Debat Capres putaran kedua baru saja kita saksikan. Tema yang diangkat dalam putaran debat kali ini berkisar pada masalah energi, pangan, infrastruktur, Sumber Daya Alam (SDA), dan lingkungan hidup.Â
Sama seperti debat sebelumnya, debat capres putaran kedua ini masih menggunakan metode dan tata cara yang sama, dimana debat diawali dengan pemaparan visi misi dari kedua calon, kemudian diikuti dengan pendalaman visi misi dengan cara menjawab pertanyaan panelis yang dipilih secara acak, selanjutnya pendalaman visi-misi capres yang berkaitan dengan tema SDA dan lingkungan hidup, dan yang terakhir, yang berbeda dengan debat sebelumnya adalah segment eksploratif, dimana dalam segment ini ditayangkan video singkat yang berhubungan dengan tema debat, lalu para capres harus menjawab pertanyaan yang sehubungan dengan video tersebut.
Secara umum, pelaksanaan debat putaran kedua kemarin sebenarnya dapat menguntungkan pihak nomor urut 01 sebagai petahana. Kedudukan petahana sebagai eksekutor membuat petahana lebih memahami realita dan seluk beluk permasalahan di lapangan. Namun sayang, pada pemaparan debat kemarin nampaknya petahana hanya memahami persoalan dasar dan umum saja. Jokowi selaku petahana banyak memaparkan pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta. Berikut beberapa pemaparan Jokowi yang tidak sesuai dengan fakta:
1. Permasalahan Pembebasan Lahan
Pada pemaparan debat kemarin, Jokowi menyatakan bahwa hampir sudah tidak ada lagi konflik pembebasan lahan dalam pembangunan infrastruktur 4 tahun ini. Faktanya? Sampai saat ini masih terdapat kasus pembebasan lahan yang belum selesai.
Konflik pembebasan lahan pertama adalah konflik pembebasan lahan masyarakat Batang di Jawa Tengah. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang merupakan proyek pemerintah ini mendapat pertentangan dari warga sekitar. Sebanyak 71 orang menolak dipindahkan akibat ganti rugi yang diberikan dianggap tidak senilai. Konflik yang sudah berlangsung sejak tahun 2015 ini masih belum terselesaikan hingga sekarang dan berujung dengan pelayangan gugatan.
Konflik kedua yang berhubungan dengan pembebasan lahan kembali terjadi di Jawa Tengah. Pembangunan bandara baru Yogyakarta di Kulon Progo ini menimbulkan pertentangan dari masyarakat. Sebagian besar masyarakat menolak penggusuran lahan dan tidak mau menerima ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah.
Konflik ketiga yang tak kalah penting adalah kasus pembangunan pelabuhan di Patimban, Jawa Barat. Pembangunan pelabuhan yang mencapai nilai investasi Rp 43,3 Tiriliun ini  membebaskan 485 lahan dan 422 diantaranya adalah lahan milik masyarakat  Permasalahan pembebasan lahan ini sempat beberapa kali dibahas di Komisi 5 DPR. Namun, sampai saat ini permasalahan pembebasan lahan tersebut masih belum mendapat penyelesaian yang menguntungkan.
Selain mengklaim bahwa konflik pembebasan lahan telah usai, permasalahan kebakaran hutan dan lahan juga diklaim telah tuntas dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Faktanya? Jumlah kebakaran hutan dan lahan memang menurun sejak tahun 2015. Akan tetapi, permasalahan ini belum bisa diatasi secara tuntas.Â
Pada tahun 2015, terdapat sejumlah 261.060,44 Ha lahan terbakar, menurun di tahun 2016 menjadi 14.604,84 Ha, kemudian di tahun 2017 sejumlah 11.127,49 Ha, dan terakhir di tahun 2018 terdapat 4.666,39 Ha lahan yang terbakar.
3. Sanksi Perusahaan
Joko Widodo dalam pelaksanaan debat kemarin juga memaparkan bahwa terdapat 11 perusahaan yang sudah dijadikan tersangka dan dikenai sanksi sebesar Rp 18,3 triliun dalam kasus kebakaran hutan. Faktanya? Berdasarkan data dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), sejak 2015 hingga saat ini, setidaknya sudah terdapat 171 sanksi administrasi dan 11 gugatan perdata, serta 510 kasus pidana terkait kebakaran hutan. Namun, sampai saat ini belum ada satu pun putusan tersebut yang diekskusi oleh pengadilan.Â