[caption id="attachment_300352" align="aligncenter" width="500" caption="Demonstrasi Nirkekerasan...Tertibkan!!!"][/caption] Kebanyakan orang awam selalu apriori mengenai sebuah aksi demonstrasi yang di gelar mahasiswa, aktivis LSM, buruh, petani dsb. Khusus untuk aksi demonstrasi yang disuarakan mahasiswa orang awam hanya melihat permukaannya saja. Demonstrasi pun tidak lahir dengan serta merta tetapi melalui analisis dan kajian yang mendalam. Isu yang diperjuangkan pun sangat rasional dan realistis misalkan kenaikan TDL, BBM, Upah buruh dll. Yang akan memberikan dampak langsung maupun tak langsung bagi kehidupan seorang mahasiswa. [caption id="attachment_300423" align="aligncenter" width="500" caption="Tetap sejuk dan sabar walau kepanasan di depan sarang kura-kura ninja sekaligus mampu memanaskan kesejukan di Kompasiana :D"][/caption] Kategori demonstrasi ada dua yaitu demonstrasi nirkekerasan dan demonstrasi kekerasan. Sebagai kekuatan moral dan penjaga demokrasi selayaknya demontrasi yang digelar mahasiswa adalah demonstrasi nirkekerasan. Nah, demontrasi kekerasan itu sebenarnya tidak pernah ada, kalau toh ada itu hanya 'realitas tangan kedua' yang disajikan oleh media dan tak lepas dari bingkai yang dibangun oleh media yang bersangkutan. Coba jika tuntutan yang diperjuangkan mendapat sorotan dan perhatian yang layak sekaligus berimbang dibandingkan chaos atau rusuh yang terjadi niscaya masyrakat akan bersimpati terhadap apa yang diperjuangkan oleh mahasiswa. Sayangnya pengulangan dan penekanan rusuhnya sebuah aksi demonstrasi lebih memiliki nilai berita sehingga mengaburkan isu dan tuntutan yang diperjuangkan. Disini lalu menimbulkan resistensi dan antipati masyarakat yang tidak tahu apa-apa, lebih-lebih yang tidak pernah berdemontrasi mereka akan tergerus oleh hiperrealitas yang disajikan oleh media massa sehingga lagi-lagi terjadi needle effect. Suatu keadaan dimana segala sesuatu yang disampaikan media diterima sebagai sebuah kebenaran latheral. [caption id="attachment_300439" align="aligncenter" width="300" caption="Tertib! Mengantri untuk orasi"][/caption] [caption id="attachment_300441" align="aligncenter" width="500" caption="Ini baru mahasiswa! Tertib di Bunderan HI (kok malah lancar ga macet) "][/caption] [caption id="attachment_300451" align="aligncenter" width="500" caption="Tertib lagi, Lebih dari 3 lho!!! Ga percaya hitung sendiri"][/caption] Jika aksi demonstrasi mahasiswa dicibir, dihujat dan disumpah serapahi oleh masyarakat, lalu siapa lagi yang akan menjalankan fungsi sebagai social control, moral foce, agent of change dan iron of stock????? Dalam buku Revolusi Pemuda Benedict Andersson berujar ''Berbicara sejarah kemerdekaan Bangsa Indonesia tidak lepas dari yang namanya pemuda (mahasiswa)". Hari ini masyarakat telah mengalami amnesia akut akan kontribusi, peran dan fungsi pemuda khususnya mahasiswa. Pemuda khususnya mahasiswa yang dahulu sangat berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan sekarang seolah dianggap sebagai gerombolan pengacau padahal pikiran merekalah yang kacau karena terjebak, terbelenggu, dan terkungkung oleh sejarah Orde Baru. Wahai Homo Orbaicus jangan hujat perjuangan kami! Sesungguhnya kami hendak menghancurkan Orde Baru yang masih berada dalam batok kepala kalian meski kenyataannya telah berakhir dua belas tahun silam. Yakin usaha sampai...!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H