Pada era modernisasi transformasi bisnis penjualan merupakan langkah strategis untuk menyesuaikan diri dengan perubahan signifikan dalam perilaku konsumen, teknologi, dan tuntutan pasar. Era modernisasi terutama didorong oleh kemajuan teknologi digital, memaksa perusahaan untuk mengubah cara mereka berinteraksi dengan pelanggan, memasarkan produk, dan mengelola rantai pasokan. Transformasi ini melibatkan penyesuaian strategi penjualan, perubahan model bisnis, serta integrasi teknologi dalam setiap aspek proses penjualan. Dalam konteks ini perusahaan cenderung mengadopsi platform online, strategi e-commerce, dan teknik pemasaran digital guna memperluas jangkauan dan meningkatkan aksesibilitas produk kepada pelanggan.
Transformasi bisnis penjualan pada era modernisasi juga memerlukan adaptasi terhadap perubahan tren konsumen dan kebutuhan pasar yang terus berkembang. Perusahaan perlu dapat fleksibel dalam merespons perubahan ini, menggunakan data dan analisis untuk memahami preferensi pelanggan dan mengadaptasi penawaran produk serta layanan mereka secara cepat. Dalam konteks ini media sosial memberikan peran penting, karena memberikan wadah bagi perusahaan untuk mendengarkan, berinteraksi, dan memahami secara langsung kebutuhan serta keinginan konsumen. Platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Tiktok, dan lainnya menjadi jalan yang sangat efektif untuk menangkap sentimen konsumen, mendapatkan umpan balik secara instan, serta mengidentifikasi tren yang sedang berkembang.
Menurut P.N. Howard dan M.R Parks (2012) dalam (Ii et al., 2012), Media sosial merupakan  media yang terdiri dari tiga komponen yaitu Infrastruktur informasi dan alat untuk memproduksi dan mendistribusikan konten media Individu, organisasi, dan industri secara digital memproduksi dan mengkonsumsi konten media dalam bentuk informasi pribadi, berita, ide, dan produk budaya digital. Jumlah pengguna media sosial di seluruh dunia telah mencapai 4,2 miliar orang, dan Indonesia sendiri termasuk dalam negara dengan jumlah pengguna terbanyak. Menurut data statistik, sekitar 170 juta penduduk Indonesia menggunakan media sosial. Sedangkan menurut laporan dari We Are Social, pada bulan Januari 2023, sekitar 167 juta orang aktif menggunakan media sosial di Indonesia, yang setara dengan sekitar 60,4% dari total populasi di dalam negeri. Menurut data terbaru dari We Are Social hingga Juli 2023 media sosial Facebook, dengan 2,98 miliar pengguna aktif, memperkuat posisinya di puncak sebagai platform media sosial terpopuler di dunia, diikuti oleh Whatsapp dan Instagram di urutan ketiga dan keempat dengan jumlah pengguna aktif yang sama, yaitu 2 miliar, sementara TikTok memiliki 1,08 miliar pengguna aktif.
Pemangfaatan media sosial sebagai strategi pemasran menjadi langkah yang tepat dikarenakan media sosial mempunyai respon secara langsung dengan pengguna, sehingga memudahkan mereka untuk menjangkau target yang di inginkan. Salah satu kunci sukses bagi pebisnis adalah dengan mengenal pelanggannya lebih dekat, dengan informasi pendukung yang ada, kini para pelaku usaha dapat mengetahui dengan terperinci mengenai siapa saja konsumen, rentang usia, bahkan jenis kelamin dari sosial media. Bahkan media sosial dapat mentukan target kepada siapa mempromosikan suatu produk berdasarkan ketertarikan mereka. Hal tersebut dapat membantu proses branding dan promosi kepada target konsumen yang tepat, dan menjadi lebih mudah dibandingkan dengan sebelumnya (Tiwa et al., 2022).
Mengingat kasus penutupan TikTok Shop pada 4 oktober 2023, telah menjadi bukti nyata bagaimana dinamika media sosial dapat mempengaruhi transformasi bisnis. Penutupan ini menggambarkan bagaimana platform media sosial tidak hanya memengaruhi perilaku konsumen dan interaksi bisnis, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap strategi penjualan dan keberlangsungan platform e-commerce. Keputusan tersebut menyoroti pentingnya adaptabilitas perusahaan dalam menjawab perubahan regulasi dan lingkungan bisnis yang dinamis yang dapat memengaruhi operasional penjualan dan promosi melalui platform media sosial.
Dampak dari penutupan TikTok Shop juga dirasakan oleh perusahaan dan pelaku usaha yang mengandalkan platform tersebut sebagai saluran penjualan utama. Mereka harus mencari solusi alternatif, seperti beralih ke platform media sosial lain yang masih aktif, Â ekspansi ke platform e-commerce yang berbeda untuk menjual produk, serta meningkatkan fokus pada strategi pemasaran offline atau online yang lebih beragam. Hal ini telah memunculkan berbagai langkah dan usaha untuk menaggapi pristiwa tersebut dengan menggunakan teori diversifikasi dapat di jadikan salah satu strategi untuk mengembangkan suatu prusahaan. Pitts dan Hopkins (1986) dalam (Library Binus, 2006), menyatakan diversifikasi yang diaplikasikan pada perusahaan bisnis berarti perbedaan aspek pada aktivitas perusahaan. Menurut Pawaskar (1999) dalam (Library Binus, 2006), diversifikasi sebuah perusahaan, baik dengan ekspansi internal atau eksternal, intinya merupakan sebuah pertumbuhan perusahaan. Beberaa peneliti beranggapan bahwa perusahaan dapat mencoba untuk melakukan diversifikasi dengan tujuan mengurangi resiko. aktivitas diversifikasi dengan industri yang berbeda, dapat berperan mengurangi resiko selama arus profit dari kegiatan lain tidak berhubungan secara sempurna (Roger 2001).
Selain itu adapaun teori adaptasi yang dapat berdampak pada kualitas kerja yang dihasilkan. Menurut Yogi Yogaswara (2015:8) perusahaan dengan sifat adaptabilitas memiliki kemampuan untuk tanggap akan lingkungan eksternal, pelanggan internal, dan pelanggan eksternal, dengan cara menafsirkan permintaan lingkungan bisnis menjadi tindakan agar perusahaan bertahan, bertumbuh, dan berkembang (Theodoridis & Kraemer, n.d.). Menurut Susilo Toto Roharjo (2014:36) Kemampuan Adaptasi menunjukkan kesiapan dan kemampuan dari individu, kelompok dari individu atau organisasi untuk mengikuti perubahan yang terjadi. (Theodoridis & Kraemer, n.d.)
Prusahaan dan Para pelaku usaha yang terdampak secara langsung mencari jalur alternatif dan mengatur strategi agar tetap bisa mengunakan platform tiktok tersebut. Para pelaku usaha menghumbungankan platform tiktok dengan e-comers lain, tiktok yang sebelumnya menjadi media promosi dan wadah untuk melakukan transaksi pembelian kini hanya menjadi media promosi, aktivitas transaksi pembelian di alihkan pada media e-comers dengan ketentuan yang dibuat. Selain itu, mereka melakukan ekspansi ke beragam platform media lain untuk menjaga kelancaran penjualan produk, sambil meningkatkan fokus pada strategi pemasaran offline dan online yang lebih beragam dan terintegrasi. Hal ini menjadi momen penting untuk mengeksplorasi dan mengimplementasikan pendekatan baru guna menjaga kontinuitas bisnis dalam situasi yang dinamis dan berubah-ubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H