Mohon tunggu...
Farid Hardiansyah
Farid Hardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Pemula

Penikmat Kopi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jalan Terjal Demokrasi di Indonesia

21 Agustus 2024   21:41 Diperbarui: 21 Agustus 2024   22:06 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu Presiden telah usai bulan Februari 2024 yang lalu dengan proses politik yang banyak menuai pro dan kontra dimasyarakat, baik dalam pra pencalonan, masa kampanye maupun setelah proses pemilihannya.

Pertanyaan mendasar dari penulis ialah "Kemana arah demokrasi republik ini akan dibawa?". Sebelum menjawab pertanyaan ini, muncul pertanyaan lanjutan dari pertanyaan tersebut yaitu "Siapa yang membawa arah demokrasi itu?".  2 pertanyaan ini menjadi penting pada hari ini untuk menilai pesta demokrasi tempo hari dan beberapa bulan yang akan datang.

Salah satu pilar penting dalam demokrasi ialah Hak untuk dipilih dan memilih yang diwujudkan dalam suatu pemilihan umum. Lumrah sekali dalam sebuah negara mengadakan pemilihan umum untuk memilih pemimpinnya dengan berbagai macam cara salah satunya pemilu. Pemilu menjadi salah satu proses politik bagi suatu negara untuk melegitimasi dan melabeli negara tersebut disebut sebagai negara yang berdemokrasi. Semangat demokrasi dalam Pemilu untuk mewujudkan pemilihan yang berkualitas haruslah berlandaskan prinsip Luber Jurdil. Prinsip yang selalu digaungkan oleh para elite politik bangsa ini, yang penulis ragu ini merupakan suatu prinsip atau sebuah angan-angan? Semoga saja, prinsip tersebut tidak hanya menjadi sampul cantik dalam peraturan undangan-undangan semata.

Berbicara hak untuk dipilih dan memilih, ini merupakan satu kesatuan frasa yang tidak dapat dipisahkan. Ketika ada seorang dipilih, maka harus ada yang memilih. Logika sederhananya, baik orang yang dipilih dan memilih harus memiliki proporsionalitas kualitas yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kualitas orang yang dipilih dan memilih maka berkorelasi terhadap tingkat kemajuan demokrasi negara ini.

Mari berpikir dan menganalisa secara sederhana, hampir 200 juta rakyat yang memiliki hak suara akan menentukan pilihannya untuk memilih calon pemimpin yang akan dipilih. Wow, baik dari segala segmentasi masyarakat, latar belakang, kondisi ekonomi, suku dan budaya memiliki hak yang sama untuk menentukan pilihan. Lagi-lagi pertanyaannya, Proses politik ini bukan hanya tentang kuantitas coblos mencoblos, namun apakah kualitas proses politik ini sudah baik?

Belum selesai gonjang-gonjing pilpres bulan februari yang lalu bahkan Presiden dan Wapres terpilih belum dilantik, hari ini rakyat kembali disuguhkan lelucon para pemangku kepentingan politik  yang seakan-akan mereka sudah tidak merasakan urat-urat pentingnya hukum dan berlakunya demokrasi dengan "menganulir" Putusan MK dalam rangka Pilkada serentak bulan November mendatang. 

Alih-alih menghormati Putusan MK yang bersifat final and binding, para wakil rakyat yg ada diparlemen seakan-akan mengkebiri keputusan mahkamah tersebut. Untuk kepentingan apa? Ya jawabannya, "tanya mereka-mereka saja. Kok nanya saya". Jawaban ini saya kutip dari pernyataan yang berulang kali dipakai presiden dalam menjawab berbagai pertanyaan di awak media.

Sungguh ironi, beratnya perjuangan lepas dari jaman orde baru dengan buah lahirnya era reformasi yang bertujuan untuk demokratisasi sistem politik di Indonesia.

At the end, penulis berpendapat bahwa negara harus berkewajiban memberikan pendidikan politik yang baik bukan untuk rakyat namun juga kepada para pemangku jabatan politis. Mungkin itu bisa membuat proses politik jauh lebih baik dan jalan demokrasi bangsa ini akan terjaga dengan baik.

Lekas sembuh negeri ku, dari penyakit rakus para penikmat kekuasaan....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun