Mohon tunggu...
Fariz Nurwidya
Fariz Nurwidya Mohon Tunggu... -

Dokter lulusan FKUI tahun 2006. Sejak tahun 2009 sekolah spesialis paru di FKUI. Kemudian tahun 2010 dikirim ke Juntendo University dalam rangka pendidikan jenjang doktoral (Ph.D).

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hidup Sebisanya dan Semaunya

15 Januari 2015   16:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:06 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah di suatu negara di ujung timur Asia, hiduplah seorang mahasiswa asal Indonesia. Dia melihat berbagai fasilitas yang tersedia di laboratorium tempat dia belajar. Cara hidup yang dipilih akhirnya adalah: Hidup sebisanya dan semaunya.

Membaca jurnal ‘sebisanya’. Mengulang-ngulang bacaan ‘sebisanya’.

Mendengarkan rekaman pelajaran Bahasa Jepang sambil berjalan ke stasiun ‘sebisanya’, karena memang hanya itulah waktu yang tersedia untuk belajar Bahasa.

Belajar eksperimen dari senior lab ‘sebisanya’. Karena senior tercerdas di lab akan segera lulus dalam 6 bulan, jadi ilmu itu senior yang dia perolah selama 2,5 tahun harus mampu disedot selama 6 bulan. ‘Sebisanya’ saja.

Berjuang merubah protokol-protokol eskperimen berbahasa Jepang ke Bahasa Inggris ‘sebisanya’.

Eksperimen ‘sebisanya’, lalu gagal. Lalu eksperimen, gagal lagi. Siklus ini terus saja diulangi sampai ujung terowongan terlihat.

Berbagai eksperimen tentu perlu butuh reagen. Beli reagen tentu pakai uang. Tapi uang itu dicari oleh pembimbing. Jadi disamping bereksperimen ‘sebisanya’, kita bisa memilih cara hidup ‘semaunya’.

Pesan antibodi ‘semaunya’.

Pesan 20 mencit seharga 1.5 juta rupiah/ekor ‘semaunya’.

Pesan plasmid kontruk ‘semaunya’.

Menulis paper ‘semaunya’. Presentasi di konferensi ilmiah ‘semaunya’.

Jadi apa sebetulnya pengertian ‘sebisanya’ dan ‘semaunya’ disini?

‘Sebisanya’ adalah kalau masih sanggup berjuang, jangan berhenti. Terus berjuang. Jadi bukan berarti ‘sebisanya saja’ yang kerap kita dengar. Bukan berarti cepat-cepat mengatakan ‘ya sudah berhenti dulu, istirahat’ pada kegagalan pertama. Sama sekali bukan. ‘Sebisanya’ yang benar adalah jangan berhenti.

‘Semaunya’ adalah kita bisa melakukan semua yang kita maui dengan syarat mampu bertanggung jawab atas apa yang kita maui itu.

Belanja reagen semaunya, maka berikutnya yang dituntut dari kita adalah bekerja keras menggunakan reagen tersebut.

Mendaftar konferensi semaunya, maka sebetulnya kita harus presentasi di konferensi tersebut, tidak hanya menjadi peserta.

Namun ada juga nilai hidup yang ‘tidak semaunya’ disini, yaitu misalnya:

·Menunda itu ‘tidak semaunya’

·Bermalas-malasan itu juga ‘tidak semaunya’.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun