Menurut pengakuannya, Gubernur Viktor Laiskodat menyatakan ketidakpuasannya terhadap pencapaian provinsinya tersebut mengingat anggaran pendidikan yang dikeluarkan untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT sendiri mencapai 50% dari anggaran APBD.
Walaupun kebijakan jam masuk ini memiliki landasan masalah yang jelas, formulasi kebijakan tersebut tetaplah harus mengikuti prinsip-prinsip formulasi kebijakan yang baik. Salah satu prinsip formulasi kebijakan yang baik adalah perumusan yang berorientasi pada kelangsungan tahap implementasi dan evaluasi, bukan hanya berorientasi pada konsep-konsep idealis dan normatif. Selain itu, formulasi kebijakan yang baik juga harus berisi opini dan aspirasi publik, bukan hanya berasal dari pikiran dan pendapat pemimpin/elit penguasa. (Muadi et al., 2016)
Berdasarkan prinsip formulasi kebijakan tersebut, tampaklah jelas bahwa kebijakan jam masuk Gubernur NTT ini memiliki kecacatan. Dari sisi orientasi, kebijakan jam masuk sekolah pukul 05.00 pagi ini tampak jelas masih berorientasi pada konsep normatif tentang kedisiplinan dan etos kerja, tidak didasarkan pada riset yang kredibel, dan terkesan terburu-buru untuk diterapkan tanpa adanya upaya mendalam terkait sosialisasi, uji coba terbatas, dan kajian evaluatif yang mendalam. Selain itu, kebijakan jam masuk ini pun juga punya kecacatan dari sisi aspiratif.Â
Menurut beberapa sumber di media massa, kebijakan jam masuk ini hanya berasal dari inisiatif dan instruksi lisan Gubernur NTT kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT. Keterlibatan aspirasi publik dalam kebijakan ini sangatlah minim dan bahkan tidak ada. Kecacatan dari sisi aspirasi ini sangatlah fatal bagi formulasi kebijakan pendidikan mengingat kebijakan pendidikan sendiri haruslah akomodatif terhadap kebutuhan siswa untuk meningkatkan kualitas outcome dari kebijakan itu sendiri.
Kecacatan Implementasi Kebijakan
Meskipun kebijakan jam masuk pukul 5.00 pagi ini memiliki banyak kecacatan dari sisi formulasi, nyatanya kebijakan ini tetap dilaksanakan dan bahkan masih berjalan hingga saat esai ini ditulis.Â
Berdasarkan keterangan dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi, menjelaskan bahwa terdapat sepuluh SMA dan SMK di Kota Kupang yang menjadi sasaran uji coba dari penerapan kebijakan jam masuk sekolah pukul 5.00 pagi. Sepuluh sekolah tersebut adalah SMAN 1 Kupang, SMAN 2 Kupang, SMAN 3 Kupang, SMAN 4 Kupang, SMAN 6 Kupang, SMKN 1 Kupang, SMKN 2 Kupang, SMKN 3 Kupang, SMKN 4 Kupang, dan SMKN 5 Kupang.Â
Penerapan kebijakan ke sepuluh sekolah tersebut sifatnya uji coba dan nantinya akan dievaluasi sekaligus diseleksi dua sekolah terpilih dari sepuluh sekolah tersebut untuk menjadi sekolah yang menerapkan kebijakan jam masuk ini secara permanen. Akan tetapi, pada realitas implementasinya kebijakan ini hanya berhasil diujicobakan secara berlanjut di dua sekolah, yakni SMAN 1 Kupang dan SMAN 6 Kupang.
Jika dikaji menurut teori implementasi kebijakan, keberhasilan suatu kebijakan dapat dinilai dari perspektif proses dan hasil. Perspektif proses menilai keberhasilan berdasarkan kesesuaian pelaksanaan dengan ketentuan yang mencakup cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat kebijakan. Selanjutnya, perspektif hasil menilai keberhasilan jika kebijakan tersebut menghasilkan dampak sesuai dengan yang diinginkan. (Akib & Tarigan, 2008)
Berdasarkan teori tersebut, implementasi kebijakan jam masuk sekolah pukul 5.00 pagi ini memiliki banyak kecacatan yang mencakup kecacatan di aspek cara pelaksanaan, kelompok sasaran, dan hasil dampak kebijakan.Â
Dalam aspek cara pelaksanaan, implementasi kebijakan ini masih banyak terhambat oleh halangan-halangan yang belum dapat diantisipasi, seperti halangan transportasi dan fasilitas penunjang perjalanan yang kurang akomodatif terhadap pelaksanaan kebijakan.Â