Tenaga medis tidak melakukan hal demikian. Padahal setiap detik saat itu sangat berharga. Hal itu menjadi duka mendalam bagi publik Lamongan. Huda yang mengawali karir di Persela sejak muda sampai promosi ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia. Bahkan, sempat mencicipi seragam timnas saat Alfred Riedl menjadi pelatih, ditawari klub-klub besar.Â
Tapi, Huda tetap setia membela tanah kelahirannya. Dia layak mendapatkan One Man One Club. Khoirul Huda wafat di Rumah Sakit dr Soegiri Lamongan setelah beberapa jam mendapatkan pertolongan medis.
Dari insiden Huda, kita belajar semua hal. Tulisan saya bukan bermaksud mengkritik tenaga medis saat itu, bukan. Semua yang kita anggap tabu, ternyata di Eropa banyak kejadian serupa. Pun demikian, saya menganggapnya hal yang jarang ditemui insiden seperti itu.Â
Pada saat itu, saya tidak menonton secara langsung di Stadion Surajaya tetapi saya menonton di layar kaca televisi bersama keluarga, termasuk ibu saya. Ibu saya beberapa kali mengucap kalimat istighfar setelah melihat insiden tersebut.Â
"Astaghfirullah, Le. Lihat itu, kan ngeri jadinya kalo kamu bermain sepakbola," ucap ibu saya.
Ibu saya memang tipe orang yang sangat khawatir terhadap sesuatu, termasuk beberapa kali melarang saya bermain sepakbola. Walaupun akhirnya, ibu saya memaklumi hobi saya tersebut.Â
Momen tersebut menjadi momen terakhir kebersamaan dengan ibu saya, seminggu berselang, ibu dilarikan ke rumah sakit karena penyakit jantungnya kambuh. Dalam perawatanya, rumah sakit awal merujuk ibu saya untuk dibawa ke rumah sakit dr Soetomo Surabaya. Selama perawatan disana ibu masuk ke ruang ICU selama kurang lebih 3 minggu, sebelum akhirnya wafat pada pukul 22.00 tanggal 08 November 2017.
Begitulah, terkadang ada hal yang membuat saya trauma. Tapi, sepakbola terlalu indah untuk dinikmati selain untuk bermain.
Solo, (13/05/2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H