Diskursus tentang Sunda Wiwitan beberapa waktu belakangan ini kembali mengemuka dalam beberapa time line platform media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram dan layanan pesan singkat Whatsapp, baik melalui grup-grup yang ada, maupun pesan berantai yang sengaja dibuat.
Paling tidak, ada dua peristiwa penting terkait hal ini. Pertama, peristiwa eksekusi lahan milik penganut Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Kedua, pidato Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dalam sebuah acara yang digelar oleh Paguyuban Pasundan di Purwakarta.
Untuk peristiwa pertama, banyak pihak yang menaruh simpati kepada mereka yang tengah berjibaku mempertahankan hak tanah adat yang diwariskan secara turun temurun. Hak ini terancam dirampas dibawah bayang-bayang palu sidang Hakim Pengadilan Negeri Kuningan.
Untuk peristiwa yang kedua, sifatnya lebih bersifat 'spin' atau pelintiran. Isu lama yang kembali mendapatkan momentumnya. Karena kita ketahui, Jawa Barat sebentar lagi menghadapi Pemilihan Gubernur. 'Makanan Basi' pun rela dikunyah demi hawa nafsu kampanye hitam yang mendeskreditkan salah satu bakal calon---dalam hal ini Dedi Mulyadi---yang digadang akan maju dalam kontestasi lima tahunan itu.
Lalu apakah 'dosa' Sunda Wiwitan sehingga dianggap najis oleh sebagian kalangan. Filosopi yang secara terminologi memiliki makna Sunda Awal ini seolah tabu untuk dibicarakan, apalagi dijadikan pedoman perilaku oleh mereka yang masih memegang teguh tradisi. Lagi-lagi 'Islam Kaffah' menjadi diskursus tandingan, dipaksa dijadikan anti-tesa, digunakan sebagai alat untuk lontaran tuduhan 'Kafir' dan 'Musyrik'.
Peluang Substansi Keislaman yang Tercecer
Dalam kondisi peradaban manusia yang menurut wahyu berbagai Agama Samawi telah dimulai sejak peristiwa turunnya Nabi Adam AS dari Surga ke Bumi sampai dengan diutus Baginda Rasulullah Muhammad SAW sebagai Khaatamin Nabiyyiin, sebenarnya banyak sekali utusan Allah diantara zaman panjang keduanya.
Agama Islam mewajibkan penganutnya untuk mengetahui 25 Nabi dan Rasul yang pernah diutus oleh Allah. Jumlah ini tentu saja sangat sedikit jika dibandingkan dengan informasi yang kita peroleh dari berbagai Kitab Tafsir al Qur'an dan Kitab yang menceritakan tentang Ushuluddin atau Pokok-pokok Agama Islam yakni sebanyak 124 ribu orang Nabi dan Rasul.
Allah SWT memberikan gambaran tentang kesinambungan pengutusan Nabi dan Rasul yang Dia lakukan. Firman Allah dalam Surat al Mu'minuun : 44
"Tsumma arsalnaa rusulanaa tatraa" (Al Mu'minuun : 44)
"Maka kami mengutus para rasul itu secara berturut-turut," (Al Mu'minuun : 44).