Oligarki adalah jenis pemerintahan yang di mana sekelompok kecil orang atau golongan elit memegang kekuasaan politik dan ekonomi. "Oligarki" berasal dari bahasa Yunani, yang berarti "memerintah oleh sedikit orang". Dalam dunia modern, istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada individu atau entitas yang memiliki kontrol yang signifikan atas sumber daya, ekonomi, dan kebijakan negara. Filsuf Yunani Aristoteles menjelaskan oligarki pertama kali dalam bukunya "Politika". Ia membedakan oligarki, monarki, dan demokrasi. Aristoteles menyatakan bahwa oligarki terjadi ketika kelompok kecil yang memerintah demi kepentingan pribadi mereka daripada kepentingan masyarakat luas. Oligarki dapat ditemukan di berbagai zaman di seluruh dunia. Misalnya, di Athena kuno, orang kaya sering mengontrol kekuasaan. Dengan cara yang sama, Kekaisaran Romawi dikuasai oleh keluarga-keluarga bangsawan yang kuat.
Oligarki di Indonesia sering dianggap sebagai ancaman demokrasi yang signifikan. Istilah ini semakin sering digunakan sejak Reformasi untuk menggambarkan situasi di mana sekelompok kecil orang atau kelompok memiliki kekuatan politik dan ekonomi yang signifikan, sering kali mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan publik. Di Indonesia, oligarki terlihat dalam hubungan bisnis dan politik, dengan para pengusaha besar dan politisi yang dekat. Ini berpotensi memicu korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, serta menghambat kemajuan demokrasi yang baik. Terdapat peningkatan kesadaran masyarakat terhadap oligarki dalam beberapa tahun terakhir. Orang-orang mulai mengkritik praktik politik yang dianggap menguntungkan kelompok tertentu. Ini menunjukkan bahwa reformasi struktural diperlukan untuk membuat pembagian kekuasaan lebih jelas dan adil.
Serangkaian tindakan yang diambil oleh pemerintah untuk memecahkan masalah yang ada di masyarakat dikenal sebagai kebijakan publik. Kebijakan ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Anderson menyatakan bahwa kebijakan publik adalah hubungan antara organisasi pemerintah dan lingkungannya yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Terdapat pula Unsur-unsur Kebijakan Publik yaitu:
1. Tindakan Pemerintah: Kebijakan publik melibatkan tindakan pemerintah, bukan hanya rencana atau keinginan.
2. Tujuan Tertentu: Setiap kebijakan memiliki tujuan, baik itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau menyelesaikan masalah tertentu.
3. Konteks Masalah: Kebijakan publik muncul sebagai tanggapan terhadap situasi tertentu yang mengganggu masyarakat.
Pengaruh Oligarki terhadap Kebijakan Publik
 Kekuatan oligarki di Indonesia sangat memengaruhi kebijakan publik, di mana sekelompok elit yang memiliki kontrol atas sumber daya ekonomi yang signifikan dapat mempengaruhi keputusan politik untuk kepentingan mereka sendiri, menyebabkan ketidakadilan dalam pembagian sumber daya, dan memperdalam perbedaan antara kelompok kaya dan miskin. Dengan membangun jaringan kekuasaan yang kuat, para oligark dapat "membajak" ruang politik dalam demokrasi dan birokrasi negara. Akibatnya, kebijakan yang dibuat seringkali tidak memenuhi kebutuhan masyarakat luas, tetapi lebih menguntungkan kelompok oligarki tersebut. Praktik oligarki ini juga dapat mengancam demokrasi dan hak asasi manusia karena ketika segelintir orang memegang kekuasaan politik, hak warga negara untuk berpartisipasi dapat diabaikan, yang menghasilkan kebijakan yang tidak merata dan tidak adil. Akibatnya, untuk mencapai keadilan sosial dan pemerataan ekonomi, diperlukan reformasi kebijakan yang lebih inklusif dan transparan, serta upaya untuk mengurangi dominasi oligarki dalam sistem politik dan pemerintahan.
Dampak Oligarki pada Kebijakan Publik
 Di Indonesia, oligarki memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan publik, yang tercermin dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, dan politik. Pertama, oligarki menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang tajam, karena kekayaan dan sumber daya terkonsentrasi pada kelompok elit kecil, meningkatkan perbedaan antara yang kaya dan miskin, dan mengurangi akses masyarakat terhadap peluang ekonomi. Selain itu, sistem oligarki cenderung rentan terhadap praktik korupsi dan nepotisme, di mana para elit menggunakan kekuasaan mereka untuk mempertahankan posisi mereka dan memperluas pengaruh mereka, yang merusak integritas posisi mereka sebagai pemerentah. Selain itu, kebijakan publik sering dibuat untuk menguntungkan kelompok tertentu, yang menyebabkan distorsi dalam regulasi ekonomi atau pajak yang menguntungkan perusahaan besar. Akibatnya, ketidakstabilan ekonomi muncul karena kebijakan yang hanya memenuhi kepentingan kelompok tertentu dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Oligarki juga bertentangan dengan demokrasi, yang menginginkan kekuasaan diberikan secara merata kepada semua orang. Ketika sekelompok kecil elit memegang kekuasaan, proses demokrasi terhambat dan partisipasi politik rakyat terbatas. Terakhir, oligarki di Indonesia memiliki kecenderungan untuk memprioritaskan kepentingan pribadi mereka dan sering mengabaikan kebutuhan jangka panjang negara seperti investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Akibatnya, oligarki menciptakan tantangan yang signifikan bagi pembentukan kebijakan publik yang adil dan inklusif, dan mereka berpotensi memperburuk ketidakadilan sosial dan menghalangi kemajuan demokrasi dan kesejahteraan.
Tantangan dan Implikasi bagi Demokrasi
Saat ini, demokrasi di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang dapat mengganggu kualitas dan kelangsungan sistemnya. Pertama, korupsi masih merupakan masalah besar yang menghambat kemajuan dan pembagian sumber daya yang adil, merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan merusak integritas pemerintahan. Selain itu, sangat penting untuk melakukan upaya untuk meningkatkan akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan perlindungan hak pekerja karena ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang persisten antara kelompok masyarakat dapat mengancam stabilitas dan keseimbangan sosial. Selain itu, pelanggaran hak asasi manusia masih sering terjadi, terutama terhadap kelompok minoritas dan kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, hak-hak ini harus diperkuat untuk memastikan bahwa keadilan berlaku untuk semua warga negara. Untuk menangani ancaman radikalisme dan ekstremisme, yang dapat mengancam stabilitas bangsa, diperlukan strategi yang melibatkan pendidikan dan diskusi agama. Karena tidak semua orang memiliki akses yang sama ke pendidikan politik dan informasi di seluruh lapisan masyarakat, mereka juga kurang terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan politik. Sebagian besar masyarakat tidak mengetahui informasi yang diperlukan untuk terlibat secara efektif dalam diskusi publik karena kurangnya pengetahuan politik. Selain itu, politik identitas sering digunakan untuk mendapatkan dukungan politik, tetapi dapat memperburuk konflik di masyarakat. Penggunaan masalah SARA dalam politik berpotensi menimbulkan ketegangan dan konflik antar kelompok. Terakhir, pragmatisisme politik yang berlebihan dapat menyebabkan praktik politik yang tidak sehat dan merusak integritas sistem demokrasi. Untuk mengatasi masalah-masalah ini, pemerintah, masyarakat sipil, dan berbagai pihak lainnya harus bekerja sama untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan menjaga prinsip-prinsip dasar seperti transparansi, partisipasi, dan kebebasan.