Soedirman merupakan sosok pahlawan Nasional. Beliau lahir pada tanggal 24 Januari pada tahun 1916 di Kota Purbalingga, tepatnya di Dukuh Rembang. Beliau lahir dari sosok Ayah yang bernama Karsid Kartowirodji, dan seorang Ibu yang bernama Siyem. Ayah dari Soedirman ini merupakan seorang pekerja di pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya merupakan keturunan wedana Rembang. Jenderal Soedirman dirawat oleh raden Tjokrosoenarjo dan istrinya yang bernama Toeridawati.
Jenderal1. Perlawanan Jenderal Soedirman pada masa Agresi Militer Belanda IIÂ
Sejak November 1948, hubungan antara Indonesia dengan Belanda semakin memburuk. Di tahun 1948 Belanda melakukan konsentrasi pasukan secara besar-besaran di garis demarkasi untuk persiapan melakukan serangan kembali terhadap Indonesia (Sardiman,2008:177). Mendengar hal ini, sekalipun dalam keadaan sakit, Soedirman tidak tinggal diam untuk membaca dengan cermat
situasi ini. Dipanggillah anak-anaknya dan murid-muridnya, yakni para prajurit pejuang untuk berjuang sampai titik darah yang penghabisan. Menghadapi perkembangan yang semakin memburuk itu, sekalipun dalam keadaan sakit Soedirman tetap melakukan koordinasi dengan para komandan.
Semua kekuatan bersenjata untuk bersiap siaga. Apalagi Soedirman telah menerima laporan dari intelijen Indonesia bahwa Belanda sedang persiapan penyerangan kembali terhadap Indonesia. Panglima Besar Jenderal Soedirman segera memerintahkan Wakil Panglima Besar yang juga Panglima Tentara Teritorium Jawa, Kolonel A.H. Nasution  segera menyusun konsep Perang Rakyat Semesta dengan TNI sebagai intinya. Nasution yang bekas Panglima Divisi Siliwangi itu, sejak tahun 1948 memang menjadi Wakil Panglima Besar dan ikut berperan di MarkasTNI. Nasution menjadi
kepercayaan Jenderal Soedirman. Ahad 19 Desember 1948 dini hari saat masyarakat Maguwo dan Yogyakarta bangun untuk mempersiapkan aktivitas kesehariannya, di atas Maguwo telah terlihat pesawat-pesawat pemburu Balanda melayang-layang, menyusul kemudian pesawat-pesawat yang lainnya (Sardiman, 2008:180).
2. Perjuangan Jenderal Soedirman dalam Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan umum 1 Maret 1949 berhasil mematahkan propaganda dari Belanda yang selama ini mengatakan bahwa Indonesia tinggal nama saja dan Tentara Nasional Indonesia. Kepercayaan internasional kepada Belanda mulai menurun. Propaganda yang dibangun Belanda menjadi senjata makan tuan untuk mereka sendiri. Serangan umum ini membangkitkan rasa percaya diri yang besar bagi bangsa Indonesia bahwa TNI dan segenap rakyat memiliki kemampuan untuk mengalahkan Belanda jika seluruh bangsa Indonesia bersatu padu.
Kegiatan para elit politik untuk melakukan perundingan dengan Belanda tidak mempengaruhi prinsip dan pendirian Sudirman. Ia tetap memimpin dan menggerakkan seluruh kekuatan melancarkan perang gerilya melawan musuh. Persetujuam Roem-Royen ternyata membawa hasil yang tidak menggembirakan bagi
Sudirman (Tjokropranolo, 1992: 177).Tanggal 10 Juli 1949, Sudirman dan rombongan tiba di Ibukota Yogyakarta. Di sepanjang jalan tugu sampai jalan Malioboro, masyarakat menyambut kehadiran Panglima Besar Sudirman menuju Gedung Agung untuk bertemu Presiden Sukarno. Di Serambi Gedung Agung sudah berdiri Presiden, Wakil Presiden dan para pejabat lainnya untuk menyambut kehadiran Sudirman. Sesampainya di Gedung Agung, Sudirman langsung disambut oleh Presiden Soekarno (Tjokropranolo, 1992: 183). Sore harinya, Sudirman menghadiri parade perdamaian yang dipimpin oleh Letkol Suharto sebagai penyambutan Panglima Besar Sudirman di Alun-alun Utara Yogyakarta.
Pemerintah RI mulai membentuk Panitia Persiapan Nasional setelah pengembalian pemerintahan ke Yogyakarta, yang bertugas untuk menjaga ketertiban
sebelum dan sesudah KMB. Pembentukan Panitia Nasional ini juga dimaksudkan untuk menghadapi pihak Belanda dalam Konferensi Meja Bundar. Pada tanggal 4 Agustus 1949 Presiden Soekarno menetapkan anggota delegasi RI untuk KMB yang berjumlah 12 orang, delegasi diketuai oleh Moh. Hatta (Yusmar Basri, 1981: 112). Hal ini merupakan salah satu strategi untuk mempercepat proses usaha diplomasi, sehingga konflik antara Indonesia dan Belanda segera terselesaikan dengan baik.
Keberhasilan perang gerilya dan serangan umum meningkatkan kepercayaan rakyat akan kemampuan dan kekuatan TNI menjadi lebih besar, tidak hanya di Yogyakarta tetapi juga sampai di daerah pendudukan Belanda. Rakyat bersyukur bahwa TNI masih dapat mengadakan serangan. Hal ini sangat penting bagi Sudirman dan TNI untuk melanjutkan perjuangan. Disamping itu dampak dari perjuangan Sudirman dan TNI, mampu membangkitkan semangat rakyat serta jiwa nasionalisme yang tinggi.
Sumber :
Nazara, I. M. S., & Subaryana, Y. B. (2022). Peran Jenderal Sudirman dalam Mempertahankan Kemerdekaan pada Tahun 1945-1950. TJANTRIK: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah, 1(1).