Mohon tunggu...
Farid Farhan
Farid Farhan Mohon Tunggu... Freelancer - .

Belajar Menjadi Manusia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menelisik Teknik "Buka Lapak" ala Nusron Wahid

22 Agustus 2017   13:16 Diperbarui: 23 Agustus 2017   01:48 2977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nusron Wahid, Source : Tribunnews

Anugerah yang dimiliki oleh Dedi tidak dimiliki oleh nama lain yang menjadi kandidat bakal calon Gubernur Jawa Barat. Bolehlah elektabilitas tinggi, tetapi mereka tidak mampu membangun konsolidasi antar partai. Beberapa malah memposisikan diri sebagai "panganten" (pengantin) yang terima beres untuk ikut dalam resepsi pernikahan sebagai pasangan mempelai. 

Di internal DPP Partai Golkar, ternyata tidak semua orang menyukai tren yang dimiliki oleh Dedi Mulyadi ini. Boleh jadi, Nusron Wahid adalah salah satu diantaranya. Saya sendiri menduga bahwa ada persoalan yang belum selesai secara personal antara Dedi Mulyadi dengan Nusron Wahid. Sebab secara mekanisme internal, langkah per langkah yang harus ditempuh oleh Dedi Mulyadi di Partai Golkar telah selesai. Hasilnya adalah keputusan Rapimda DPD Golkar Jawa Barat yang saya sampaikan diatas. 

Sikap Nusron yang terus mendegradasi Dedi Mulyadi ini sebenarnya aneh, sebab dia merupakan Koordinator Bidang Pemenangan Partai Golkar Wilayah I, Jawa dan Sumatera. Bendera Partai Golkar telah berhasil Dedi kibarkan di pelosok Jawa Barat. Hasilnya, partai berlambang pohon beringin ini berhasil menjadi partai yang memiliki elektabilitas paling tinggi di Jawa Barat, sebuah daerah "seksi", karena selalu menjadi rebutan dalam setiap momen kontestasi politik nasional. 

Jika bicara karakter personal, sepanjang yang saya ketahui, Dedi Mulyadi adalah seorang pribadi yang tidak bisa "diolah". Dia lurus dan profesional dalam tugas-tugas yang diemban sehari-hari, baik sebagai Bupati Purwakarta maupun sebagai Ketua DPD Golkar Jawa Barat. Dalam kapasitasnya sebagai seorang ideolog pun, ia jauh dari kehidupan pragmatis dan transaksional. 

Keteguhan Dedi Mulyadi dalam sikapnya inilah menurut hemat saya, menjadikan Nusron Wahid memilih jalan media untuk membangun nilai bargain (tawar) dengan Dedi Mulyadi. Nusron mulai "buka lapak" untuk kader internal Golkar yang lain, bahkan personalia diluar Golkar, dalam hal ini Ridwan Kamil. 

Amplifikasi Para Pengamat

"Blunder" besar Nusron Wahid ini rupanya disambut oleh kompetitor. Para pengamat mulai mengemukakan pembenaran atas "ocehan" yang dia lemparkan melalui naskah tertulis itu. Terkait pengamat, hari ini kita sudah sangat sulit mencari pengamat yang bebas nilai. Sebagian diantara mereka sudah "dengdek topi" (memiliki preferensi masing-masing) saat menelaah sebuah isu yang berkembang. 

Mulai dari isu agar Partai Golkar menang di Pemilu 2019 maka harus bergabung dengan bakal calon Gubernur Jawa Barat dengan elektabilitas tertinggi dan isu bahwa Ketua DPD Partai tidak otomatis akan dicalonkan dalam perhelatan politik kini mengemuka dan mulai menggerus mainstream milik Dedi Mulyadi di Partai Golkar yang kadung positif. 

Bicara Pemilu 2019, para pengamat ini nampaknya lupa pada hasil survei yang dirilis oleh Saiful Mujani Research and Consulting yang menempatkan Partai Golkar dengan elektabilitas tertinggi di Jawa Barat. Kemudian, bicara Ketua DPD, Dedi Mulyadi ini satu-satunya kader partai di Jawa Barat yang memiliki elektabilitas paling moncer, jauh diantara para Ketua DPD partai yang lain. 

'Alaa Kulli Haal, inilah dinamika yang dihadirkan oleh oknum elit partai yang berkongsi dengan entah siapa untuk bekerja sama dengan media dan para pengamat itu. Semoga dinamika ini bersifat mendewasakan dan memberikan pelajaran bahwa idealisme dalam berpolitik masih diatas segalanya jika dibandingkan dengan ketebelece lari-lari cantik pragmatik dan transaksional. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun