"Sudah hampir 3 (tiga) tahun.." balasnya dengan nada lirih.
Anwar memandang sekitar lingkungan desa. Suasana begitu sunyi, tenang, dan sejuk. Berbeda dengan di Jakarta yang dipenuhi dengan kebisingan dan keriuhan. "Ayah benar din, tempat ini tidak pernah berubah"
"Memang, dulu kita saja yang malas kalau diajak almarhum datang kesini. Tidak ada kawan, lingkungan yang sunyi, dan tidak ada playstasion. Hehehe.."
Anwar tersenyum. Seketika itu langkah kaki terdengar dari atas rumah panggung. Pintu rumah dibuka, istri Badaruddin, Eka, menyambut kedatangan mereka dengan begitu riang dan bahagia. "Sudah sampai rupanya. Saya tadi di belakang, jadi terdengar kalau suara pintu pagar terbuka" ujar Eka dengan membuka tangan memeluk Karina. "Perjalanan yang cukup jauh, tetapi di balas dengan lingkungan seperti ini. Saya seperti pindah planet" balas Karina dengan candaan yang penuh pujian itu.
Eka mengambil ransel yang berada di genggaman tangan kanan, "Bisa saja, namanya juga lingkungan pedesaan. Itu si kecil sudah sayup-sayup matanya" tunjuk Eka kepada Raffa. "Tidur seharian di mobil ini baru bangun. Barangkali kaget karena sudah berpindah tempat lagi ini. Ayo bangun Raffa, salim dulu sama Bibi.." Raffa mengulurkan tangan kepada Eka.
Eka yang sejak pernikahannya 3 (tiga) tahun lalu belum dikaruniakan seorang anak, dia sangat begitu senang melihat keponakannya berusaha terbangun dari mimpinya itu. "Yasudah kita masuk dulu. Minum teh hangat dulu biar menghilangkan pegal-pegal" tawar Eka. "Ayo kita masuk ke dalam istirahat dulu.." lanjut Badaruddin mengajak Anwar masuk ke dalam rumah.
Malam itu meja makan dipenuhi dengan lauk pauk yang hampir mustahil ada di Jakarta. Sambel terasi, Â pindang patin, sayur asam, tahu dan tempe goreng. Sederhana tetapi sangat begitu mewah bagi lingkungan pedesaan. Anwar merindukan masakan kampung halaman, sudah menahun lidah ini merasakan masakan mahal dan mewah yang berada di lingkungan SCBD Jakarta. Terlebih lagi Karina tidak terlalu familiar dengan makanan khas Palembang ini, dia berasal dari Suku Sunda Jawa Barat.
"Saya harus minta resepnya ini. Enak soalnya.."
Eka terkikih mendengar pujian itu, "Tidak perlu seperti itu, nanti aku tuliskan untukmu Karina". Badaruddin sedang asik merokok di balkon rumah panggung, sedangkan Anwar barusan keluar dari kamar mandi selepas membersihkan diri.
Anwar mengigil. Airnya begitu dingin, menusuk kulit dan menggertakan gigi. Badaruddin masuk ke ruangan dan melihat sang kakak dengan tubuh yang gemetar tidak terhenti itu. "Astaga, kenapa dirimu mandi dengan air dingin" tegur Badaruddin berpikir kalau Anwar lupa untuk tidak mandi pada saat malam hari.
Karina berinisiatif mengambilkan air hangat untuk suaminya. "Ini segera minum agar tubuhmu kembali hangat" Anwar mengambil segelas air hangat itu dan mencoba untuk menengak seluruh isinya hingga tandas. Sialnya dia khilaf kalau itu adalah air hangat, "Waduh, agak panas.." air tumpah dari mulut ke lantai. Eka dan Badaruddin, bahkan Raffa tertawa melihat kecerobohan ayahnya itu. "Haduh kamu ini gimana. Jangan minum seperti itu, bisa mutung lidahmu" tegur Karina melihat suaminya yang gegabah itu.