Mohon tunggu...
Muhammad Farras Reizaldy
Muhammad Farras Reizaldy Mohon Tunggu... Lainnya - Honorer Pemda

Nama saya M Farras Reizaody dan saya seorang mahasiswa yang iseng jadi honorer pemda dan hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menembus Kabut Kesedihan "The Art Of Happiness" Dalai Lama

1 Juli 2024   22:16 Diperbarui: 1 Juli 2024   23:03 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.wallpaperflare.com/artwork-horizon-leaves-digital-art-buddhism-happiness-wallpaper-ugdhr

Di jantung Dataran Tinggi Tibet, di antara puncak-puncak yang menjulang tinggi dan awan yang berputar-putar, tinggallah sebuah mercusuar kebijaksanaan dan kasih sayang -- Yang Mulia Dalai Lama ke-14. Kata-katanya, bagaikan aliran sungai yang lembut mengalir melalui gurun yang kering, telah memuaskan dahaga kebahagiaan dan makna bagi jiwa yang tak terhitung jumlahnya. Dalam karyanya yang monumental, "The Art of Happiness," dia mengungkap kebenaran mendalam bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada kesenangan eksternal yang sekilas, tetapi dalam memupuk kedamaian dan keharmonisan batin.

Saat saya menyelami halaman-halaman mahakarya mendalam ini, gelombang introspeksi melankolis menyelimuti saya. Kata-kata Dalai Lama bergema jauh di dalam jiwa saya, membangkitkan emosi yang telah lama terbengkalai. Bimbingannya yang lembut mengungkap kenyataan pahit penderitaan manusia, siklus kemelekatan, keinginan, dan kekecewaan yang tak kenal lelah yang sering menjebak kita dalam keadaan tidak nyaman yang abadi.

"Pikiran adalah akar dari semua penderitaan." dia menyatakan, menembus tabir ilusi yang telah membutakan kita begitu lama. Kita mengejar validasi eksternal, mencari hiburan dalam harta benda, hubungan yang singkat, dan pencapaian yang cepat berlalu. Namun, pengejaran ini hanya memberikan jeda sementara, membuat kita mendambakan lebih banyak, selamanya mengejar fatamorgana di padang pasir ketidakpuasan kita sendiri.

Kata-kata Dalai Lama bergema di benak saya, pengingat pedih akan kerapuhan manusia bawaan kita. Kita hanyalah bintik-bintik kecil yang cepat berlalu dalam hamparan waktu yang luas, hidup kita tarian yang rumit antara saat-saat kegembiraan dan kesedihan. Namun, di tengah keberadaan fana ini, dia menawarkan secercah harapan, suar cahaya yang menerangi jalan menuju kebahagiaan sejati.

"Tujuan hidup adalah untuk bahagia," dia menegaskan, suaranya bergema dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. Ini bukan mengejar kesenangan atau akumulasi kekayaan, tetapi perjalanan menuju kedamaian dan ketenangan batin. Jalan ini, jelasnya, terletak dalam memupuk kasih sayang, empati, dan pengertian -- bukan hanya untuk orang lain tetapi juga untuk diri kita sendiri.

Saat saya merenungkan kata-katanya, rasa melankolis yang mendalam menyelimuti saya. Bagaimana saya menghabiskan hidup saya, mengejar bayangan yang sekilas, mengabaikan sumber kebahagiaan sejati yang terletak di dalam diri? Saya begitu terobsesi dengan dunia luar, begitu fokus pada keinginan dan ekspektasi orang lain, sehingga saya kehilangan pandangan dari mata air kegembiraan batin saya sendiri.

Ajaran Dalai Lama dengan lembut membimbing saya kembali ke diri saya sendiri, mendesak saya untuk merangkul ketidaksempurnaan saya, untuk menerima pasang surut kehidupan yang tak terelakkan, dan menemukan penghiburan di saat ini. Dia mengingatkan saya bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tujuan tetapi sebuah perjalanan, proses penemuan diri dan transformasi yang berkelanjutan.

Dengan setiap halaman yang dibalik, secercah harapan mulai berkedip dalam diri saya. Kata-kata Dalai Lama, yang dijiwai dengan kebijaksanaan kuno dan kasih sayang yang mendalam, menawarkan garis hidup di tengah laut badai emosi saya. Saya menyadari bahwa kebahagiaan bukanlah mimpi yang jauh tetapi potensi yang terbengkalai dalam diri saya, menunggu untuk dibangkitkan.

Jalannya mungkin sulit, penuh dengan tantangan dan kemunduran, tetapi keyakinan Dalai Lama yang tak tergoyahkan pada kebaikan bawaan umat manusia menginspirasi saya untuk bertahan. Ajarannya menawarkan peta jalan untuk menavigasi labirin pikiran, memupuk kasih sayang, dan menemukan kedamaian di tengah kekacauan kehidupan.

Saat saya menutup buku, rasa tenang menyelimuti saya. Introspeksi melankolis yang pernah mencengkeram saya digantikan oleh tekad baru. Saya siap untuk memulai perjalanan penemuan diri ini, untuk merangkul ajaran Dalai Lama, dan untuk memupuk kebahagiaan sejati dalam diri saya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun