Mohon tunggu...
Muhammad Farid Salman Alfarisi RM
Muhammad Farid Salman Alfarisi RM Mohon Tunggu... -

Orang minang tulen, mahasiswa psikologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bersekolah juga di Pelajar Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenai Krisis Agama

5 Januari 2013   19:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:28 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Krisis agama, ya inilah yang dikemukakan oleh sejarawan Arnold Toynbee pada waktu berdialog dengan salah seorang ilmuwan Jepang.Tesis tersebut dikemukakan oleh Toynbee karena agama sudah tidak menjadi bagian hidup orang banyak lagi, hanya menjadi bagian dari kehidupan manusia secara personal, itupun kalau dia religius. Kenapa demikian? Dunia zaman sekarang sudah serba canggih, dapat dikatakan, mau apa? Asal punya kemampuan finansial semuanya bisa dicapai, baik itu dalam aspek kecanggihan teknologi , pencitraan diri untuk kekuasaan sampai kepada penguasaan sumber-sumber produksi. Semua hal ini seakan-akan dicapai manusia tanpa agama. Sebab ketika secara material orang beragama bisa kaya, orang yang tidak beragamapun bisa kaya. Lalu dimana fungsi agama? Ini adalah sebuah pertanyaan aksiologis materialistis mengenai agama. Pertanyaan ini penulis munculkan dengan melihat konteks dunia, khususnya di Eropa pada awal abad ke 20, dimana kelaparan merajalela seperti yang terjadi di Jerman dan Italia yang membuat Fasisme bermunculan. Efek ini kemudian meluaslalu menjadi pemicu utama mainstream materialis dan seterusnya hedonis. Kondisi ini kemudian berlanjut sampai sekarang dimana Eropa (dan Amerika) sudah memiliki kemapanan ekonomi dan negara-negara berkembang sudah dalam proses transisi.

Houston Smith menjelaskan bahwa krisis agama tersebut akan berujung pada masa depan agama itu sendiri. Sesuai dengan perkembangan zaman agama akan menjadi baru. Mungkin tidak dalam munculnya agama baru tetapi agama yang telah ada membuat interpretasi baru dari sumbernya , sehingga relevan dengan zaman atau lazimnya diistilahkan kontekstualisasi agama. Hal ini telah bisa kita lihat sekarangseperti Johan Effendi katakan bahwa telah diadakan semacam redefinisi agama, disesuaikan dengan zaman sekarang yang dilakukan dalam agama maupun lewat dialog antar agama. Sehingga lewat aktivitas tersebut agama menjadi kembali menyatu dalam kehidupan manusia.

Ada hal menarik pada zaman sekarang khusus dua dasawarsa terakhir. Manusia-manusia dinegara maju sudah mencapai titik jenuh dalam alam materialismenya. Kejenuhan ini berawal pada kondisi bahwa banyaknya materi ternyata tidak membawa kepuasan batin. Jalaluddin Rahmat mengatakan kondisi ketidak puasan batin (psikis) seperti ini membawa manusia kembali ke ranah agama. Seperti munculnya aliran psikologi transpersonal dalam dunia Psikologi dimana orang dalam mazhab ini dilatih untuk menajamkan aspek spiritualitasnya dalam mencapai kestabilan psikis dan menekan impuls-impuls negatif dalam dirinya. Berbagai macam metode digunakan yang umumnya diambil dari agama seperti meditasi yang diambil dari Budha. Contoh lainnya adalah pertumbuhan pemeluk Islam yang semakin meningkat dari tahun ketahun.

Harapan mendepan adalah agama akan kembali menjadi titik sentral dalam kehidupan manusia sehingga tidak akan ada lagi penindasan , perampasan, dan semacamnya. Karena konsep universalitas agama ,terlepas dari klaim bahwa agamanya yang paling benar dari masing-masing pemeluk agama, adalah kasih sayang sesama manusia. Dengan demikian tatanan masyarakat dunia akan menjadi stabil serta kehidupan yang dijalani bisa dinikmati sacara batiniah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun