Mohon tunggu...
Farid Abdullah Lubis
Farid Abdullah Lubis Mohon Tunggu... Lainnya - Islamic Communications and Broadcasting Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta

Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-aji, Sugih Tanpo Bondho ~ Hanya seorang pelajar yang ingin terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hirapnnya Jati Diri HMI Karena Tak Relevan Dengan Zaman

13 Februari 2023   03:28 Diperbarui: 13 Februari 2023   06:57 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mari kita sedikit bermuhasabah diri, selama organisasi mahasiswa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini berdiri, apa yang sudah diberikan sebagai sumbangsih kita dari setiap diri kader HMI untuk bangsa Indonesia? 

Mungkin diantara kita pasti menjawab, tentu ada, misanya saja kita mendistribusikan kader-kader terbaik untuk masuk kejajaran pemerintahan dan menjadi tokoh di Indonesia, ya mungkin itu jawaban yang semua orang bisa lontarkan walaupun orang itu bukan kader HMI. 

Sekarang coba kita refleksikan dahulu, selama HMI berdiri pada tanggal 5 Februari 1947 hinggal pertanggal 5 Februari 2023 lalu, apakah cita-cita dari ayahanda Lafran pane sebagai pelopor berdirinya HMI sudah terealisasikan oleh tiap-tiap kader HMI masa kini?

Kita pasti ingat sejarah perjuangan HMI karena tak pernah absen sebagai materi di semua tahapan perkaderan, baik itu LK 1, LK 2, LK 3 bahkan dijenjang non formalnya seperti SC dan LKK. 

Dalam AD/ART HMI sudah tertera jelas, bahwa ada 2 butir tujuan dan semangat awal HMI berdiri atas semangat KeIndonesiaan dan KeIslaman yaitu, mempertahankan Negara Republik Indonesia dan Mempertinggi derajat rakyat Indonesia dan yang kedua menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Yang dimana dua semangat dan angan ini diharapkan bisa terus diperjuangkan dan menyemai dalam semangat setiap kader HMI entah itu dengan gagasannya ataupun dengan tindakannya.

Diusia ke 76 ini, HMI sudah tak bisa dikatakan sebagai organisasi muda dan baru. Dari sebelum kemerdekaanpun HMI sudah memberikan gagasan dan taklupa dengan implementasi dari gagasan itu dengan nyata. Terbukti pada masa penjajahan kader HMI saat itu turut andil dalam memerangi penjajah. 

Dengan rahmat Allah SWT akhirnya masyarakat Indonesia bisa merasakan suatu kebebasan dari belengu atau tempurung bak kata Ketua Umum PB. HMI, saudara Raihan Ariatama dalam tulisannya yang berjudul "Catatan Refleksi 76 Tahun HMI, Keluar dari Tempurung".

Menurut saya, fenomena itu sekarang hanya sebagai romantisme sejarah dan tak akan pernah terjadi lagi. Tak ada yang tau apa pikiran ayahanda Lafran Pane saat itu hingga terpikirkan olehnya mengajak dan mengumpulkan kawan-kawannya disatu ruangan dengan pembahasan tentang mendirikan organisasi mahasiswa Islam yang akan menjadi organisasi mahasiswa yang memberikan sumbangsih kepada bangsa ini. 

Apa mungkin Lafran Pane teringat jika dalam perjalanan panjang bangsa ini tak lepas dari peran anak mudanya? Ya itu mungkin masuk akal karena faktanya memang begitu dan tak bisa kita nafikkan.

Tapi bagaimana keadaan kader HMI hari ini yang masih belum bisa lepas dari bayang-bayang nama besar kakandanya dulu? Apa pada saat kita melakukan LK 1 (Basic Training) tak diajarkan namanya Kesadaran? 

Kesadaran bahwa mereka sudah tiada, kesadaran bahwa apa yang terjadi dimasa lampau, sekarang hanya menjadi kisah yang akan terus didongengkan kepada setiap orang untuk merekrutnya sebagai kader HMI, Bahkan kesadaran jika HMI dimasa sekarang bergantung kepada setiap kader yang katanya selalu mendominasi dan paling banyak di Indonesia, Apa kita sadar itu?

Dewasa kini, jangan pernah kita gaungkan refleksi, introspeksi dan perenungan terus menerus. Harusnya kita sadar bahwa refleksi itu hanya kata romantisme yang digunakan setiap kader yang haus akan jabatan dan kekuasan. Karena pada nyatanya, seiring berjalannya waktu HMI terus mengalami kemunduran atau degradasi cukup signifikan baik dari aspek pergerakan maupun perkaderannya, tapi apakah kita sadar akan hal itu? Saya rasa Ketua Umum PB HMI, saudara Raihan Ariatama dan jajaran pengurus harusnya sadar dan mengakui nya.

Kita itu selalu larut pada konflik kepentingan atau conflict of interest yang di tataran Pengurus Besar bahkan sampai komisariat sebagai akar rumput perkaderan merupakan fakta yang sekali lagi, kita tak bisa mengelak dan menutup mata. Tentu ini menjadi benalu bagi proses perkaderan, yang mengakibatkan keroposnya kondisi internal HMI dan dampaknya tiap kader tidak bisa menanggapi keadaan dieksternal sebagai jawaban problematika umat dan bangsa. Sehingga tidak muluk jika 44 indikator kemunduran HMI bertambah dan menjadikan HMI tak menawan atau memikat mahasiswa untuk daftar serta berproses menempah diri di HMI.

Pantaskah HMI dibubarkan?

Dihadapkan dengan realitas hari ini, mungkin pernah terlintas dibenak kita, apa sudah sepatutnya HMI bubar? Tentu ini akan menimbulkan pro kontra untuk menanggapinya. Tapi itu pernah diucapkan secara langsung oleh salah satu kader terbaik dari Rahim HMI Cabang Ciputat, Alm. Ayahanda Nurcholis Madjid, semoga ayahanda selalu bisa tersenyum dan mungkin entah harus bangga atau kecewa melihat adindanya sekarang terus bakuhantam untuk merebutkan jabatan dan kekuasaan demi kepentingan pribadi. Cak Nur pernah berkata,"HMI sebaiknya dibubarkan saja, agar tidak menjadi bulan-bulanan dan dilaknat, Ternyata perkaderan HMI tidak semuanya membuahkan hasil yang baik, memang banyak kader HMI yang bersih, tapi koruptor juga banyak dari HMI," kata Nurcholish Madjid dalam Seminar Kepemimpinan dan Moralitas Bangsa di Auditorium LIPI, Jakarta, 13 Juni 2002.

Begitu banyaknya konflik internal, seringnya menjual nama senior ataupun kader sendiri, kemudian menghalalkan semua cara untuk mencapai kepentingan pribadi, sampai acapkali lupa tugas utamanya sebagai mahasiswa dan sebagai hamba yang itu menjadi faktor utama dari kehancuran HMI sendiri. Jadi bisa ditarik benang merah bahwa HMI hancur bukan karna faktor eksternal, tapi malah karena faktor internalnya sendiri.

Dewasa ini, kita bisa melihat bahwa seharusnya tanda dan faktor kemunduran HMI yang sudah dirangkum oleh alm. Agussalim Sitompul dalam bukunya yang berjudul "44 Indikator Kemunduran HMI" bisa menjadi tamparan bahwa harusnya dari tataran tertinggi sampai ke akar rumput bisa menjawab dan mencari solusi agar 44 indikator itu bisa berkurang bukan malah bertambah. Kita ambil contoh diantara 44 indikator itu, misalnya pola perkaderan dan manajemen organisasi yang ketinggalan zaman, kurang visioner, memudarnya tradisi intelektual, kemudian tidak punya gagasan atau karya untuk masyarakat, dan yang paling miris adalah daya kritis menurun.

Dari sebagian indikator kemunduran diatas, apakah kita sudah menyelesaikan itu?  Mungkin dalam benak pikiran tentu sudah terlintas, tapi aksinya bagaimana? Itu menjadi tantangan kita sebagai kader HMI di era disrupsi ini. Lihat saja akun Instagram PB HMI yang nyatanya masih belum merdeka dan berani untuk menjaga serta mengontrol stabilitas negara. Misalnya saja, dari semua isi postingan PB. HMI kebanyakan adalah ucapan selamat, berkabung, perayaan milad dan agenda formalitas semata. Miris dengan tidak adanya pengawalan khusus dalam menyikapi isu nasional.

Seyogyanya, saudara Raihan Ariatama dan pengurus PB. HMI bisa memanfaatkan dengan banyaknya bidang yang ada ditubuh pengurus besar. Sederhana saja, harusnya Bidang Pembangunan Demokrasi, Politik dan Pemerintahan bisa mengkritisi dan menyanggah wacana perpanjangan presiden 3 periode, merespon isu pengembalian sistem pemilu proporsional tertutup yang pasti membahayakan sistem demokrasi Indonesia, mengkaji tentang perpindahan IKN, dan banyak isu yang seharusnya bisa dikaji dan dikritisi dari setiap bidang yang ada. 

Harusnya Ketum PB. HMI dan jajaran bisa memanfaatkan itu, bukan malah datang keistana untuk menjilat presiden agar mendapat proyek, kalau begitu caranya, aduh ampun kita, sangat tak elegan kanda. Jika seperti itu, lebih hebat dan elegan kader yang baru LK I daripada kalian yang sudah LK 3 dan duduk di kantor PB HMI.

Kembali saya menggaris bawahi kalimat dari ketum PB HMI dalam tulisannya walaupun itu disampaikan semasa beliau menjabat sebagai pimpinan tertinggi di organisasi HMI, tapi pertanyaannya bagian mana yang sudah keluar dari tempurung? Dari pengelolaan organisasinya? Tapi yang mana yang sudah diperbaiki? Dari sistem perkaderannya? 

Nampaknya, fakta menunjukkan bahwa sistem perkaderan HMI masih stagnan ditambah lagi dengan tak hentinya dualisme yang mewarnai sejarah HMI, jika seperti itu, harusnya fase ke 11 di Modul HMI dihapus saja, karena kita tak melihat kebangkitannya dari sisi mana, dari sisi HMI yang sudah adaptif? beberapa sektor iya, disisi lain mayoritas masih kuno dan kolot. Bertambahnya kader yang berintelektual sebagai perwujudan insan akademis? Sebagian mungkin ada, akan tetapi tidak sedikit kader HMI yang tak mencerminkan karakter akademisnya, apalagi pencipta, pengabdi juga karakter bernafaskan Islam, lalu yang keluar dari "Tempurung" itu mana kanda? Izin adinda butuh arahan, Hehe.

Berbicara gagasan? Dulu iya kader HMI banyak memberikan sumbangsih bagi bangsa, akan tetapi, hari ini apakah masih ada karakter kader HMI yang seperti itu? Ada, tapi presentasenya kecil. Bagaimana kita mau menjadikan HMI sebagai Harapan Masyarakat Indonesia bak kata Jendral Soedirman? Sedangkan masih banyak kader HMI yang sibuk "mengolah" kakanda-yunda nya demi kepentingan perut sendiri serta masuk ke lingkaran partai politik, begitu faktanya kan? Padahal di Modul HMI sudah termaktub dengan jelas pada Anggaran Dasar BAB III TUJUAN, USAHA DAN SIFAT pasal 6 sifat yang berbunyi "HMI bersifat independen".

Hanya dua pilihan, mengubah atau mengikhlaskan

 Di usia tidak muda lagi, ibaratkan manusia yang semakin berumur pasti semakin banyak masalah dalam hidupnya. Begitu pula dengan HMI, pasti semakin banyak dinamika yang dihadapi dan dilewati, tapi selama juga HMI ikut andil melalui pengabdian dan perjuangannya yang tergores oleh tinta pada lembar sejarah bangsa ini. Sebabnya, HMI harus segera bergegas untuk bangkit menyelesaikan problematika yang ada, bukan malah semakin ciut dan mundur. Apa karena tidak punya kemampuan "listening" di media digital, sehinga HMI cenderung mendengar bisikan dan rayuan pemerintah serta kaum elit daripada mendengar jeritan dari masyarakat?

Sejatinya HMI memiliki modal yang cukup, terutama soal SDM nya yang banyak, bertaburnya kader HMI yang aktif di sosial politik dan disektor lainya. Tapi lagi-lagi, kader HMI belum mampu memaksimalkan peluang itu dalam upaya membela masyarakat dan memberantas kaum oligarki dari keserakahan juga ketidakadilan serta aktif dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang menjadi cita-cita bangsa. Merubah sistem perkaderan sepertinya menjadi titik awal perubahan yang baik bagi internal HMI. Padahal bahasan ini selalu menjadi topik dari tahun ketahun dan bahkan HMI punya lembaga khusus yang menaunginya yaitu, Badan Pengelola Latihan (BPL) di berbagai tingkatan. Harusnya BPL dan PB.HMI mau mendengar keluhan pola perkaderan di setiap komisariat, karena menurut saya, komisariat satu-satunya wadah proses perkaderan yang masih suci.

Kemudian juga hilangkan kultur "instruksi kanda". Proses perpolitikan di HMI kerapkali tak sekedar kontestasi antara kader, melainkan ada andil dari para senior dan aluminya. Tentu hal tersebut menjadi kompleksitas problematika di HMI yang berdampak pada resonansi politik internal yang kronis dan organisasi tidak bisa produktif dalam beraktivitas. Bukan sebuah masalah jika ada arahan dari senior karena itu adalah sebuah pelajaran dan masukan yang mungkin bisa kita terapkan diinternal organisasi. Bisa jadi benalu apabila kadernya tidak bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk untuk dilakukan, jadi kesannya hanya "izin kanda sesuai arahan".

Hilangkan budaya money politic dalam proses pemilihan Ketua Umum, agar setiap calon bisa mengutamakan tarung gagasan bukan bekingan. Gagasan pembaharu dan gagasan yang memihak kepada kebenaran dan keadilan agar selaras dengan dua semangat yang telah diwariskan pendahulu kepada kader HMI, semangat KeIndonesiaan dan KeIslaman. Agar HMI bisa ikut serta dalam mewujudkan masyarakat adil makmur dan pasti di ridhoi Allah SWT.    Dan paling penting, jauhkan HMI dari dualisme, yang mana itu akan mempengaruhi semua hal baik pola perkaderan, bahkan kualitas kader itu sendiri. 

Menanggapi tulisan ketum Raihan saya sepakat apabila proses pembentukan karakter itu harus dilakukan secara berkala, tapi harus ada komitmen serta konsisten juga. Artinya semua training yang ada di HMI harus memfokuskan membangun pembaharuan kesadaran, agar mental kadernya bisa dibentuk dan diikuti dengan karakter kader yang kolaboratif. Dengan pola itu, HMI pantas disebut sebagai organisasi yang adaptif juga transformatif dan senantiasa menjadi Harapan Masyarakat Indonesia di tengah gelutan permasalahan bangsa. 

Sehingga kita bisa bangga karena dilahirkan dari rahim dan ditempah oleh HMI. Seperti kata Bung Karno, HMI tidak akan saya bubarkan, sebab HMI merupakan organisasi pergerakan mahasiswa yang progresif revolusioner. Tulisan ini saya haturkan untuk mengkritisi dan menanggapi tulisan kanda Raihan agar para kader HMI hari ini sadar akan kemunduran HMI dan bukan bermaksud untuk mencaci atau menyalahkan satu pihak. Hanya berharap di usia 76 tahun ini, HMI bisa menjadi organisasi percontohan bagi organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan lainnya di Indonesia. Jika itu tidak kunjung diselesaikan, lebih pantas HMI cukup stop di usia 76, izin kanda yunda semua.

Demikian tulisan sederhana ini saya haturkan, saya hanya kader biasa yang lahir dan dibentuk dari Rahim HMI Cabang Ciputat. Semoga tulisan ini bisa membuat kita bermuhasabah diri bahwa kita sebagai kader HMI tak boleh mengutamakan kepentingan pribadi, tetapi kita harus bahu membahu untuk merawat HMI dan membuat trend positif bagi HMI itu sendiri. Kalau masih bingung kanda, izin untuk mengundang kanda Raihan dan kawan-kawan PB. HMI untuk menyeruput secangkir kopi dilapak kecil yang ada di pojok Ciputat. Sekali lagi, selamat Milad Himpunan ku, semoga selalu dalam semangat perjuangannya, YaAllah berkahi, Bahagia HMI, Jayalah KOHATI! 

Wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, Billahi fii sabililhaq fastabiqul khairat,
Wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warrahmatullah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun