Motor kupacu, sementara mendung masih menampakan diatas kepala. Semilir angin mulai berhembus. Pengguna kendaraan bermotor menepikan kendaraannya, lalu mulai mengenakan jas hujan.
Ah, sial. Efek gegabah sore ini menimpaku. Sudah tahu diluar cuaca mendung, namun saya memaksa keluar mengendarai motor tanpa membawa jas hujan.
Diluar dugaan, niat mendatangi salah satu toko baju polos di Kota Solo yang lokasinya tak jauh dari asrama. Ternyata jalan yang biasa saya lewati, tak menjamin saya hafal jalan tersebut.
Akhirnya, saya mengeluarkan handphone di saku celana untuk membuka maps. Toko baju tersebut letaknya disebelah kiri jalan, sedangkan saya mengambil jalan Flyover Purwosari.Â
Sore hari semakin gelap, rintik hujan perlahan membasahi jalanan Kota budaya ini. Sebelum terlambat, saya berinisiatif untuk berteduh di salah satu angkringan samping Solo Square.
Saya memesan teh panas dengan takaran gula sedikit. Bapak penjaga angkringan berusaha membuat api tetap stabil. Beberapa jahe geprek sedang dibakar membuat aroma sore ini sedikit berbeda.
Pisang goreng, tempe goreng, risoles. Memanjakan pemandangan sore ini. Tetapi, satu hal yang saya rasa kurang, tidak ada bakwan dalam meja tersebut.
Bakwan seperti pada umumnya, menjadi sasaran empuk pembeli. Siapa cepat dia dapat. Makanan yang bahan bakunya terbuat dari sayur gubis ini, salah satu favorit saya.
Gemuruh suara petir, kian menggelegar. Sejak kecil saya takut akan suara ini. Sehingga bapak pembeli didepan saya, beberapa kali tertawa melihat saya menutup telinga ketakutan.
Air di selokan mulai naik, lampu temaram angkringan ini juga kian redup disebabkan konsleting listrik. Sampai menjelang pukul 17.00 WIB. Hujan juga tak kunjung berhenti.