Mohon tunggu...
Agen79
Agen79 Mohon Tunggu... Peternak - Pencari Senja

dunia adalah tempat bersinggah & ladang bertanam,jadi tanamilah ladangmu untuk bekal perjalanan panjang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"surgo nunut neroko katut"

12 November 2014   06:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:01 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang dilihat secara sosial dan budaya. Beberapa anggapan yang memojokkan kaum perempuan dalam konteks sosial ini menyebabkan sejumlah persoalan. Sejak dulu banyak mitos-mitos yang menjadi penyebab ketidakadilan gender, misalnya laki-laki selalu dianggap bertindak berdasarkan rasional, sedangkan kaum perempuan selalu mendahulukan perasaan. Atau perempuan itu sebagai ’surgo nunut neraka katut’, perempuan itu sebagai konco wingking (teman di belakang) berfungsi 3 M (masak, macak, manak), meskipun M manak masih harus dipertahankan. Disamping itu juga ada anggapan bahwa pantangan bagi laku-laki untuk bekerja di dapur untuk memasak, mencuci maupun melakukan kegiatan rumah tangga karena rejekinya akan seret atau malah cupar

Kebanyakan mitos akan menguntungkan kaum laki-kali dan merugikan kaum perempuan. Semua contoh di atas sebenarnya disebabkan karena negara Indonesia menganut hukum yang berdasarkan kekuasaan ada pada garis bapak. Ini menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak di dalam keluarga dan ini berlanjut pada dominasi laki-laki dalam lingkup kemasyarakatan lainnya. Hukum ini adalah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, dalam pemerintahan, militer, pendidikan, industri, bisnis, perawatan kesehatan, iklan, agama, dan lain sebagainya.

Selain hukum di atas, ketidakseimbangan gender juga disebabkan karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang memiliki modal besar itulah yang menang. Hal ini mengakibatkan laki-laki yang dilambangkan lebih kuat daripada perempuan akan mempunyai peran dan fungsi yang lebih besar. Manifestasi ketidakadilan gender tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap, yang mengakibatkan ketidakadilan tersebut merupakan kebiasaan dan akhirnya dipercaya bahwa peran gender itu seolah-olah merupakan kodrat dan akhirnya diterima masyarakat secara umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun