Mohon tunggu...
Fariz Achmad
Fariz Achmad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banyak Anak, Banyak Rejeki atau Banyak Masalah?

19 Desember 2016   12:25 Diperbarui: 19 Desember 2016   12:52 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak adalah bentuk dari rahmat Tuhan. Kehadiran mereka adalah suatu kenikmatan. Anak atau keturunan memang dapat menjadi ketenteraman di hubungan suami istri. Dalam kehidupan rumah tangga, anak menjadi tali pengikat keharmonisan bagi keluarga. Dari sanalah tercipta suasana yang menentramkan bagi rumah tangga itu sendiri.

Di zaman dulu kita sering mendengar beberapa filosofi tentang harapan orangtua tentang anaknya. Ada yang ingin punya anak lelaki seluruhnya, agar suatu saat dapat meneruskan usaha bapaknya dan menjadi kebanggaan orang tua.Salah satu contoh lainnya adalah filosofi “banyak anak, banyak rezeki”. Orang tua dahulu beranggapan memiliki banyak anak akan mendatangkan banyak rezeki karena di saat anak-anaknya besar nanti, mereka  akan sukses dan memiliki penghasilan sendiri serta mendatangkan banyak uang bagi orangtua nya. 

Dewasa ini, semakin berkembangnya kemajuan berpikir, manusia semakinberpikir kritis. Semakin tinggi sesorang menempuh pendidikan, jalan berpikirnya semakin rasional. Manusia tak lagi sempat berpikir akan memiliki banyak anak. Mereka berpikir bahwa nantinya anak hanya akan menjadi beban bagi kondisi ekonominya. Seperti dari biaya merawatnya, memberi makan, bagaimana ia disekolahkan, dan masih banyak lagi faktor yang menjadikan anggapan bahwa “banyak anak, banyak masalah”. 

Tetapi jika melihat kondisi zaman sekarang seperti di Indonesia yang tingkat  pendidikannya semakin maju, justru seakan berarah lawanan dengan pernyataan rasional mereka. Orang yang memiliki anak sedikit tetapi berpendidikan tinggi tidak lantas membuat tingkat kesejahteraan mereka langsung maju. Menurut data Badan Pusat Statistik yang dikeluarkan pada Februari 2015, sebanyak 400 ribu pemuda Indonesia yang bertitel sarjana menjadi pengangguran. Besarnya jumlah pengangguran tentu menjadi salah satu  faktor "pincang" nya ekonomi suatu negara. Terlebih bagi kondisi ekonomi suatu keluarga itu sendiri. Memiliki sedikit anakpun bila tidak dibentuk kualitasnya maka akan menjadi beban ekonomi keluarga juga 

Dan anggapan diatas (banyak anak, banyak masalah) terlalu sederhana untuk disimpulkan, sementara hubungan antara jumlah anak dan tingkat ekonomi tidaklah sederhana. Di saat kondisi ekonomi kepala keluarga stabil, sementara jumlah anak bertambah, maka akan menjadi faktor yang besar bagi tingkat ekonomi keluarga. 

Di saat kondisi ekonomi memburuk, jumlah anak yang tetap pun akan membuat beban ekonomi menjadiberat juga,. Dan di saat kondisi ekonomi meningkat, bertambahnya jumlah anak yang tetap atau lebih sedikit bisa dirasakan menjadi faktor positif dalam kesejahteraan keluarga. Secara akal sehat, bila punya banyak anak pun mungkin tidak akan menjadi beban bila peningkatan kondisi ekonominya lebih pesat. Intinya jumlah anak tidak otomatis berpengaruh pada menurunnya tingkat kesejahteraan bahkan bisa menjadi faktor pendorong majunya tingkat kesejahteraan keluarga bila dididik menjadi manusia yang berkualitas.

Maka dari itu jumlah anak bukanlah faktor besar dari permasalahan ekonomi suatu keluarga. Banyak faktor yang lebih mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga seperti sifat konsumtif, tingkat pendidikan, dan yang terpenting bagaimana orang tua membangun akhlaq pada anak agar menjadi orang yang bermanfaat dan berkualitas di masa depan. Semoga kelak kita di karuniai putra putri yang berbakti kepada orang tuanya 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun