Mohon tunggu...
syafari yunus
syafari yunus Mohon Tunggu... -

seorang yang ingin selalu bebas, tapi bertanggung jawab. senang bertemu dengan orang2 baru, tapi sedikit minder, senang ngobrol, nulis, dan baca (buku apa aja), tiada hari tanpa membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahasa Indonesia, Nasibmu Kini...

6 Maret 2010   04:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:35 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru-baru selesai nonton satu acara masak di salah stasiun tv swasta. Pembawa acaranya perempuan cantik. Hari ini dia masak nasi goreng. Lezat sekali kelihatannya. Tapi bukan lezatnya masakan yang ingin saya komentari, tapi bahasanya itu, lho. Jam-jam begini, kalau acara masak, pasti segmentasi penontonnya ibu-ibu rumah tangga.
Suatu hari, telepon genggam saya berbunyi, dari seorang ibu, kenalan istri saya. "Pak, coba buka TV "anu", acaranya bagus, masak-masak. Cuma saya gak ngerti apa yang dikatakan sama pembawa acaranya, abis bahasanya campursari sama bahasa inggris, tolong dong di terjemahin...", begitu ibu itu bilang. Setelah saya tonton, ternyata betul apa yang di bilang ibu itu. Presenternya selalu menyelipkan bahasa asing dalam mengantarkan cara membuat sesuatu. Terus muncul sesuatu di pikiran saya, apakah acara ini konsumsinya untuk masyarakat Indonesia, atau untuk orang luar yang tinggal di Indonesia? Kalau untuk ibu-ibu rumah tangga Indonesia, mbok ya jangan terlalu diselip-selipin bahasa aneh gitu, tho..... Bukan saya menyepelekan kemampuan berbahasa asing ibu-ibu rumah tangga di Indonesia lho.... Cuma saya yakin dan percaya, sebagian besar ibu-ibu yang sehari-hari sibuk dengan urusan rumah tangga itu, banyak yang tidak memahami apa yang disampaikan oleh presenter tersebut. Jadi kalau konsumsinya memang untuk ibu-ibu di Indonesia, tolonglah berbahasa yang sekiranya dimengerti oleh sebagian besar pemirsanya. Satu lagi acara di salah stasiun televisi, acara tentang otomotif, yang dibawakan oleh, sama, perempuan cantik pakai "you can see everything that you want to see", yang ditonton oleh penggemar otomotif. Kalau ini mungkin tidak terlalu membingungkan pemirsanya, karena pemirsanya kebanyakan menengah keatas, yang pasti orang sekolahan.
Saya pernah membaca di kompas.com, bahwa Bahasa Indonesia sudah dipelajari oleh kurang lebih 40 negara di dunia. Bangga sekali rasanya. Australia, Jepang, Malaysia dan Singapura malah sudah mempunyai jurusan Bahasa Indonesia (kalau ada yang kurang tolong ditambah, ya..). Duh senangnya, bahasa kita, yang kita cintai ini, di pelajari oleh bangsa lain. Saya berharap, suatu saat kalau kita bertemu dengan orang asing di Indonesia, kita tak perlu repot-repot berusaha berbahasa asing. cukup pakai bahasa Indonesia, komunikasi terjalin manis.
Namun apa yang terjadi sekarang....? Bangsa Indonesia tidak bangga berbahasa Indonesia. Tontonlah televisi swata Indonesia. Lihat film-film/sinetron Indonesia, tengoklah acara-acara yang segmentasinya untuk remaja Indonesia, lihat dan dengar apa yang mereka ucapkan. Susah sekali kita mendengar mereka berbahasa Indonesia yang baik. Lihatlah pejabat-pejabat kita, dengarkan ucapan-ucapan mereka. Apakah mereka berbahasa Indonesia yang baik? Masuklah ke kelas-kelas, lihatlah tulisan-tulisan anak-anak sekarang. Mereka menulis dengan prinsip "yang penting dapat dibaca". Huruf kapital tiba-tiba muncul di tengah-tengah kata. Huruf kecil ditulis setelah titik. Jangan cari tulisan bersambung dan miring seperti orang-orang tua kita dulu. Sudah sangat langka untuk mengatakan tidak ada. Kita tidak bangga berbahasa Indonesia. Kita tidak bersyukur memiliki bahasa sendiri.
Bahasa menunjukkan bangsa. Bahasa identitas suatu bangsa. Amerika, yang katanya bangsa yang sudah maju di segala bidang, bersedih..... Ya, mereka bersedih karena tidak memiliki bahasa sendiri.
Kita bertemu dengan seorang turis berbahasa Inggris, terus kita tanya, "where are you from, Sir?", dia jawab "I'm from USA". Kita tidak tahu dari mana asalnya karena dia berbahasa Inggris. Kalau kita bertemu dengan seorang turis yang sedang bicara dengan temannya, kita segera tahu, "o....dia dari Perancis, soalnya bicaranya pake hidung......". Bahasa menunjukkan bangsa. Australia, yang baru-baru mengalahkan kesebelasan kita, biar mereka menang, tapi mereka tidak punya bahasa sendiri. di bola kaki boleh kalah, tapi di bahasa kita tetap menang. Hiduuup!!!
Tapi mengapa kita tidak bangga mempunyai bahasa sendiri? Kita malah menghancurkan bahasa sendiri. Artis-artis sebagai publik figur, merupakan salah satu penyebab kehancuran bahasa Indonesia yang benar. Cara mereka berbahasa diikuti oleh anak-anak muda, yang umumnya pengikut/penggemar mereka. Setiap hari mereka mengikuti berita tentang idolanya. Segala yang dipakai oleh idolanya, diikuti, mulai dari cara berpakaian, cara bergaul, cara bicara, sampai dengan cara mereka mengucapkan sesuatu dengan cara anak muda, yang mereka katakan bahasa gaul. Begitu juga dengan pejabat-pejabat kita. Dengarkan bahasa mereka yang "ngakademis", bahasa yang dengan cara itu orang akan menganggap mereka terpelajar, "orang sekolahan". Apakah dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar mereka lantas dianggap tidak "ngelmu", tidak sekolah tinggi?
Tengoklah papan-papan reklame di sekitar kita. Berapa banyak yang menggunakan bahasa Indonesia? Etiket-etiket pada kemasan-kemasan produk, seberapa banyak bahasa Indonesianya? Belilah suatu produk elektronik, telepon genggam misalnya, yang pada kemasannya ditulis "sale in Indonesia only", bukalah cara pemakaiannya, apakah ada petunjuk dalam bahasa Indonesia? (Tetangga sebelah datang kerumah suatu siang, menanyakan cara mengoperasikan sebuah telepon genggam yang baru dibelinya, yang tidak ada petunjuknya dalam bahasa Indonesia sedikitpun, tapi pada kemasan dusnya tertulis "sale in Indonesia only"). Ironis seklai. Sangat ironis. Mereka menganggap semua orang Indonesia, yang tinggal dipelosok negeri sekalipun, bisa berbahasa Inggris. Kasihan bangsaku, disaat bangsa asing giat mempelajari bahasa kita, kita malah ingin menghancurkan bahasa sendiri.....
Di mana fungsi Pusat Bahasa? Apa sih kerjamu? Apa perlu kita mengusulkan pembentukan Komisi Pengawas Bahasa Indonesia? (kaya' KPK gitu, yang bisa nangkap-nangkap pejabat yang tidak berbahasa Indonesia yang baik.... :)) Atau kita usulkan ke DPR untuk membentuk Panitia Khusus Pengawasan Berbahasa Indonesia? Jangan cuma Pansus Century yang ramai mengurus kehilangan 6,7 T. Tapi tidak ada yang mengurusi kehilangan IDENTITAS BANGSA. Kasihan bangsaku......, masihkah kau dikenali dari bahasamu duapuluh tahun kedepan? Wallahu'alam..........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun