Mohon tunggu...
M Alfarizzi Nur
M Alfarizzi Nur Mohon Tunggu... Lainnya - Paralegal Posbakumadin Lampung

Paralegal yang senang bertutur melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pohon Kehidupan (Chapter 4)

18 November 2024   10:02 Diperbarui: 18 November 2024   10:16 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak yang memandikan ayahnya yang mengidap Alzheimer (sumber: Cinejour)

Anwar hendak berlari menuju lapangan pacu itu, tetapi petugas menghadang dengan mengatakan "Dia telah berpulang Pak Anwar". Benar saja salah satu peti mati turun dari pesawat dengan foto Thalib yang berada di depannya. Anwar tertunduk lemas, dia merasa bersalah atas kelalaiannya. Seketika itu dia teringat dengan perkataan ayahnya, almarhum Rojali, "Kau harus jadi pohon bagi keluarga kecilmu", tetapi dia lupa. Anwar terjebak oleh ambisi akan kekayaan, prestasi, dan jabatan hingga lupa menghubungi Thalib selama setahun terakhir. Dia sangat terpukul, tetapi sekali lagi apa yang bisa dilakukan oleh orang hidup kepada orang yang telah mati. Sang Ibu Jamilah dan Thalib yang telah kaku dan dingin itu pasti rindu dengan keluarga kecilnya itu, tetapi bodohnya Anwar membiarkan mereka mati sendiri.

Anwar sangat menyesal.

"Sial, sial, sial..." ujar Anwar di antara gelapnya kamar itu dengan nada merintis. Dia masih memandang foto Thalib yang barusan dilantik menjadi seorang Perwira TNI beberapa tahun silam. Karina terbangun dari lelapnya tidur di balik kelambu. Berusaha untuk menyadarkan diri, Karina mengusapkan mata dan memastikan sumber suara yang dirinya dengar. Rupanya itu adalah Anwar yang sedang menangis sesunggukan.

"Apa yang terjadi sayang..?" tanya Karina dengan nada lirih.

"T---tidak, hanya merindukan Thalib saja" jawab Anwar denga menyeka air matanya.

"Ini yang aku takutkan ketika dirimu mengajak kami ke kesini. Faktanya itu benar, kau menjadi tampak seperti orang yang berdosa.." Karina memeluk suaminya itu dari belakang dan menaruh wajahnya yang manis itu dipundak Anwar.

"Justru aku datang kemari untuk menebus dosa-dosa itu. Disini aku sedang mencari jawaban dan sekaligus memastikan ketika aku pulang nanti. Aku bisa kembali sedia kala"

Pelukan itu semakin erat, "Bila tidak mampu juga tidak apa-apa. Kita bisa kembali besok jika dirimu berkenaan"

"Belum. Maafkan aku Karina dirimu harus bersabar" Anwar memegang tangan Karina yang halus dan lembut itu.

"Hmm, rasanya seperti dulu" Karina menjatuhkan pipihnya di punggung Anwar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun