Mohon tunggu...
Muhammad Faris Ibrahim
Muhammad Faris Ibrahim Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seekor kutu di bulu kelinci dalam topi, yang berharap suatu saat, dapat menatap mata si tukang sulap.

Hanya manusia biasa, yang punya cita-cita bisa masuk rumah sakit jiwa, karena membaca.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ketika Manusia Menjadi Angka

8 Agustus 2019   17:18 Diperbarui: 8 Agustus 2019   17:57 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
endchilddetention.org

Manusia di Barat, belum puas hanya dengan sekedar memproklamirkan kematian Tuhan[v]. Seperti pemberitahuan di stasiun yang selalu berkelanjutan selama jadwal keberangkatan masih ada. Barat melanjutkan proklamasinya dengan mengumumkan kematian diri mereka sendiri sebagai manusia. Yang mati bukanlah semata-mata jasad, melainkan jiwa mereka. Fenomena itulah yang coba disirat rapat- rapat oleh media Barat, namun akhirnya meledak baru- baru ini seperti kembang api di perhelatan acara pergantian tahun--mengejutkan orang-orang. 

Faham yang meng-angkakan manusia itu mengeringkan sifat ruhaniah manusia Barat- memaknai kehidupan. Manusia adalah ruh dan jasad. Jasad mereka kenyang menelan materi, namun jiwa mereka kehausan karena jauh dari saripati wahyu. Sampai tiba saatnya kekeringan itu tidak lagi bisa dibasuhi, akhirnya mereka berusaha sekuat tenaga membagi penderitaan itu, demi sedikit mengurangi penderitaan yang telah menumpuk dalam diri mereka.

Itulah yang dilakukan Brenton Tarrant di Selandia Baru, dan Patrick Crusius baru-baru ini di Texas, Amerika. Berkaca pada diri mereka sendiri, manusia di mata mereka hanyalah angka yang tidak ada artinya. Ketika mereka merasa terganggu oleh karena angka-angka itu, apa salahnya jika mereka menyingkirkannya--sebagaimana guru matematika yang menghapus angka-angkanya di papan tulis selepas kelas. Menghapus angka-angka, kerena benci matematika adalah perkara biasa. Tarrant dan Patrick tak sedikitpun ragu menyatakan aksinya itu terang- terang.

 "Wa laqad karramna bani Adam"[vi], manusia telah dimuliakan oleh Allah di atas seluruh makhluk di muka bumi. Manusia bukanlah sekedar noktah tak berarti yang jadi bulan- bulanan para pengusung teori evolusi untuk di-desakralisasi. Bukan hanya orang Arab, atau muslim sekalipun. Semua manusia adalah mulia. Allah telah menghadiahkan sifat mulia itu secara cuma-cuma sebagai karunia, sayang sebagian dari mereka malah meng-angkakan-nya sia tak bermakna.  

Manusia adalah khalifah[vii] yang diciptakan untuk memakmurkan bumi, menebar rahmat bagi seluruh makhluk, mengelola dengan bijak kekayaan alam. Tepat seperti yang digubah oleh Syed Hossein Nasr di bukunya Man and Nature; manusia mulia memperlakukan alam dan sesamanya sebagaimana suami mengasihi istri penuh cinta dan rasa tanggung jawab. Manusia yang telah bermetamorfosa menjadi angka memporakparandakan alam dan sesamanya seperti pelacur yang dimanfaatkan hanya untuk memuaskan hasrat pribadi, bahkan tak jarang dicampakkan kejam apabila melawan.[viii] 

Referensi    

[1] Monolog di film Mr. Nobody.

[2] Perkataan Dr, Thoha Habasyi di salah satu kuliahnya di al- Azhar yang penulis hadiri.

[3] Dr. Hasan Abdullah Hasan- Masyru' Hadhori 'Inda Malik bin Nabi: Qiro'ah Muashiroh, 93.

[4] Malik bin Nabi, Fi Mahabbil Ma'rakah, 224.

[5] Robert C. Holub, Frederich Nietzsche, 138.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun