Dia adalah si kecilku, si mungilku. Kau tahu mengapa, ketika ayahnya dan juga suamiku itu sedang menghias rumah dengan cat air di bagian dinding teras. Itulah hobinya kalau di rumah, karena ayahnya adalah seorang seniman. Tiba-tiba si kecilku itu merangkak menuju ke ayahnya. Yang awalnya dia ada di ruang tamu sedang bermain boneka dengan ku.
Dengan rasa penasarannya, si kecilku itu sangat mengamati ayahnya yang sibuk di atas tangga dan melukis dengan warna biru dan coklat. Di sekitar tangga bagian bawah ada sisa-sisa cat air yang berserakan. Si kecilku langsung bertindak dengan tangannya mengabil kertas kosong yang kebetulan berada di depannya dan mencolekkan cat air dengan telunjuk pertama dia memilih warna biru untuk di coret-coretkan ke kertas dan selanjutnya warna coklat dengan semua 10 jemarinya, seterunya seperti itu. Aku hanya melihatnya dari jauh, karena aku ingin melihat bagimana cara dia mengaplikasikan imajinasinya.
Sudah 7 menit dia asyik bermain cat air, aku langsung menuju ke teras untuk melihat bagaimana hasil karya yang dia buat. Ayah lihat si kecil dia sedang apa. Suamiku langsung beralih pandangannya ke bawah melihat anaknya yang sedang berkreasi. Suamiku turun kebawah tersenyum melihat si kecil dapat bertindak sekreatif itu. Memang gambarnya tak bagus seperti Sudjewotejo. Tapi menurut ayah dan aku sebagai bundanya itu bagus. Merasa bangga aku dengan si kecil yang masih umur 2 tahun dapat menurunkan bakatnya dari sang Ayahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H