Mohon tunggu...
Nurul Farida Wajdi
Nurul Farida Wajdi Mohon Tunggu... -

insan dhoif yang berharap hidupnya diberkahi dan bermanfaat bagi semua

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sastra Pesantren "JADZAB"

17 Juni 2012   03:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:53 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Usman Arrumy - Devie Sarah Khan - Amna Milladiyah - Sekar Aisha Nahdhia - Mawar Merah - Cahaya Langit - Nurul Farida Wajdi - Hasan Ben Ali - Ella Ainayya - Muhammad Ufi Ishbar Noval - Ita Rosyidah Miskiyyah - Nabila Munsyarihah - Violet Angel - Nada Haroen - Ami Kafie - Azzqie Adawiyah - Awy' Ameer Qolawun - Dian Nafi Endrosment : Ibu Nyai.H.Lilik Qurratul Ishaqiyah (Pengasuh Pondok Pesantren Langitan) "Sebagian dari mutiara-mutiara dunia dengan pantulan sinarnya, menembus cakrawala dengan keindahan kata dan keindahan pribadi nyata. Puisi ini adalah jeritan dan gambaran hati. dan Allah-lah yang Maha Tahu. Wallahu a'lam Bisshowab." Pengantar : Dr.Suwardi Endraswara, M.Hum (Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta) "Judul antologi 'JADZAB', sungguh sebuah pilihan yang menjadi ruh puisi-puisi yang lain. hidup ini barangkali memang sedang menjadi jadzab. entah sampai kapanpun, manusia diliputi jadzab. manusia seakan tersihir oleh dunia, hingga lupa pada jadzab. kalau jadzab itu seorang sufi, mungkin sudah di atas Sunan kalijaga. Yang paling penting, melalui puisi yang termuat dalam antologi ini, mudah-mudahan pembaca dapat melihat jadzab ini secara proporsional. Hidup ini tidak sekedar permainan tanpa akhir, itulah kira-kira. Saya tidak menduga, kalau para santriwan lan santriwati ternyata juga piawai merangkai titik menjadi kata, kata melebur jadi garis, garis menjadi takdir, takdir terurai lewat keindahan bahasa. Sungguh sulit kalau saya harus cermati satu persatu. Namun, dari pembacaan saya dengan santai, dapat saya petik harapan bahwa semua penyair ini memang memiliki bakat. Mereka memiliki intelektualitas dan religiusitas tingkat tinggi. puisi-puisi yang tersaji ini dekat dengan sebuah pencarian 'cahaya surgawi'. Puisi muhasabah, dzikir, dusta, sujud, dan takbir adalah potret upaya penyair menemukan 'ada yang tiada'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun