Hallo semua. Ini adalah kisah nyataku seorang kakak lelaki tertua dari 11 orang bersaudara yang bapaknya bekerja di negeri orang, dan ibunya di penjara. Aku.... sering menangis. Kata orang hanya lelaki lemah menangis.
Apakah aku lemah? Mungkin momen makan bersama keluarga lengkap ada ibu , abah , adik adik adalah mumen terbaikku yang pernah ada. Namun semuanya sekarang mulai gelap ibarat cahaya menghilang di ufuk Barat. Â
Aku.....agak lelah. Â Mungkinkah aku dapat kembali melihat cahaya seperti orang yang bangun pagi?? Mungkin. Adik adikku terus bertahan melebarkan mulut mereka untuk senyum menahan perihnya nasib mereka. Aku terus menangis dalam kegelapan merindukan kehangatan keluarga.Â
Di depan adik adik mungkin aku ada sosok superhero seperti dalam filem fiksi , namun dari dalam aku adalah seorang manusia yang rusak mentalnya dan hampir gila. Terkadang aku sedikit memaksakan agar terlihat bahagia. Terkadang juga aku tertidur dalam tangisan yang membengkakkan mataku.Â
Suara tangis ku teredam dalam angan adik adikku yang ingin bahagia. Aku masih terus menahan ,memasang tembok cina dikatung mataku agar adikku tidak ikut meneteskan air mata. Bertingkah sok kuat , namun hancur saat sendiri.
Fateh terus menanyakanku apakah sudah makan atau belum , dan terus mengingatkan ku untuk makan saat kami memulai panggilan video. Terkadang aku ragu apakah dia mencoba menahan semuanya atau memang tidak tau.
Dia terus bermain seperti anak 7 tahun lainnya tapi saat sendiri dia akan termenung seperti orang dewasa. Dia sangat kuat. Saat ibu ditarik pergi, dia menangis. Namun hanya saat itu. Ibu juga tak bisa sudah berbicara dengan kami lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H