Masih hangat, AirAsia menjadi sorotan banyak pasang mata. Sebagaimana diketahui, maskapai berkode QZ8501 sempat hilang di laut Jawa. Hal ini adalah mimpi buruk bagi banyak pihak, korban serta keluarga, maskapai penerbangan, jajaran pemerintahan, dan tentu bagi mereka yang senantiasa mengedepankan nurani juga rasa iba. Selain mengundang duka, tragedi ini mengingatkan sebuah pembenahan keselamatan. Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan kemarin sore dipaksa untuk berlari kencang. Bagi sang menteri, penyebab utama tragedi ini adalah kelalaian, yakni penerbangan tanpa sebuah perizinan. Penerbangan adalah suatu transportasi yang bersifat logical, bukan hal yang malah dijadikan komersial. “Kami sebagai regulator mengedepankan safety, sedangkan komersial lebih mengedepankan keuntungan”. Terkait perizinan, potensi penyelewengan sangat terbuka lebar. Untuk menutup potensi tersebut, hal yang akan dilakukan oleh kementrian adalah mengatur kembali regulasi, bukan membentuk tim investigasi. Ignasius Jonan menilai pembentukan tim investigasi hanya membuang waktu, kurang tepat dan tidak efisien.
Tragedi QZ8501 telah melibatkan banyak instansi dalam satu jajaran tim penerbangan. ATC (Air Traffic Control) merasa menjadi pihak yang palin disalahkan. ATC adalah tim yang menjadi ujung tombak dalam keselamatan penerbangan dan bekerja di balik layar. Hal yang disalahkan kepada ATC adalah anggapan terlibat dalam perizinan slot. Dampaknya, banyak staf ATC yang dimutasi. Pak Aminarno sebagai bagian dari ATC meminta kepada bapak menteri untuk memberi rehabilitasi. “Rehabilitasi bukan urusan saya”, dengan gayanya yang khas nan tegas bapak menteri ini menjawab. Staf ATC yang dimutasi bukanlah wewenang Kementerian Perhubungan. Ignasius Jonan mengaku, “saya cuma bilang semua yang terkait izin terbang harus bertanggung jawab”. Bahasan utama atas tragedi QZ8501 adalah antara pro dan kontra LCC (Low Cost Carrier). LCC adalah penerbangan dengan biaya rendah. Sebuah maskapai penerbangan menyediakan harga tiket pesawat dengan harga yang terjangkau. Maskapai mengurangi beberapa layanan umum bagi penumpang pesawat seperti layanan catering dan reservasi minimalis sehingga dapat menekan biaya penerbangan. Ada dua sudat pandang yang bergesekan terhadap LCC. Sudut pandang pertama adalah sudut pandag aparat negara seperti Kementrian Perhubungan dan jajarannya. Sudut pandang ini menganggap LCC telah mencampakan keterjaminan suatu penerbangan. Keselamatan dan kenyamanan penumpang begitu saja di gadaikan. Sudut pandang kedua adalah sudut pandang konsumen yang menilai LCC sebagai bentuk efisiensi, bukan sekedar murahan. Sudut pandang ini juga dikoarkan oleh penulis kondang Darwis Tere Liye. Menurutnya, LCC adalah hal yang lumrah. Harga yang murah didapat dari manajemen biaya operasional dengan baik dan rapi tanpa memotong biaya keselamatan. Pandangan ini juga didukung oleh komunitas-komunitas backpaker yang terbiasa terbang dengan tiket murah dan terbukti selamat sampai ke tujuan. Tragedi QZ8501 cukup memberikan pelajaran. Hal ini harus dijadikan momentum dalam perbaikan seluruh aspek transportasi. Kesalahan dan penyelewengan tidak boleh lagi dianggap sebagai hal yang maklum. Inilah waktu yang tepat untuk mengevaluasi regulator. Percuma jika hanya saling lempar-tuduh kesalahan tanpa membersihkan segala yang kotor.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI