Mohon tunggu...
Farrel Islam
Farrel Islam Mohon Tunggu... Mahasiswa - bukan siapa-siapa

Mahasiswa Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Menyukai kajian sejarah lokal dan sedikit tertarik dengan sejarah politik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sosio-Drama Based on Multicutural Pedagogy, sebagai Inovasi Pembelajaran Kekinian

15 April 2023   09:50 Diperbarui: 15 April 2023   09:56 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesi Foto Bersama Kegiatan Pembelajaran Wawasan Kebhinekaan Global (WKG) bersama Ibu Ulfatun Nafi'ah, S.Pd., M.Pd. di kelas PPG Prajabatan Gelombang II Kelas Sejarah 01

 

Malang -- Pembelajaran di abad ke-21 saat ini diidentikkan dengan penggunaan teknologi digital. Seakan-akan memberikan dikotomi (pembatas) bahwa yang tidak menggunakan teknologi digital bukan termasuk pembelajaran di abad ke-21.

Padahal pada hakikatnya teknologi digital hanya sebagai penunjang, bukan sebagai komponen utama. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa banyak orang yang sudah melupakan esensi pembelajaran, yaitu adanya perubahan progresif pada setiap individu.

Menyikapi kondisi yang demikian, Universitas Negeri Malang mengadakan kegiatan pembelajaran berbasis wawasan kebhinekaan global (WKG). Kegiatan ini ditujukan untuk memperkuat wawasan kebhinekaan global sebagai bagian dari profil pelajar Pancasila.

 

Kegiatan WKG dihadiri oleh keseluruhan mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang II di Universitas Negeri Malang dari berbagai program studi. Di dalam aktivitas WKG, instruktur memperkenalkan inovasi aktivitas pembelajaran yang disebut sebagai Sosio-Drama Based on Multicultural Pedagogy.

Inovasi tersebut dikembangkan dari model pembelajaran sosio-drama yang dikombinasikan dengan pendekatan cultural responsive pedagogy. Dalam penerapannya, kelas dibagi menjadi 4 -- 5 kelompok. Setiap kelompok minimal harus diisi oleh 5 orang yang dikelompokkan dengan latar belakang sosio-kultural beragam.

 

Selanjutnya instruktur menyajikan peran yang harus dimainkan oleh anggota kelompok. Setelah menyajikan peran, instruktur kemudian menyajikan permasalahan yang harus diselesaikan.

 

Instruktur kemudian membagikan kartu berisi (1) tantangan, (2) ancaman, dan (3) upaya penyelesaian ancaman. Kemudian instruktur juga membagikan papan permainan yang di dalamnya sudah diberikan peraturan permainan.

 

 

Setiap kelompok diminta mengirimkan dua delegasinya untuk melakukan permainan, sedangkan sisanya bertugas memberi dukungan dan mencatat perolehan skor. Instruktur memulai permainan dengan pemenang utama adalah kelompok dengan perolehan kartu penyelesaian paling banyak.

 

 

Setelah instruktur menganggap permainan telah selesai, kegiatan dilakukan dengan menentukan pemenang. Kegiatan berikutnya yaitu mengirimkan kartu-kartu yang diperoleh kepada anggota kelompok yang tidak maju. Instruktur kemudian memberikan perintah untuk mencari alternatif solusi terhadap kartu ancaman yang diperoleh.

 

Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan presentasi hasil kerja kelompok. Instruktur dan peserta lainnya kemudian memberikan feedback. Kegiatan ditutup dengan pemberian kesimpulan dan refleksi.

Menanggapi aktivitas pembelajaran tersebut, Alfan Fikril menyebut "...model pembelajaran ini menggambarkan realita kehidupan sekolah. Selain itu model ini juga membawa suasana menyenangkan dalam belajar, bahkan belajar selama tiga jam terasa sangat singkat." ujarnya.

 

Respons positif juga disampaikan peserta lainnya atas nama Yolan Melando dengan menyebut bahwa "...aktivitas belajar seperti ini dapat dijadikan inspirasi ketika nanti mengajar di kelas karena akan memudahkan upaya pemahaman materi tentang wawasan kebhinekaan global."  

 

Instruktur atas nama Ulfatun Nafi'ah, S.Pd., M.Pd. memberikan tanggapan bahwa aktivitas belajar hari ini memodifikasi pembelajaran bermain peran yang disisipkan kecakapan abad-21 yaitu kolaborasi, bernalar kritis, dan komunikasi.

 

Instruktur juga menambahkan bahwa aktivitas belajar ini dapat dikembangkan dan digunakan dalam pembelajaran di kelas. Disampaikan juga bahwa mengajarkan multikulturalisme tidak harus melalui teoritis, tetapi juga dapat dilakukan dengan sesuatu yang menyenangkan.

 

Tujuannya adalah agar materi wawasan kebhinekaan global menjadi lebih mudah dipahami, lebih mudah diinternalisasi, dan lebih mudah dipraktikkan secara langsung oleh peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun