Mohon tunggu...
Fariz Maulana Akbar
Fariz Maulana Akbar Mohon Tunggu... -

Apakah dengan menjadi Islam saya langsung menjadi demokratis? dan apakah sebaliknya Anda yang demokrat otomatis menjadi Islam?

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Siapakah Sebenarnya Dipo Alam?

22 November 2012   09:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:51 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan mudah menilai seseorang dari jabatannya, dari penampilannya dan dari perbuatannya. Paling tidak itulah dramaturgi yang saat ini sedang diperankan oleh Sekretaris Kabinet, Dipo Alam. Sebelum menjabat sebagai Sekretaris Kabinet Dipo Alam memang bukanlah sosok yang familiar dimata publik. Paling tidak itulah yang membuat publik kurang tahu-menahu mengenai track recordnya. Dipo Alam adalah mantan aktivis angkatan 70an yang menentang Soeharto semasa Orde Baru. Dipo Alam pernah memperoleh beasiswa ke Amerika Serikat dan pernah juga mendekam dalam penjara karena mengkritisi rezim Soeharto tapi Soeharto juga yang merekomendasikan Dipo Alam mendapat beasiswa ke luar negeri. Disamping itu nama Dipo Alam pernah terlibat dalam kongkalikong proyek jalan raya Ladia Galaska yang merusak hutan lindung di Nangroe Aceh Darussalam dan Dipo Alam juga terlibat bermain tepung impor dari Turki. Sejumlah catatan kasus diatas juga menunjukkan bahwasanya Dipo Alam adalah ‘maling teriak maling’.

Jika Kabinet kita analogikan sebagai sebuah tim sepakbola yang terdiri Kiper, back, gelandang dan striker, posisi Dipo Alam adalah seorang back (pemain belakang). Berdasarkan Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2010, Sekretaris Kabinet mempunyai tugas memberikan dukungan staf, administrasi, teknis dan pemikiran kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan (mengurus keppres, inpres, perpres, orang pensiun, masalah persidangan, masalah-masalah hukum, dan memfasilitasi untuk manajemen kabinet dari Presiden). Namun praktiknya, Dipo Alam selalu pasang badan, tampil ke depan bak seorang striker. Dipo dianggap telah bergerak melampaui kapasitas. Terutama langkahnya menyemprit menteri bahkan mirip wasit. Kapasitasnya sebagai pengontrol menteri dipertanyakan. Sebab, secara hierarkis, Sekretaris Kabinet setara dengan menteri. Tugas dan fungsi Dipo Alam seharusnya hanya memberikan dukungan teknis serta analisis kepada presiden dan wakil presiden. Dan hal tersebut telah melanggar peraturan sesuai Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2010.

Adapun beberapa manuver Dipo Alam berperan sebagai bemper politik SBY antara lain sebagai berikut:

1. Dipo Alam bereaksi berlebihan menghujat tokoh lintas agama yang mengkritisi pemerintahan SBY-Boediono bahkan menyebut tokoh lintas sebagai gagak hitam

2.Dipo Alampernah mengancam akan memboikot sejumlah media yang mengkritisi pemerintahan SBY dan menayangkan pemberitaan berisi opini-opini yang mengarah pada impeachment SBY. Pernyataan Dipo Alam memboikot media sempat disomasi oleh Media Group dan Tv One, Media Group melaporkan Dipo Alam dengan sangkaan Pasal 52 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juncto Pasal 51 KHUP dan Pasal 18 ayat 1 UU No. 40 tentang Kebebasan Pers.

3.Dipo Alam melaporkan dugaan kongkalikong di tiga kementerian ke KPK tidak lama setelah SBY memberikan grasi terhadap terpidana narkoba Meirika Franola (Ola) yang menuai kritik dari sejumlah kalangan termasuk dari Ketua MK, Mahfud MD dan dugaan adanya kedekatan mafia narkoba dengan pihak-pihak yang dekat dengan istana

Dengan demikian Dipo Alam sudah tidak layak lagi dan tidak lagi memenuhi kualifikasi sebagai seorang Sekretaris Kabinet karena dia lebih sering membuat kegaduhan politik dan Dipo Alam lebih tepat menjabat sebagai “bemper politik” SBY dari pada berperan sebagaiseorang Sekretaris Kabinet. Dan yang dilakukan oleh Dipo Alam tidak lebih dari sebuah kegaduhan yang akan mengganggu kinerja KPK dan mengalihkan perhatian publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun