Mengetahui fakta bahwa masih ada orangtua memandang tabu membicarakan isu seksual di dalam rumah kepada anak-anak mereka membuat saya bertanya apakah yang membuat mereka enggan? Apakah orangtua masih kurang pemahaman pendidikan seksual? ataukah bingung bagaimana cara menyampaikannya?.Â
Lalu saya teringat pada orangtua saya sendiri, saat saya beranjak remaja mereka sering menyampaikan hal seperti ini "kamu perempuan nak, kamu harus bisa jaga diri ya". Dan teringat juga saat mengetahui kabar dari televisi maupun lingkungan sekitar jika ada remaja perempuan yang sudah hamil sebelum menikah, orangtua saya langsung memberikan peringatan dengan nada tegas "kamu nggak usah coba-coba nanti juga kalau sudah menikah tahu rasanya, jangan seperti dia, itu merusak masa depan sendiri nggak bisa jaga diri".Â
Pada waktu remaja saya memberikan tanggapan yang minim saat orangtua memberikan nasihat seperti itu bahkan cenderung menganggap orang tua terlalu cerewet dan khawatir berlebihan karena hampir setiap ada kesempatan nasihat semacam itu mereka ulang dengan nada serupa. Akan tetapi saya merasa beruntung orangtua saya tidak pernah bosan mengingatkan ketiga putrinya untuk menjaga diri "jangan coba-coba melakukan aktivitas seksual sebelum menikah karena merugikan masa depan".Â
Nasihat baik yang sudah terbukti berhasil diterapkan oleh orangtua saya kepada anak-anak perempuannya. Akan tetapi jika saya mencoba merefleksikan di masa dewasa saat ini sepanjang saya menjalani masa remaja, saya menjadi yang kurang luwes bergaul dan menjadi takut berlebihan apabila terlalu dekat berteman dengan lawan jenis. Saya pun bertekad untuk memberikan pendidikan/ pengetahuan tentang seksual kepada anak saya nanti dengan cara yang lebih menyenangkan.Â
Akan tetapi melihat situasi darurat saat ini dimana semakin banyak usia anak menjadi korban pelecehan, pencabulan, kekerasan, dan rudapaksa membuat saya juga bertanya apakah harus menunggu sampai usia remaja baru anak saya dapat diajak diskusi mengenai seks. Apakah tidak terlalu lama edukasinya? sementara itu saya juga banyak terpapar dengan isu anak yang menjadi korban pelecehan seksual di pekerjaan.Â
Belum lama ini saya mendapati cerita bahwa ada anak perempuan usia 5 tahun, ia masih bersekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) yang sehari-harinya diantar jemput oleh ojek langganan keluarga ke sekolah namun mengeluhkan ke ibunya bahwa alat kelaminnya sakit, setelah menjalani pemeriksaan medis diketahui anak perempuan tersebut mengalami pencabulan dan miris yang melakukan adalah tukang ojek langganannya setiap perjalanan pulang dari sekolah dengan cara menggesekan jari ke alat kelamin anak perempuan itu entah sejak kapan.
Begitu sakit hati dan menjijikan saya membayangkannya. Tega sekali laki-laki dewasa itu padahal dia sudah mendapat pekerjaan dan kepercayaan dari keluarga anak perempuan tersebut. Apa yang sudah terjadi memang tidak bisa diubah ceritanya. Kesal dan jijik mengetahui cerita itu tidak merubah fakta yang ada, saya hanya bisa mendoakan semoga anak perempuan tersebut dapat segera pulih dan kuat melewati traumanya.Â
Pembelajar yang beruntung adalah orang yang dapat belajar dari pengalaman orang lain agar pengalaman buruk orang lain tidak sampai menimpa dirinya pun pengalaman berhasil orang lain dapat mengantarkannya kepada keberhasilan yang diharapkan juga. Berdoa agar diri sendiri maupun orang-orang tersayang terhindar dari orang yang berniat jahat serta situasi membahayakan sudah pasti, namun sebagai orang tua kita perlu menambah wawasan sebagai ikhtiar dalam menjaga putra-putri kita di rumah.Â
Sayangnya banyak mitos yang beredar luas bahwa pendidikan seksual hanya tepat didiskusikan oleh suami istri, walaupun diajarkan kepada anak hanya layak disampaikan pada usia remaja adapun yang juga beranggapan dengan mendiskusikan pendidikan seksual semakin mendorong para remaja ingin mencoba aktivitas seksual. Dan yang paling umum saya dengar adalah pendidikan seksual merupakan tugas sekolah bukan orang tua.Â
Begitu keliru semua pernyataan di atas, yang saya pahami adalah tanggung jawab orang tua tidak hanya terbatas oleh pemenuhan materi saja, namun pada segala aspek kehidupan anaknya. Sebelum anak masuk pada usia dewasa orang tua yang utama, dan tenaga pendidik sebagai pendukung harus terus merawat, membina, membimbing, dan melindungi agar anak sehat dan sejahtera baik fisik, emosional, intelektual, sosial, dan seksualnya.Â