk belajar di rumah saja. Sektor Pariwisata yang mengalami penurunan akan pengunjungnya karena adanya kebijakan di rumah saja, hingga faktor ekonomi yang membuat para pencari nafkah berpikir lebih untuk memenuhi segala kebutuhan.Â
Seperti seorang ibu yang merupakan salah satu penggiat usaha mikro kecil menengah (UMKM), yang berhasil saya temui saat mencari sarapan di dekat rumah saya. Dengan gerobak berwarna cokelat, Ibu tersebut menjual makanan berupa Bubur Ayam khas Cianjur. Saya yang dari semalam ingin memakan bubur ayam, langsung memesan satu porsi dan memakannya di tempat. Tempat jualan yang tidak begitu luas dan berada di pinggir jalan, membuat para pelanggan biasanya hanya membeli untuk di bawa pulang.Â
Ibu yang diketahui berumur 41 tahun tersebut bercerita, bahwa pendapatan saat ini sangat merosot jauh daripada sebelum adanya pandemi. Saat saya menanyakan berapa presentase berkurangnya pendapatan tersebut, beliau mengatakan bahwa pendapatannya bisa merosot hingga 50%. Jujur saat saya mengetahuinya, saya sangat kaget karena pandemi ini sangat menimbulkan dampak yang besar. Lantas beliau mengatakan "Dulu mbak saya bisa menjual 3kg bubur habis, sekarang masak 1,5kg saja sering tidak habis".Â
Menghadapi kemerosotan ini, lantas saya bertanya-tanya kepada beliau bagaimana cara agar bisa bertahan memenuhi segala kebutuhan yang ada. Lantas Ibu tersebut mengatakan "Mbak, kita sebagai manusia harus bisa kreatif kalau jualan bubur saya tidak bisa memenuhi kebutuhan ya berarti saya harus usaha lebih mbak". Saat di tengah bercerita, ada seorang pelanggan lainnya datang untuk membeli bubur ayam tersebut. Dengan kesempatan tersebut, saya meminta izin untuk memotret dua porsi bubur ayam yang tengah disiapkan karena di awal saya lupa untuk memotret satu porsi bubur ayam saya. Berikut saya lampirkan hasil potret Bubur Ayam Cianjur salah satu dagangan milik Ibu Yoni.Â
Seolah-olah kehidupan berjalan normal seperti biasa, beliau tidak menampilkan raut wajah yang sedih. Lantas saya menanyakan mengapa Ibu masih bisa tersenyum bahagia, meski permasalahan masih terus menghadang. Beliau justru tertawa menertawakan saya "Ya buat apa bersedih mbak, selalu ingat mbak ada Allah kita hidup juga bukan untuk mencari uang terus-menerus tapi untuk beribadah". Seketika saya membenarkan apa yang beliau bilang, saya lantas tersenyum kepada beliau meski mulut saya tertutup masker. Berikut saya lampirkan foto saya bersama dengan beliau yang berhasil di potret dengan bantuan anaknya.Â
Lantas saya bertanya, bagaimana beliau akhirnya tersadar bahwa usaha dagangannya sudah diguna-guna. Beliau pun menjawab jika pada suatu ketika pernah mengganti gerobaknya, karena gerobak yang biasanya digunakan akan ditaruh di tempat lain yang nantinya akan dibuat cabang. Saat berjualan dengan gerobak lainnya, para pembeli langsung berhamburan banyak untuk membeli dagangan beliau. Setelah berjualan beberapa hari menggunakan gerobak tersebut, ada beberapa orang yang bertanya mengapa usahanya sering libur. Ibu Yoni langsung bingung, karena pasalnya beliau terus berjualan dan tidak libur sama sekali bahkan di hari Minggu.Â
Seketika beliau tersadar bahwa sudah ada yang tidak beres dengan usaha dagangannya, mengingat di dekat lokasi usaha beliau ada yang berjualan bubur juga. Namun beliau tetap tidak mau berburuk sangka, beliau jalani saja alurnya karena selalu ingat sama Yang Maha Kuasa begitu jelasnya. "Yang penting selalu berdoa meminta kepada Yang Kuasa supaya diberikan kemudahan mbak, di semua perjalanan kehidupan ini" begitu katanya saat saya kelar membayar satu porsi bubur dan berpamitan pulang.Â