Bullying di sekolah merupakan isu sosial yang serius dan kompleks yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia. Tindakan bullying dapat mengakibatkan dampak psikologis yang mendalam bagi korban, termasuk depresi, kecemasan, dan bahkan tindakan bunuh diri. Di Indonesia, prevalensi bullying di sekolah terus meningkat, mendorong perlunya perhatian lebih dari masyarakat, sekolah, dan pemerintah.
       KPAI mencatat sebanyak 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak dalam sembilan tahun sejak 2011 hingga 2019. Terdapat 2.473 laporan perundungan di bidang pendidikan dan media sosial, dan trennya terus meningkat sampai sekarang.
        Salah satunya kasus yang menimpa siswa SMA Negeri di Kota Pasuruan berinisial NR (17) yang mengalami gangguan jiwa akibat jadi korban bullying teman sekolahnya. Korban sempat mengalami luka ringan di tubuhnya, hingga harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Radjiman Wdiodiningrat Lawang Malaang karena mengalami depresi berat.
      Kasus di atas tidak sesuai dengan dasar Pancasila peri kemanusiaan dan peri keadilan, karena bullying termasuk perbuatan yang melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia, yaitu hak untuk di hormati, diperlakukan dengan adil, dan merasa aman.
      Pada dasarnya tindakan seseorang  harus dilakukan berdasarkan kewajiban moral, bukan konsekuensi atau hasilnya. Yang mana hal ini merupakan prinsip utama teori etika Immanuel kant, atau disebut juga dengan deontology kantain, teori ini mencakup beberapa konsep utama.
      Imperatif Kategoris, yaitu prinsip yang berlaku universal dan tanpa syarat bahwa ia bisa dijadikan "aturan umum" yang berlaku bagi semua orang. Salah satu sinonim imperative kategoris adalah: "Bertindaklah seolah-olah prinsip Tindakan Anda dapat menjadi hukum universal" Artinya, kita hanya boleh bertindak sesuai prinsip yang bisa kita terima jika semua orang juga melakukannya dalam situasi yang sama.
 Dalam konteks bullying, para pelaku intimidasi seringkali memandang korbannya sebagai sarana untuk mencapai kepuasan pribadi, seperti menunjukkan kekuatan atau keunggulan di lingkungan sekolah. Pendekatan ini melanggar prinsip Kant karena tidak menghormati martabat dan hak-hak dasar korban sebagai manusia. Semua manusia mempunyai nilai intrinsik, dan tidak ada pembenaran untuk memperlakukan seseorang dengan cara yang merandahkan atau menyakitkan.
      Kewajiban Moral untuk Bertindak secara Adil, Kant mengajarkan bahwa manusia mempunyai kewajiban moral untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diterima secara umum. Apabila perundungan terjadi dan dianggap biasa, maka akan menimbulkan ketidakadilan terhadap siswa lain dan dapat berdampak negatif terhadap lingkungan sekolah secara keseluruhan. Dalam kasus pelajar Pasuruan yang mengalami konsekuensi psikologis yang parah, termasuk depresi, perilaku bullying jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip keadilan yang diidealkan Kant.
      Niat baik atau Good well, Etika Kantian juga menilai perilaku moral berdasarkan niat baik, atau keinginan untuk bertindak sesuai dengan kewajiban moral, bukan didorong oleh keinginan pribadi atau kepentingan sementara. Para pelaku intimidasi yang bertindak sedemikian rupa menyakiti orang lain jelas tidak bertindak atas dasar niat baik, melainkan atas dasar niat egois dan tidak menaati moral. Dalam hal ini, bullying di sekolah tidak mencerminkan niat baik dan tidak dianggap sebagai perilaku moral yang dapat diterima.
      Penerapan dalam Konteks Sekolah, Memerangi perundungan dalam perspektif Kantian berarti menciptakan budaya sekolah yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat seluruh siswa. Kebijakan sekolah harus mencerminkan nilai-nilai tersebut dengan mendidik siswa untuk berperilaku sesuai dengan aturan moral yang sama dan menghindari diskriminasi dan perlakuan yang tidak menguntungkan. Kant mempromosikan program anti-intimidasi yang membantu siswa memahami hak dan tanggung jawab mereka untuk memperlakukan orang lain dengan hormat.
      Insiden perundungan di Pasuruan dan banyak tempat lain di Indonesia menunjukkan betapa pentingnya prinsip moral Kantian ketika mengevaluasi dan menangani perilaku perundungan. Etika Kantian menekankan bahwa perilaku yang benar harus didasarkan pada prinsip-prinsip universal yang dapat diterima oleh semua orang. Dalam hal ini pendekatan Kantian menekankan perlunya pendidikan moral di sekolah agar siswa memahami pentingnya menghormati hak orang lain bukan hanya sebagai aturan sosial tetapi sebagai prinsip moral dasar.