Mohon tunggu...
farraskurnia
farraskurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi memasak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

kisah sejarah tan malaka bapak republik yang terlupakan

13 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 13 Desember 2024   10:28 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tan Malaka, atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka, adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang sering kali terlupakan. Lahir di Nagari Pandan Gadang, Sumatra Barat, pada tahun 1894, dari keluarga pemimpin adat Minangkabau, ia membawa nama besar sebagai pemimpin meskipun keluarganya tidak tergolong kaya. Nama "Tan Malaka" adalah gelar adat yang diperolehnya saat dewasa. Tan Malaka dikenal karena gagasan-gagasannya yang revolusioner, salah satunya adalah konsep Republik Indonesia yang dituangkan dalam bukunya "Naar de Republiek" (Menuju Republik), yang ditulis jauh sebelum Soekarno memperkenalkan gagasan serupa. Buku ini menjadi inspirasi bagi banyak pemimpin pergerakan kemerdekaan Indonesia, termasuk Soekarno sendiri. Oleh karena itu, ia di juluki sebagai "Bapak Republik" yang terlupakan. Pada masa Orde Baru, nama Tan Malaka tenggelam, dan perannya tidak banyak dibahas dalam kurikulum sejarah di sekolah-sekolah,sehingga generasi muda kurang mengenal sosoknya. Namun, pada masa kepemimpinan Soekarno, ia telah diakui sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tan Malaka meninggalkan warisan pemikiran yang kuat, meskipun jejaknya sempat terhapus dari ingatan bangsa. Tan Malaka memulai pendidikannya di sekolah rendah dan menunjukkan kecerdasan luar biasa, sehingga guru-gurunya mempersiapkannya untuk mengikuti ujian masuk Sekolah Guru Pribumi (Inlandsche Kweekschool voor Onderwijzers) di Bukittinggi. Sekolah ini merupakan satu-satunya lembaga pendidikan lanjutan di Sumatra pada masa itu. Setelah lulus pada tahun 1908-1913, Tan Malaka melanjutkan pendidikannya dengan bantuan seorang guru Belanda bernama G.H. Horensma, yang berusaha agar Tan Malaka dapat belajar di Belanda. Horensma berhasil menempatkannya di Kweekschool Haarlem di Belanda dan mengurus dana untuk perjalanan serta biaya pendidikannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya diBelanda, Tan Malaka memulai fase hidup yang penuh dengan perpindahan, menghabiskan waktu di berbagai negara seperti Banten (Indonesia), Moskow (Uni Soviet), Tiongkok,Filipina, Thailand, Malaka, Burma, dan lainnya. Hal ini disebabkan oleh ancaman penangkapan yang selalu menghantuinya, terutama oleh Belanda dan sekutu-sekutunya. Setelah dua puluh tahun hidup dalam pengasingan, Tan Malaka kembali ke Indonesia pada tahun 1942. Di Tanah Air, ia mendirikan koalisi Persatuan Perjuangan pada Januari 1946, sebuah gerakan yang didukung oleh rakyat dan tentara republik. Meskipun gerakan ini sempat mendapat pengaruh, Tan Malaka dituduh melawan kebijakan pemerintah Indonesia yang baru terbentuk, sehingga ia dipenjarakan pada tahun 1946. Namun, setelah pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, ia dibebaskan. 1Tan Malaka kemudian mendirikan partai bernama Pantai Murba, tetapi gagal menarik banyak pengikut. Dalam perjalanannya, ia terpaksa melarikan diri dari Yogyakarta ke pedesaan Jawa Timur,menghindari kekuasaan politik yang tidak menyukai pergerakannya. Meski kontribusi dan pengorbanannya besar, perjalanan hidupnya berakhir tragis. Pada tahun 1949, Tan Malaka mengalami akhir tragis ketika ia ditangkap dan dieksekusi tembak di Kediri, Jawa Timur, pada tanggal 21 Februari 1949. Makamnya sempat hilang dan tak diketahui keberadaannya selama puluhan tahun. Namun, akhirnya, seorang peneliti Belanda bernama Herry Poeze berhasil menemukan makam Tan Malaka di kaki Gunung Wilis, di Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Pada 16 Februari 2017, jasad Tan Malaka dipindahkan dari Kediri ke tanah kelahirannya di Nagari Pandam Gadang, Kabupaten Limapuluh, Kota Sumatra Barat. Kepulangannya ke tanah kelahiran tersebut menjadi simbolis dalam menghormati sosok yang sering terlupakan, meskipun Tan Malaka memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebagai seorang yang dikenal dengan gelar "Bapak Republik Indonesia", Tan Malaka meninggalkan warisan besar, bukan hanya sebagai pahlawan nasional, tetapi juga sebagai pejuang yang gigih demi kemerdekaan dan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun