Mohon tunggu...
Fariz Maulana Akbar
Fariz Maulana Akbar Mohon Tunggu... -

Apakah dengan menjadi Islam saya langsung menjadi demokratis? dan apakah sebaliknya Anda yang demokrat otomatis menjadi Islam?

Selanjutnya

Tutup

Politik

Selamatkan HMI: Kader HMI Jakarta Biang Masalah

8 Juni 2012   21:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:13 1656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kalian ketika mereka berbuat kezhaliman, padahal para rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sama sekali tidak mau beriman. Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat dosa. Kemudian, Kami menjadikan kalian sebaagai pengganti-pengganti setelah mereka di muka bumi supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat.” (Yunus: 13-14)

“Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena (penduduk)nya dalam keadaan zhalim, sehingga bangunan-bangunannya runtuh, dan (betapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi (tidak berpenghuni). Maka, tidak pernahkah mereka berjalan di muka bumi sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, atau telinga mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, melainkan yang buta ialah hati yang berada di dalam dada.” (Al-Hajj: 45-46)

“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, lalu Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri. Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” (Al-An’am: 6)

Jangan libatkan HMI se-Jabotabek dalam struktural PB HMI beberapa periode kedepan sebagai bentuk sanksi/hukuman atas dualisme dan dekadensi moral-intelektual yang menimpa PB HMI periode 2010-2012. Saya kira ayat-ayat Al Quran diatas patut dijadikan bahan renungan oleh seluruh kader HMI yang masih waras jika HMI masih turut Quran dan Hadits jalan keselamatan. Semoga kader-kader HMI se Jabotabek dapat bersikap dewasa dan ksatria dan menurunkan egonya masing-masing.

HMI yang telah berusia lebih dari setengah abad tentu dapat dipastikan telah banyak menghasilkan kebajikan sekaligus kejahatan. HMI telah melahirkan ratusan cendekiawan, ilmuwan, politisi, pejabat, penulis, pemikir sekaligus telah melahirkan para pecundang seperti koruptor, politisi busuk, komprador bahkan teroris. Harus kita akui dengan jujur dan ikhlas fakta sejarah tersebut.

Setelah memasuki usia senjanya sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan terbesar dan bersejarah di Indonesia. Meminjam bahasa Herbert Spencer, HMI adalah sebuah super organis (makhluk hidup super yang lahir, tumbuh berkembang dan mati) yang telah dan sedang mengalami sebuah evolusi secara bertahap seiring dengan dinamika sosial, politik, ekonomi dan budaya. Jika dahulu HMI selalu dibanggakan dengan kapasitas intelektualitas pemikiran kader-kadernya yang terbentuk melalui training-training formal maupun informal, tradisi keilmuan yang kental menyatu dalam kultur membaca, berdiskusi dan menulis sehingga HMI menjadi sebuah epistemic community. Apakah hari ini masih demikian?

Ada dua analsisis yang berkembang menyangkut dekadensi ditubuh HMI khususnya PB HMI periode 2010-2010. Pertama dari sisi internal dan kedua dari sisi eksternal. Dari sisi internal bencana berawal dari Kongres ke-27 di Depok, November 2010 silam. Terpilihnya Noer Fajrieansyah sebagai Ketua Umum PB HMI disambut gembira oleh semua kader HMI senusantara khususnya kader-kader HMI Jakarta. Jakarta sebagai ibukota negara yang menjadi pusat kekuasaan, pusat kegiatan ekonomi, budaya dan informasi telah membentuk pribadi kader HMI Jakarta entah secara langsung ataupun tidak langsung. Kultur kader-kader HMI Jakarta yang lebih cenderung kepada pergerakkan dari pada pengkaderan atau kajian ilmiah membentuk gaya hidup yang hedonis (clubbing, narkoba, free sex dsb) dan brutal (mengedepankan kekuatan otot dan jumlah massa). Setidaknya setelah HMI Jakarta merebut kepemimpinan di PB HMI setelah puasa selama beberapa periode. Dari sisi eksternal, PB HMI sebagai simbol sekaligus pemegang otoritas HMI skala nasional semakin mengalami dekadensi intelektual bahkan moral. Disamping kemudahan akses pengurus PB HMI dan kader-kader HMI Jakarta berhubungan dengan berbagai pejabat negara dan politisi telah menghasilkan perselingkuhan yang melahirkan pragmatisme sebagai ideologi gerakan yang mengakibatkan tereduksinya daya nalar kritis PB HMI mengawasi jalannya pemerintahan dan penegakkan hukum sehingga PB HMI sebagai pemilik wewenang dalam merumuskan hal-hal yang strategis mengalami positioning yang tidak tepat dalam keberpihakannya sebagai organisasi perjuangannya yang seharusnya melakukan pembelaan terhadap kaum mustadhafin justru sebaliknya.

HMI yang disejajarkan dengan TNI atau bahkan diklaim melebihi TNI, mengingatkan HMI hanyalah sebuah organ kemahasiswaan ekstern universiter. Hanya akan hancur melawan dirinya sendiri (HMI). Jika dahulu HMI vs PKI (CGMI), sekarang HMI vs (alumni, materialisme, hedonisme dan brutalisme). Faktanya PB HMI mengalami perpecahan dan pemicunya adalah tindakan amoral pimpinannya.

Dualisme di tubuh PB HMI saat ini adalah hal yang sangat menarik sekaligus menjijik untuk dikaji khususnya oleh kader-kader HMI cabang Jakarta. Perseteruan Noer Fajrieansyah (Fajri) vs Dwi Julian (Ian) adalah pertarungan kader Jakarta (Jakarta Timur) vs Kader Jakarta (Jakarta Pusat-Utara). Keduanya sama-sama dilahirkan dari tradisi HMI Jakarta yang kental akan nuansa intrik dan politik.

Lantas siapa yang patut disalahkan? Tidak lain adalah kader-kader HMI Jakarta pada khususnya dan HMI se-Jabotabek yang telah terjangkit penyakit yang serupa. Dan siapakah yang berkepentingan dengan dualisme atau bahkan hancurnya HMI? Tentu saja pihak eksternal bisa jadi penguasa (SBY-Boediono, Partai Demokrat dan Kakanda Anas Urbaningrum) sekaligus oposisi atau bahkan alumni-alumni HMI yang bermasalah dengan KPK. Boleh jadi alumni-alumni yang bermasalah khawatir jika daya nalar kritis HMI khususnya PB HMI bisa membahayakan posisinya sehingga harus berurusan dengan KPK atau bahkan meringkuk dalam penjara sehingga mereka dengan sengaja membelah PB HMI demi keselamatannya.

Ikhtiar Menyelamatkan HMI

Sudah jelas apa yang dialami HMI saat ini secara keseluruhan dan khususnya bobroknya PB HMI adalah akumulasi dosa-dosa generasi terdahulu dan khususnya akibat syahwat kekuasaan yang tak terkendali kader-kader HMI Jakarta beserta kroni-kroninya (HMI se-Jabotabek). Apa yang harus dilakukan?

Pertama, harus dilakukan dekonstruksi dengan membiarkan dengan sengaja supaya PB HMI hancur sekalian akibat krisis yang sedang berlangsung sehingga menggugah kesadaran kader-kader HMI senusantara terhadap krisis yang sedang terjadi di PB HMI dan dalam hal ini HMI cabang se-Indonesia harus segera membekukan PB HMI secara institusional maupun struktural mulai dari Ketua Umum sampai dengan Departemen dan mengambil alih kepemimpinan masa transisi dimaksud. Kedua, Rekonstruksi melalui kongres yang bersih dan sehat dengan syarat memberikan “sanksi/hukuman” kepada kader-kader HMI Jakarta dan Jabotabek (HMI se-Jabotabek) untuk tidak terlibat dalam struktural PB HMI beberapa periode kedepan. Ketiga, mempertegas komitmen perjuangan HMI sekaligus merehabilitasi citra buruk HMI, dilakukan dengan cara mempertajam daya nalar kritis, melawan setiap kebijakan pemerintah yang tidak populis di mata rakyat dan berani meneriaki alumni HMI yang bermasalah bukan malah membela atau bahkan bersembunyi diketiaknya tapi wajib mencabut bulu ketiaknya. Langkah-langkah tersebut patut dicoba, mengingat HMI adalah organisasi besar yang bersejarah meskipun dipuja sekaligus dicerca oleh kader maupun alumninya sendiri. Semoga proses yang pernah saya, anda dan kita semua lewati selama berHMI tidak menjadi warisan sosial yang destruktif di kemudian hari.Yakin usaha sampai...!!!

Penulis adalah kader HMI ekstra struktural, mantan kandidat Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Pusat-Utara periode 2011-2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun