Mohon tunggu...
Faris _15
Faris _15 Mohon Tunggu... -

Lebih baik diasingkan daripada mati dalam kemunafikan ! -Soe Hok Gie-

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman

19 November 2013   21:26 Diperbarui: 4 April 2017   17:39 5525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku: Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman.

Penulis Buku: Sumarsono Mastoko

Penerbit Buku: Balai Pustaka

Berbicara mengenai sejarah pendidikan di Indonesia, maka kita juga berbicara mengenai jaman. Pendidikan akan terus mengalami perubahan sejalan dengan berkembangnya jaman. Dari mulai tujuan, sistem pengajaran dan pendidikan serta masalah dan solusi pemecahannya. Buku ini membahas pendidikan di Indonesia dari mulai sebelum masa penjajahan belanda, masa penjajahan belanda dan pada abad ke-20.

Sebelum masa penjajahan, proses pendidikan sudah ada sejak masuknya berbagai agama seperti Hindu, Budha dan Islam. Namun masih berorientasi pada proses penyebaran agamanya masing – masing. Pada masa peradaban Budha, proses pendidikan muncul ketikapara musafir Cina singgah ke Indonesia (Jawa) untuk belajar gramatikal bahasa sansakerta dan penerjemahan kitab – kitab Budha oleh guru – guru besar yang ada di Indonesia.

Pada masa peradaban Hindu, dikenal system kasta dimana kaum brahmana yaitu kaum ulama yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran sastra, bahasa, ilmu kemasyarakatan, ilmu eksakta (perbintangan, ilmu pasti dan perhitungan), seni bangunan, seni rupa dan ilmu pengetahuan lainnya. Pendidikan pada masa peradaban Hindu banyak dipengaruhi oleh pendidikan yang ada di India. Namun, pada perkembangannya kemudian kebudayaan Hindu tersebut semakin berbaur dengan kebudayaan asli Indonesia sehingga menimbulkan ciri serta coraknya yang khas.

Sampai jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Indonesia yaitu Majapahit pada abad ke-5, ilmu pengetahuan pun semakin berkembang, khususnya dalam bidang sastra, bahasa, ilmu pemerintahan, tata Negara dan hukum. Kerajaan – kerajaan Hindu pun akhirnya mencetak empu – empu yag menghasilkan karya – karya yang bermutu tinggi salah satunya yang terkenal yaitu “Sotasoma” karya empu Tantular.

Namun pada abad terakhir menjelang jatuhnya kerajaan Hindu di Indonesia, proses penyelenggaraan pendidikan pun tidak sebesar sebelumnya. Mereka hanya menyelenggarakan pendidikan di padepokan. Dimana hanya kaum ulama yang mengajarkan ilmu pengetahuan umum dan yang bersifat religius kepada siswanya dalam jumlah yang terbatas. Siswanya pun dituntut agar bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan bekerja. Sifat pendidikan tersebut tidak formal sehingga banyak siswa yang tidak puas dan berusaha mencari dan berpindah – pindah guru. Untuk pendidikan kejuruan atau keterampilan pada masa itu disesuaikan dengan kastanya masing – masing.

Pada masa peradaban Islam, mulanya proses pendidikannya dilakukan oleh para Gujarat di kerajaan – kerajaan pesisir. Karena kerajaan pesisir lah yang mengalami banyak interkasi dengan bangsa asing dibanding dengan kerajaan pusat yang berada di pedalaman. Pada waktu itu Islam disambut dengan baik oleh kerajaan pesisir dan mereka segera memisahkan diri dari ajaran kerajaan pusat. Setelah itu Islam langsung berkembang pesat di Indonesia. System pendidikan dan pengajaran pada masa peradaban Islam ada 3 yaitu pendidikan di langgar, pesantren dan madrasah yang masing – masing memiliki ciri tertentu. Sampai sekarang pun model pendidikan peradaban Islam masih tetap bertahan.

Masa peralihan dari agama Hindu ke Islam berjalan secara damai dan tenang. Pada saat itu ada dua tipe guru, pertama guru keraton atau kaum bangsawan yang dipanggil ke keraton untuk mendidik anak – anak raja dan ksatria lainnya. Kedua, guru petapa yang bertapa di tempat – tempat menyendiri dan mempelajari ilmu – ilmu keTuhanan. Di guru yang kedua inilah para penyebar agama Islam banyak berhubungan sehingga melalui mereka ajaran Islam tersebar luas di Indonesia. Guru – guru petapa ini yang pada akhirnya disebut Wali Songo.

Setelah masa masuknya agama Hindu, Budha dan Islam. Mulailah berdatangan para penjajah yang ingin menguasai seluruh wilayah Indonesia guna mengambil seluruh hasil rempah – rempah. Mereka juga memberikan pendidikan terhadap masyarakat Indonesia namun orientasinya masih tetap pada proses penyebaran agama yang dibawanya.

Pada masa penjajahan bangsa Portugis, setelah berhasil menduduki beberapa daerah Indonesia bagian timur, mulailah merekamenjadikan penduduk setempat menganut ajaran yang mereka bawa yaitu Roma Katholik. Dan segera memberikan pendidikan kepada masyarakat untuk memperdalam agama tersebut oleh Fransiscus Xavierus. Dan kemudian pada tahun 1536, mereka mendirikan sekolah untuk anak – anak dari pemuka Bumiputera. Pelajaran yang disampaikan adalah agama, membaca, menulis dan berhitung.

Pada akhirnya, baik penyebaran agama dan pendidikannya tidak mengalami kemajuan karena selain kurang baiknya hubungan dengan kerajaan Ternate, mereka juga harus berperang melawan bangsa Spanyol dan Inggris. Dan Belanda lah yang akhirnya menghalau Portugis dan mengambil alih segala harta benda termasuk gereja.

Setelah menaklukkan portugis, VOC mengambil alih seluruh gereja dan mengusir seluruh padri – padri dan menjadikan gereja tersebut sebagai tempat pengajaran dan pendidikan agama nasrani (Kristen - Protestan). Dan memperluas jangkauan pendidikannya dengan mengambil alih lembaga – lembaga pendidikan bekas Portugis dan menambahkan sekolah – sekolah baru. Sama halnya dengan bangsa Portugis, VOC mendirikan sekolah – sekolah untuk menyebarluaskan agama mereka yaitu Kristen-Protestan.

VOC terus meluaskan daerah kekuasaanya sampai pada akhirnya mereka banyak mendirikan jenis – jenis persekolahan yang juga mempunyai tujuan tertentu. Seperti Pendidikan Dasar, Sekolah Latin, Seminarium Theologicum, Akademi Pelayaran dan Sekolah Cina. Kurikulum – kurikulumnya pun beragam.

Pada akhir abad ke-18 dan menjelang abad ke-19, VOC mengalami kemunduran sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagai lembaga yang mengatur pemerintahan dan masyarakat daerah Hindia – Belanda. Pemerintahan tersebut dilakukan secara tidak langsung oleh pemerinah Belanda kepada kaum Bumiputera guna mempertahankan status quo. Pada masa ini pendidikan tidak didasari lagi atas agama tertentu karena telah masuknya pola pemikiran Eropa sehingga mempengaruhi kebijakan – kebijakan pada umumnya.

Pemikiran tersebut dinamakan “Aufklarung” (Fajar atau Terang). Aliran tersebut dicetuskan pada abad ke-17 yang di bawa oleh salah satu tokoh berpengaruh yaitu J. J. Rousseau. Rousseaumenganjurkan agar peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih agamanya sendiri. Dengan kata lain aliran ini menjunjung tinggi toleransi beragama. Sehingga dimulai pada saat ini gereja tidak lagi memiliki peranan dalam pendidikan. Disinilah asal mulanya pemerintah atau negara yang memegang kendali pendidikan sehingga muncul sekolah – sekolah negeri.

Seiring dengan pemikiran tersebut, pemerintah Hindia – Belanda sangat disayangkan masih hanya membuka sekolah – sekolah untuk anak – anak dari kaum terpandang atau bangsawan saja. Pembatasan sekolah berdasarkan status social ini dirasakan sampai tahun 1912. Tidak heran jika pada saat itu mereka yang sadar bahwa pendidikan dapat memperoleh status social yang baik dan memperbaiki kehidupan, mendirikan sekolah – sekolah swasta yang berorientasi Barat.

Pada saat Inggris mengambil alih pemerintahan Hindia – Belanda, pendidikan tidak mendapat perhatian, tetapi pemerintahan yang dipimpin Raffles itu lebih memusatkan perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan yang pada akhirnya bidang tersebut mengalami kemajuan yang sangat pesat. Raffles banyak mendukung kegiatan – kegiatan yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan sehingga pada pemerintahannya, Raffles mendapatkan lebih banyak pengetahuan mengenai pulau Jawa disbanding dengan VOC.

Pemerintahan Inggris pun jatuh kembali ke tangan pemerintahan colonial Belanda tepatnya pada tahun 1816.Pada masa itu, belum ada sama sekali sekolah negeri. Setahun kemudian Belanda pun mendirikan kembali sekolah – sekolah yang dikhususkan untuk bangsa Eropa dan Bumiputera. Namun sekolah – sekolah yang dikhususkan untuk Bumiputera bertujuan demi kepentingan politik dan ekonomi bangsa Belanda. Karena mereka berpikir bahwa tanpa bantuan dari Bumiputera, administrasi pemerintahan maupun pekerja bawahan dan pembangunan ekonomi tidak akan berhasil.

Pada permulaan abad ke-20, di seluruh permukaan bumi terdapat perkembangan dan pembaharuan khususnya di bidang politik, ekonomi dan idiil, demikian juga di Indonesia. Perusahaan – perusahaan di Eropa sedang mengalami perkembangan yang pesat sehingga mereka membutuhkan tenaga pekerja yang terdidik dan ahli. Pada masa ini Van Deventer tidak hanya membuka sekolah untuk kaum Bumiputera melainkan juga membuka sekolah untuk golongan bawah berupa sekolah – sekolah desa. Dibalik semua itu, tujuan dari pendidikan tersebut adalah untuk memenuhi tenaga buruh guna memenuhi kepentingan modal Belanda.

Selain menjadi buruh, ada juga yang diangkat menjadi pekerja – pekerja kelas dua yang ahli di bidangnya masing – masing seperti pertanian, teknik, administrasi dan lain – lainnya. Singkatnya, tujuan pendidikan ini adalah memperoleh tenaga kerja yang murah dan meraup keuntungan atau modal yang sangat besar untuk Belanda. Seluruh system tersebut tergantung pada pola penggolongan karena pemerintahan Hindia – Belanda masih berusaha mempertahankan system kolonialnya melalui aristokrasi. Secara umum setiap golongan memiliki jalur pendidikannya masing – masing dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi

Perkembangan pendidikan dasar berkembang terus sampai tahun 1930 dan kemudian terhenti karena krisis dunia (Malaise), tidak terkecuali Hindia – Belanda. Hal ini menyebabkan banyak sekolah – sekolah desa ditutup, dan juga dikarenakan penduduk desa kesulitan mendapatkan uang untuk menyekolahkan anaknya. Pada masa ini jumlah sekolah – sekolah lainnya juga mengalami penurunan. Walaupun demikian jumlah murid tidak turun, melainkan tetap naik. Akibatnya adalah banyak sekolah yang sebetulnya tidak memenuhi syarat sebagai tempat menuntut ilmu.

Pada tahun 1940, Jepang dalam rangka mencapai “Kemakmuran Bersama Asia Raya” mengajak bangsa – bangsa Asia termasuk Indonesia untuk bekerja sama dalam perkembangan ekonomi dan industry, sebagai pusatnya Jepang itu sendiri. Karena dianggap suatu keharusan maka rencana tersebut oleh kalangan militer diterima dan disambut dengan hangat karena menjanjikan prestise – prestise kepahlawanan dan pengabdian. Disampig semua itu bangsa Indonesia malah bertambah miskin dan menderita demi untuk kepentingan perang Jepang.

Karena Indonesia sebagai pusat bahan mentah, maka pendidikan yang diberikan oleh bangsa Jepang lebih ke bidang kemiliteran. Karena memenangkan perang merupakan tujuan utamanya. Namun hasilnya sangat luar biasa bagi bangsa Indonesia di kemudian hari, yaitu penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan bahasa jepang sebagai bahasa kedua. Penggunaan bahasa belanda sangat dilarang pada masa itu. Secara nyata tujuan pendidikan pada jaman Jepang adalah mencptakan tenaga – tenaga pekerja cuma – cuma (Romusha) dan tentara – tentara untuk membantu Jepang dalam peperangan. Oleh karena itu banyak pelajar Indonesia yang diharuskan mengikuti pelatihan fisik, kemiliteran dan indoktrinasi ketat.

Sejak jaman ini system penggolongan dihapuskan, sehingga semua golongan mampu memperoleh pendidikan yang sama. Pada masa ini pula sekolah rakyat berubah nama menjadi sekolah dasar yang lama pendidikannya selama enam tahun. Sekolah menengah dan kejuruan selama 3 tahun, dan hamper seluruh pendidikan tinggi ditutup, tetapi yang masih ada ialah Sekolah Tinggi Kodekteran di Jakarta (sekarang FKUI di Salemba) dan Sekolah Tinggi Teknik di Bandung (sekarang ITB). Dan Jepang membuka lagi Sekolah Tinggi Pemongpraja di Jakarta dan Sekolah Kedokteran Hewan di Bogor.

Sistem persekolahan pada jaman Jepang tidak berbeda jauh dengan system persekolahan setelah kemerdekaan. Yang berbeda hanya nama sekolah, sedang jenis sekolah kejuruan apalagi perguruan tinggi yang sangat terbatas. Kesempatan belajar pun terbuka lebar bagi siapa saja dengan kata lain semua mendapat kesempatan yang sama.

Keadaan pendidikan dan pengajaran pada jaman Jepang mengalami banyak penurunan yang drastis baik dari segi jumlah sekolah, murid dan guru. Dalam bidang pendidikan pada jaman Jepang memperlihatkan kemuduran yang menyolok. Walaupun terjadi banyak kemunduran, banyak keuntungan – keuntungan yang didapat bangsa Indonesia.

Walaupun kemerdekaan pun telah diproklamasikan, namun masih ada beberapa daerah yang masih dikuasai oleh tentara sekutu. Oleh tentara sekutu bagian – bagian lain diserahkan kepada tentara Inggris. Namun hal tersebut mendapat perlawanan dahsyat bangsa Indoenesia yang menimbulkan banyak pertumpahan darah dari kedua belah pihak. Merasa tidak ingin terlibat lebih jauh, akhirnya digantikan oleh Belanda dan segera mendaratkan pasukannya di seluruh Indonesia.

Dalam usaha memperoleh kembali Indonesia secara utuh, bangsa Indonesia telah banyak mengadakan perjanjian oleh pihak Belanda diantaranya Linggarjati (November 1946), Renville (Januari 1948) dan KMB (November 1949). Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka perubahan tidak hanya terjadi di pemerintahan saja namun juga dalam bidang pendidikan. Pendidikan disesuaikan dengan dasar dan cita – cita dari Bangsa dan Negara Merdeka. Oleh karena itu UUD 1945 dan pancasila lah yang dijadikan landasan idiil pendidikan Indonesia. Walaupun UUD mengalami banyak perubahan namun dasar negara kita tetap sama. Maka Pancasila tetap menjadi landasan idiil pendidikan Indonesia. Tujuan pendidikan pada masa ini lebih menekankan penanaman semangat patriotism agar menjadi warga Negara yang sejati yang menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk Negara dan bangsa.

Hal tersebut dilakukan sesuai dengan kondisi yang dialami bangsa Indonesia pada masa itu, Negara dan bangsa sedang mengalami perjuangan fisik dan sewaktu – waktu bangsa Belanda masih akan berusaha menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu dirasa sangat penting penanaman semangat patriotisme agar kemerdekaan Indonesia dapat dipertahankan dan diisi.

Dan pada bulan Desember 1949, UUD 1945, diganti dengan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat. Landasaan idiil pendidikan Indonesia tidak berubah namun tujuannya berubah. Sebagai warga Negara yang sudah merdeka dan menganut system demokrasi maka tujuan pendidikannya pun harus menghasilkan warga Negara yang demokratis pula. System persekolahannya tidak jauh berbeda dengan masa penjajahan Jepang, yaitu pendidikan dasar (6 tahun), pendidikan menengah (masing – masing 3 tahun), dan pendidikan tinggi. Semuanya dibuka untuk umum tidak ada lagi berdasarkan penggolongan – penggolongan tertentu.

Karena semua sekolah dibuka lebar – lebar untuk semua lapisan masyarakat maka minat akan memperoleh pendidikan pun semakin tajam sehingga memaksa pemerintah untuk melakukan usaha usaha yang mengharuskan pemerintah untuk menampung hasrat dan keinginan belajar mereka. Diantaranya menambah jumlah sekolah rakyat, menambah durasi pendidikan sekolah rakyat menjadi 6 tahun dan menambah mutu dan tingkat pendidikan.

Bukan hanya itu, hal tersebut juga mengharuskan pemerintah untuk memperbaiki segala fasilitas sekolah, menambah tenaga pengajar dan mengubah kurikulum yang semula demi kepentingan colonial manjadi selaras dengan kebutuhan bangsa yang merdeka. Perubahan – perubahan tersebut sudah tentu memerlukan biaya. Seberapa besar biaya yag dikeluarkan sangat sulit diperoleh, mengingat periode ini merupakan periode fisik dalam mempertahankan kemerdekaan.

Salman Alfarisi

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun