Mohon tunggu...
Farly Mochamad
Farly Mochamad Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Sebagai lulusan baru teknologi informasi, saya adalah alumni Kebangsaan Lemhannas 2023 dan peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah Indonesia-Malaysia bersama KRI Dewaruci 2024

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Citarum, Nadi Kehidupan dan Peradaban yang Mengalir Sepanjang Waktu

21 Agustus 2024   13:37 Diperbarui: 21 Agustus 2024   13:40 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Medcom.id/Rizky Dewantara 

Sungai Citarum, yang mengalir sepanjang lebih dari 300 kilometer dari Gunung Wayang hingga Laut Jawa, adalah lebih dari sekadar aliran air. Ia adalah nadi kehidupan yang telah menghubungkan beragam lapisan masyarakat, budaya, dan peradaban di Jawa Barat selama ribuan tahun. Dari hulu yang berada di kawasan pegunungan yang sejuk, hingga muaranya yang menceburkan diri ke Laut Jawa, Citarum telah menjadi saksi bisu atas berbagai peristiwa yang membentuk sejarah manusia di tanah Sunda. Setiap riak airnya menyimpan cerita tentang kejayaan kerajaan kuno, perjuangan kemerdekaan, hingga modernisasi yang mengubah wajah masyarakat di sekitarnya.

Pada masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara di abad ke-5 Masehi, Sungai Citarum memainkan peran penting sebagai pusat peradaban. Kerajaan ini, yang dikenal sebagai salah satu kerajaan tertua di Nusantara, memanfaatkan Citarum untuk mengairi sawah dan kebun, menyediakan sumber pangan bagi penduduknya, dan menjadi jalur utama bagi perdagangan. Prasasti-prasasti kuno yang ditemukan di sekitar aliran sungai ini mengabadikan peran penting Citarum dalam kehidupan kerajaan tersebut, mencatat bagaimana sungai ini menyuburkan tanah, memberikan kehidupan, dan menjadi simbol kemakmuran. Pada masa itu, Citarum bukan hanya sekadar sungai, tetapi menjadi sakral, dihormati sebagai pemberi kehidupan dan lambang dari kekuatan alam yang menopang peradaban.

Seiring berjalannya waktu, Sungai Citarum tetap menjadi urat nadi bagi masyarakat di sekitarnya. Selama berabad-abad, sungai ini menjadi jalur transportasi utama yang menghubungkan pedalaman Jawa Barat dengan pesisirnya, memungkinkan pertukaran budaya dan komoditas yang kaya antara desa-desa terpencil dan kota-kota pelabuhan. Di era kolonial, Citarum menjadi jalur yang vital bagi eksploitasi hasil bumi Jawa Barat, seperti kopi, teh, dan rempah-rempah, yang diekspor ke seluruh dunia. Di tepiannya, kota-kota mulai berkembang, dipenuhi oleh pasar-pasar yang ramai, dermaga yang sibuk, dan masyarakat yang semakin beragam. Citarum mengalir di tengah-tengah dinamika sosial dan ekonomi ini, menghubungkan berbagai komunitas dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh sungai besar.

Namun, kemajuan yang membawa kesejahteraan bagi banyak orang juga membawa ancaman yang besar bagi Citarum. Selama beberapa dekade terakhir, sungai ini menjadi tempat pembuangan limbah industri dan domestik, yang perlahan-lahan merusak ekosistemnya. Air yang dulu jernih kini berubah menjadi keruh, penuh dengan sampah dan bahan kimia berbahaya. Kerusakan lingkungan ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati di sungai tersebut, tetapi juga kesehatan dan mata pencaharian jutaan orang yang bergantung pada Citarum. Sungai yang pernah menjadi simbol kemakmuran kini menghadapi tantangan besar, di mana kelangsungan hidupnya tergantung pada kesadaran dan tindakan kita semua.

Di tengah tantangan ini, harapan untuk masa depan Citarum tetap ada. Kesadaran akan pentingnya menjaga dan memulihkan sungai ini semakin tumbuh, baik di kalangan pemerintah, masyarakat, maupun komunitas internasional. Berbagai program revitalisasi telah diluncurkan, berfokus pada pembersihan sungai, pengelolaan limbah, dan edukasi lingkungan. Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik Citarum, tetapi juga untuk mengembalikan hubungan spiritual dan budaya masyarakat dengan sungai ini. Citarum, dalam segala kerentanannya, tetap menjadi cermin bagi kita semua—mengingatkan kita bahwa alam dan peradaban manusia harus berjalan seiring dalam harmoni, bukan dalam konflik.

Sungai Citarum mengajarkan kita pelajaran penting tentang kelestarian dan keberlanjutan. Sebagai saksi bisu dari berabad-abad sejarah manusia, Citarum mengingatkan kita bahwa kemajuan harus disertai dengan tanggung jawab terhadap alam. Kita tidak bisa terus menerus mengambil dari alam tanpa memberi kembali, tanpa memikirkan dampak jangka panjang dari tindakan kita. Sungai ini adalah simbol dari kehidupan yang berkelanjutan, di mana manusia dan alam saling tergantung dan saling mendukung. Mengembalikan kejernihan air Citarum berarti juga mengembalikan kejernihan hubungan kita dengan lingkungan, memulihkan keseimbangan yang telah lama hilang.

Di akhir perjalanan panjang ini, Sungai Citarum tetap mengalir, membawa serta kenangan masa lalu dan harapan untuk masa depan. Di sepanjang tepian sungai ini, kita bisa menemukan jejak-jejak peradaban yang pernah ada, dan di alirannya, kita bisa melihat refleksi dari diri kita sendiri—sebagai bagian dari peradaban yang terus berkembang, yang harus belajar dari kesalahan masa lalu dan berkomitmen untuk menjaga warisan alam bagi generasi mendatang. Biarkan Sungai Citarum terus mengalir, tidak hanya sebagai aliran air, tetapi sebagai simbol kehidupan yang abadi, menghubungkan masa lalu, kini, dan masa depan dalam simfoni peradaban yang tak pernah berhenti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun