Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan saya sebelum ini, masih tentang Nusron Wahid. Sosok yang selalu tampil cetar membahana badai melalui pernyataan yang ia lontarkan. Jika kemarin saya melihat dalam konteks dirinya sebagai Koordinator Pemenangan Partai Golkar Wilayah I meliputi Jawa dan Sumatera. Kali ini saya ingin melihat dalam konteks yang lain.Â
Yakni cara positioning isu Partai Golkar di Jawa Barat yang Nusron lemparkan ke media. Pada Jum'at (18/8/2017), di saat seluruh awak media terfokus liputan kegiatan Rapat Kerja Nasional DPP Partai Golkar di Bogor, Nusron mengirimkan keterangan tertulis ke seluruh media mainstream di Jakarta. Padahal, biasanya, dalam setiap acara resmi DPP Partai Golkar, personalia yang menjadi corong kegiatan biasanya Ketua Umum atau Sekjend.Â
Nusron Wahid melakukan "potong kompas", dia melakukan "placement" naskah berita yang dia inginkan agar menghiasi time line media di hari itu. Maka tidak heran, jika kita lebih dahulu mengetahui berita statement Nusron Wahid yang mengatakan masih terbuka kemungkinan Partai Golkar mencalonkan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat dan Kader Golkar dalam hal ini satu diantara Walikota Bekasi Rahmat Effendi, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan Anggota DPR RI Daniel Muttaqien Syafiudin sebagai pendampingnya.Â
Sementara statement Sekjend DPP Partai Golkar Idrus Marham dengan mainframe isu yang sama yakni Pilgub Jawa Barat 2018 yang memiliki kesan lebih netral baru kita ketahui belakangan, saat siang dan sore hari. Ini karena para jurnalis di lapangan memerlukan waktu untuk menulis berita sebelum mengirimnya ke redaksi masing-masing media.Â
"Placement Media" adalah langkah lumrah yang selalu dilakukan oleh politisi dalam rangka penggiringan opini. Menggerus satu mainstream opini untuk digantikan dengan mainstream opini yang lain. Cara ini biasanya dilakukan dengan pendampingan dari mereka yang dekat dengan media, jika bukan konsultan media, pasti konsultan politik. Tak heran, para redaktur masih memegang etika jurnalistik dengan menulis "berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta" pada setiap berita Nusron yang ramai hari itu.Â
Gerus  Mainstream Dedi Mulyadi, Munculkan Mainstream Baru
Bicara mainframe isu Partai Golkar tentang Pilkada Jawa Barat 2018 sebelum ramai "celotehan" Nusron Wahid, tentu hanya ada satu nama yang menjadi pembicaraan media mainstream. Nama itu tak lain adalah Dedi Mulyadi sebagai Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat.Â
Hal ini secara internal, media merujuk pada keputusan Rapat Pimpinan Daerah Partai Golkar Jawa Barat yang dilaksanakan pada 26 April 2017 di Karawang yang menyatakan bahwa Dedi Mulyadi adalah bakal calon tunggal Gubernur Jawa Barat dari DPD Partai Golkar Jawa Barat untuk direkomendasikan kepada DPP Partai Golkar.Â
Pasca Rapimda digelar, gosip dengan tema Pilgub Jawa Barat tidak pernah lepas dari Dedi Mulyadi. Beberapa gosip ini kembali menjadi konsumsi media mainstream, mulai dari akan berpasangan dengan Rieke Dyah Pitaloka dari PDIP, Dessy Ratnasari dan Bima Arya dari PAN, terakhir, Dedi Mulyadi diisukan akan berpasangan dengan Puti Guntur Soekarno, cucu dari Proklamator RI, dari PDI Perjuangan.Â
Dedi Mulyadi memang seksi menjadi arus utama pemberitaan, selain memiliki bekal 17 kursi di DPRD Jawa Barat, tren elektabilitasnya pun terus menanjak dengan kenaikan signifikan. Artinya dia seorang kader yang memiliki bekal paling lengkap, selain back up politik partai, juga magnet elektoral secara personal. Hasil ini dia peroleh dalam kondisi, belum teranalisa pola komunikasi natural yang dia lakukan di tengah masyarakat pedesaan.
Jika simpul-simpul Dedi Mulyadi di pedesaan itu turut pula disurvei secara profesional---saya yakin sudah pernah ada yang melakukan ini---maka sebenarnya dapat dipastikan Dedi Mulyadi leading dalam raihan suara dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat nanti.Â