Pada awalnya, virus covid-19 menyebar di wilayah Wuhan, China. Di kota tersebut penyebaran virus berlangsung sangat cepat hingga ke kota - kota lain.Â
Seiring bertambahnya hari, virus menyebar hingga ke beberapa negara termasuk Indonesia. Kemudian pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Jokowi mengumumkan adanya kasus pertama virus corona di Indonesia, yang tepatnya di daerah Jakarta. Tak lama dari hari itu  virus covid-19 ini pun mulai menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.
Virus covid-19 ini menyerang imun kekebalan manusia yang biasanya menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Orang yang terinfeksi virus covid-19 ini memiliki gejala - gejala seperti, sesak nafas, batuk kering, dan demam 38C. Penyakit ini dapat menular melalui droplet yang keluar dari hidung atau mulut pada saat bersin.Â
Oleh sebab itu, orang yang sudah terinfeksi harus diisolasi dan dirawat. Namun, dari 80% kasus, mereka dapat pulih sendiri tanpa perlu perawatan khusus dari pihak medis.Â
Mengingat penyebaran virus covid-19 yang sangat cepat, pemerintah di berbagai negara melarang warga negaranya untuk bepergian ke luar negeri. Namun, apabila ada orang yang bepergian dari luar negeri maka akan diperiksa dan diisolasi selama 14 hari untuk mendeteksi adanya virus covid-19 yang menginfeksi. Maka dari itu, pemerintah Indonesia membuat posko - posko kesehatan untuk tempat isolasi. Tak hanya jika dari luar negeri, di tingkat daerah juga menerapkan jika ada warga yang datang dari luar kota harus isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.Â
Virus covid-19 ini tak hanya menyulitkan pihak medis saja. Namun, di pihak pendidik juga merasa kesulitan. Para pendidik memutar otak bagaimana agar materi dapat tersampaikan dengan baik. Pada awalnya memang tak mudah, sekolah - sekolah pada masa awal covid-19 diliburkan karena belum ada sistem daring atau online.Â
Kemudian, Menteri Pendidikan memutuskan untuk sekolah diadakan secara daring atau online yang menggunakan media elektronik. Sekolah yang diadakan secara daring atau online ini tak bisa merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini karena tak semua daerah memiliki jaringan internet yang sama terlebih di desa.Â
Siswa - siswa yang tinggal di desa kesulitan untuk mendapatkan pelajaran yang harus didapat. Mereka harus mulai membeli smartphone dan membeli kuota internet yang tentunya tak berharga murah.Â
Tidak hanya siswa di kalangan kurang mampu yang kesulitan, siswa yang memiliki fasilitas juga belum tentu dapat mencerna pelajaran dengan baik. Disini membuktikan bahwa fasilitas teknologi kedepannya tak bisa menggantikan seorang guru atau pendidik.
Situasi ini meminta kita untuk sadar dengan kemajuan teknologi dan kreativitas dalam pemberian materi. Tidak hanya dampak negatif yang kita peroleh.Â
Kita dapat mengambil hikmah dari situasi ini, yaitu sebagai pendidik maupun siswa menjadi paham akan pentingnya teknologi dan melatih sikap kemandirian pada siswa untuk belajar. Selain itu, siswa juga dilatih menjadi bertanggung jawab dan disiplin terhadap waktu.Â