Mohon tunggu...
Ade Candra
Ade Candra Mohon Tunggu... Insinyur - pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pertanian Kabupaten Pasaman

Saya orang yang berjiwa sosial, suka bermasyarakat dan dengan menulis ingin berbagi informasi bermanfaat dengan Khalayak Ramai

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Harga Beras Naik, Siapa yang Diuntungkan

24 Desember 2022   04:41 Diperbarui: 24 Desember 2022   05:24 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan Menteri Pertanian ( Mentan )  Bapak Syahrul Yasin Limpo (SYL)  dalam Diskusi Publik Outlook Sektor  Pertanian 2023 yang digelar online laman Youtube Indef, Jumat , 16 Desember 2022 tentang kenaikan harga beras telah menggelitik banyak orang yang memicu berbagai komentar di berbagai Media Sosial.  Ada yang Optimis dan ada juga yang pesimis nasib petani akan berubah walaupun harga beras melonjak. Menurut mentan Kenaikan harga beras diyakini dapat membantu petani yang kini terbebani  oleh melonjaknya  harga pokok produksi akibat lonjakan harga pokok produksi (HPP) seperti pupuk dan BBM. kalau harga naik,  sekali-kalilah kasih rakyat uang, lanjut Mentan Lagi.

Harapannya dengan naiknya harga beras, pundi-pundi petani bertambah, bisa membiayai sekolah anaknya plus bisa membeli baju seragam lagi, efeknya Tukang jahit dapat orderan, dibelikan ke pangan untuk anaknya sehingga ekonomi berputar. Benarkan demikian? Secara pragmatis memang demikian, harga beras naik otomatis harga gabah akan naik. Oops... tunggu dulu korelasi ini akan terjadi jika  struktur pasar  gabah ditingkat petani adalah   pasar dengan persaingan sempurna. Sebaliknya apabila struktur pasar ditingkat petani bukan pasar persaingan sempurna terlebih pasar monopsoni, Kenaikan harga beras tidak akan meningkatkan  harga gabah ditingkat petani, kenaikan harga beras ini hanya akan dinikmati oleh pedagang pengumpul dan Lembaga-lembaga lain yang ikut terlibat dalam tata niaga beras. Sebagai referensi monopsoni adalah  keadaan pasar dengan jumlah penjual yang banyak dan pembeli tunggal. Monopsoni merupakan  salah satu kondisi pasar persaingan tidak sempurna. Keadaan pasar dalam Monopsoni berkebalikan dengan pasar yang bersifat monopoli dan oligopoly.

Hal ini tidak mengada-ngada dari hasil Survey Rantai Nilai kegiatan IPDMIP ( Integrated Participatory Development and  Management Of Irrigation Project )  tahun 2021 yang lalu   di suatu daerah irigasi (DI) di kabupaten Pasaman tepatnya di DI batang petok , tingkat  pendapatan petani cukup mengkhawatirkan hanya berkisar  Rp. 298,- per kg gabah GKP, hanya sedikit lebih tinggi dari tukang angkut padi yang biasa disebut ojek Padi yang berkisar Rp. 195,- per Kg  GKP yang diangkutnya  dan sedikit lebih baik dibandingkan pedagang pengumpul yang memperoleh Keuntungan Rp. 250,- per KG GKP yang dibelinya. Padahal pedagang pengumpul ini dillapangan hanya bermodalkan "air liur" yang dalam ungkapan minang bisa diartikan sebagai tanpa modal namun memiliki kemampuan untuk bernegosiasi dengan petani

Justru keuntungan yang lebih tinggi dinikmati oleh  Rice milling unit (RMU ) didaerah DI dengan tingkat keuntungan RP. 550,- per Kg GKG yang digiling dan yang paling aneh justru keuntungan paling besar diperoleh oleh pedagang dari luar kabupaten Pasaman dengan cuan Rp. 610,- per KG GKP dan RMU Di luar kabupaten pasaman meraup Keuntungan sebesar Rp. 750,- per KG GKG yang digiling. Fakta dilapangan menunjukkan Kenaikan harga beras dibawah RP. 2000/ kg hanya menaikkan  harga GKP petani sebesar .100 -200 ,- per kg ( Survey rantai Nilai, BPP Panti 2021)

Diluar itu semua jka harga beras naik yang paling merasakan dampaknya adalah konsumen dengan pendapatan rendah. Kenaikan harga beras adalah sesuatu yang tidak diinginkan. Apalagi beras ini makanan pokok sehingga mereka berharap agar harga tetap stabil bahkan jikalau bisa turun.  Keinginan konsumen ini bisa dimengerti mengingat kenaikan harga beras akan menambah berat beban ekonomi keluarga. Ironi memang,  dari sebuah hasil penelitian proporsi pengeluaran rumah tangga untuk membeli komoditi beras justru justru lebih  tinggi di keluarga miskin yakni berkisar 23 % hingga 30%. Kondisi ini berbanding terbalik dengan keluarga menengah keatas yang hanya mengeluarkan biaya 3% saja untuk membeli beras ( journal.trunojoyo.ac.id, 2009 ). Alasannya sederhana Masyarakat golongan menengah keatas sudah mulai mensubsitusi pangan beras dengan jenis pangan  analog beras.

Kesimpulannya jika harga beras naik maka yang paling menderita adalah masyarakat miskin, bagaimana tidak anda bisa bayangkan  konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia tahun 2017  adalah 1,57 kg per orang per minggu. Jika dalam satu tahun ada 48 minggu maka satu orang di Indonesia mengkonsumsi beras sebanyak 75,36 kg beras atau setara dengan uang . 828,96  ribu Rupiah. Jika  dalam satu keluarga ada 5 orang maka anda tinggal mengalikannya. padahal tugas pemerintah adalah melindungi mereka yaitu penduduk keluarga miskin.

Disisi lain kita patut mengapresiasi Mentan  RI yang ingin meningkatkan pendapatan petani padi ditengah melonjaknya harga saprodi. Banyak orang juga was-was  petani padi di Indonesia semakin berkurang jumlahnya karena pendapatannya rendah dan fenomena ini sudah terjadi dibeberapa daerah di Indonesia dimana petani rame-rame mulai beralih ketanaman jagung, dengan dalih keuntungannya lebih tinggi. Untuk menguatkan optimisme tentang perlunya  kenaikan harga beras mentan SYL, menuturkan  kenaikan harga beras hanya berkisar di kisaran Rp.2000 hingga Rp.3000 per Kilo Gram. Wajarlah naik sedikit , petaninya dapat uang lanjut SYL lagi.

Terkait dengan pernyataan Mentan SYL ini data harga di sistim pemantauan  pasar dan kebutuhan pokok (SP2KP) kementrian perdagangan menujukkan harga beras medium ditingkat konsumen  secara rata-rata nasional  pada jumat 16 Desember  2022 ada di kisaran  11.100 per kilogram. Jadi siapa yang lebih diuntungkan dengan kenaikan harga beras? Bisa petani bisa juga tidak, tentu melihat paparan diatas anda sudah bisa menemukan jawabannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun