Mohon tunggu...
Farida Hassanah
Farida Hassanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

hallo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Post-Truth Dulu dan Sekarang - Farida

20 Mei 2024   16:56 Diperbarui: 20 Mei 2024   17:17 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Post-Truth Dulu dan Sekarang

Oleh Syamsul Yakin dan Farida Hassanah

Pengasuh pondok pesantren Darul Akhyar Parung Binggung kota Depok dan Mahasiswa UIN Jakarta

Post-Truth baru saja terjadi. Tidak ketika media online seperti media baru, media sosial, dan social network di genggaman. Kebenaran demi kebenaran tidak bermula dari jari, dunia digital, ruang maya atau apa pun secara online, tetapi dimulai dari hati manusia sejak dahulu kala. Kebohongan yang disamarkan sebagai fakta sudah terjadi sejak zaman Nabi SAW. Jadi posttruth adalah perilaku lama dalam kemasan baru. Informasi tentang apa yang ada setelah kebenaran dapat diambil dari keterangan Nabi SAW berikut ini.

Dari hadis Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: "Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan. Pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berceloteh". Ada yang bertanya, "Apa yang dimaksud dengan Ruwaibidhah?" Nabi SAW menjawab : "Orang bodoh yang mencampuri urusan masyarakat" (HR. Ibnu Majah)

Jika pembohong dibenarkan sedangkan orang jujur dibohongi, ini jelas merupakan renungan yang sudah terjadi sejak dulu. Masyarakat tidak bisa lagi mendikte pendapat sumber berita yang berkualitas. Mereka percaya pada penipuan yang mempermainkan emosi dan akal sehat. Jelas kebenaran demi kebenaran telah lama mampu mengalahkan rasionalitas. Tentu saja, jika dibiarkan, hal ini akan mengancam kohesi sosial, laju pembangunan, serta supremasi dan kemandirian bangsa.

Secara psikologis, kebenaran demi kebenaran berturut-turut muncul dari ketakutan akan kejujuran orang lain dan ketakutan kalah dalam persaingan, seperti kelemahan dalam pengendalian kepribadian, pengetahuan dan kerja keras. Post-truth adalah potret orang-orang kalah yang memaksakan diri untuk menang meski ada intrik, agitasi, dan kampanye hitam. Oleh karena itu, pembohong dibenarkan, tetapi orang jujur dibohongi. Tidak dapat dipungkiri bahwa praktik politik modern telah mengalami kebenaran demi kebenaran.

Selanjutnya, ketika pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang dapat dipercaya dipandang sebagai pengkhianat, hal ini menunjukkan bahwa anti-humanisme bukanlah inti dari media sosial. Meskipun demikian, sejarah menunjukkan bahwa penipuan, berita palsu, dan ujaran kebencian adalah hal biasa bahkan sebelum berkembangnya media yang terkonsentrasi. Dengan kata lain, Internet pada dasarnya bersifat humanistik, demokratis, dan pluralistik. Namun sayangnya, di era disrupsi ini, banyak orang yang diserang tanpa mengetahui siapa yang menyerang. Seseorang tertipu tanpa mengetahui si penipu.

Kondisi demikian diperparah dengan kemunculan Ruwaibidhah. Ruwaibidhah adalah perwakilan masyarakat internet yang lugas, munafik, antisosial, dan menyebalkan. Ruwaibidhah adalah musuh bangsa, bahkan peradaban. Di tengah ada Ruwaibidhah yang sejatinya terpinggirkan dari sosok strikernya. Hanya melalui kemampuan retorikanya ia mampu mengendalikan situasi, baik ekonomi maupun politik. Ruwaibidhah inilah yang telah mencoreng muka media sosial dan hendaknya digunakan secara bijak dan sebaik-baiknya.

Untuk memenangkan perlombaan ini, kita harus memiliki pola pikir progresif dan sifat futuristik, menyadari pepatah lama "besok adalah hari ini". Bukan sebaliknya, sehingga romantisme tradisional tetap berpegang pada judul "kemarin adalah hari ini". Jika tidak, kita akan dihancurkan oleh katalis perubahan yang liar dengan kecepatan nanodetik. Ingat, ketika platform berubah, kita juga harus berubah. Terlebih lagi, di era digital kita harus bertransformasi dari "penumpang" menjadi "pemimpin".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun