Saya sebagai salah satu warga Medan merasa sangat prihatin dengan kejadian krisis listrik di Sumatera Utara. Meskipun sekarang saya tinggal di Jakarta dan baru hanya 8 bulan saya hidup di Jakarta. Bertahun-tahun saya dan jutaan orang di Medan khususnya Sumatera Utara pada umumnya mengalami gelap-gelapan karena mati lampu. Mati lampu di Medan tidak tanggung-tanggung ibaratkan minum obat 3x sehari dan sekali mati lampu sampai 4 jam lamanya. Totalnya 12 jam full kita tidak dapat merasakan manfaat adanya listrik. Ibarat sudah kembali ke zaman batu. Keluhan dari masyarakat sepertinya tidak dihiraukan oleh mereka pihak-pihak yang berwenang, selalu alasannya karena krisis listrik. Dan kita harus menghemat listrik. Naiknya tarif dasar listrik seharusnya pelayanan kepada pelanggan juga lebih ditingkatkan. Memang, listrik padam dan mati lampu juga di alami oleh mereka para pegawai PLN di rumah mereka masing-masing, sama seperti kita masyaakat pada umumnya. Namun bagi mereka yang punya uang lebih saat ini masalah mati lampu mungkin sudah menjadi hal biasa karena mereka bisa membeli genset sebagai pengganti listrik untuk dapat menghidupi lampu, AC bahkan televisi di rumah mereka, namun bagi kita yang hidup pas-pasan untuk membeli genset harus mikir berkali-kali, yang harga genset tersebut tidak murah. Yang paling membuat kesel menurut saya adalah saat pemadaman pada malam hari. Sudah gelap gulita keadaan cuaca di Medan juga terbilang cukup panas, sehingga bagi saya dan mungkin banyak orang akan terganggu tidurnya tanpa kipas angin/ AC. Apalagi bagi mereka yang memiliki anak bayi atau anak balita yang harus bangun tangah malam untuk membuat susu, mau tidak mau harus bangun di tengah kegelapan malam. Persis seperti zaman belum ada listrik. Anak-anak juga belajar hanya dengan sebuah lilin. Â Dan yang lebih mengesalkan adalah listrik yang sebentar-bentar hidup sebentar-sebentar mati. Hal ini mengakibatkan rusaknya semua barang-sabarang elektronik. Dampak negatif dari seringnya pemadaman listrik di Sumatera utara ini sangat banyak sekali diantaranya:
- Banyak barang-barang elektronik yang rusak dikarenakan listrik yang hidup mati.
- Banyak perusahaan yang mengurangi karyawan dan semakin banyak perusahaan yang mengurangi kesejahteraan karyawan karena perusahaan harus menambah budget untuk pembelian mesin genset dan solar. Selain itu juga perusahaan harus membayar iuran listrik yang tidak sedikit.
- Meski sering mati lampu, tagihan listrik sama sekali tidak berkurang. Seharusnya dengan mati listrik beban tagihan listrik berkurang karena berkurangnya pemakaian barang-barang elektronik. Namun apa yang terjadi, tagihan listrik semakin membengkak, dikarenakan listrik yang hidup mati. Saat listrik mati semua aliran arus di barang-barang elektronik terputus. Begitu hidp kembali semua barang-barang elektronik tersebut secara bersamaan hidup kembali dan pada saat hidup kembali arus yang diperlukan mencapai arus tertinggi. Mungkin untuk TV dan barang elektronik lainnya bisa dinon aktifkan pada waktu mati lampu, namun bagaimana dengan kulkas, dispenser bahkan AC yang notabennya on secara otomatis.
- Karena mati lampu terlalu sering menyebabkan pada maling pun semakin merajalela. Buktinya di tetangga saya pada saat mati lampu disaat kita lengah para maling-maling tersebut beraksi dan menggasak laptop dan uang tunai, syukurnya aksi tersebut berhasil di batalkan setelah pemilik rumah memergoki sang pelaku.
Secara umum sangat banyak dampak negatif dari mati lampu yang terlalu sering ini. Hampir tiap hari kita jumpai keluh kesah masyarakat mengenai krisis listrik di Sumut baik melalui BBM, Facebook dan media sosial yang lain. Menurut beberapa sumber yang saya dapati secara umum penyebab krisis listrik di Sumut adalah sebagai berikut:
- Menurut Nasri Sebayang Direktur Konstruksi dan Energi Baru Terbarukan PT PLN (Persero) mengatakan"Kalau krisis pasokan listrik di Sumatera dan sekitarnya itu terjadi karena banyak pembangkit kita masuk masa pemeliharaan dan beberapa proyek PLTU (pembangkit listrik tenaga uap (batubara) dari FTP I tidak dapat diselesaikan kontraktor sesuai komitmen," Dikatakan Nasri PLTU yang harusnya selesai namun mengalami penundaan seperti PLTU Nagan Raya dan PLTU Teluk Sirih. Yang PLTU Nagan Raya sekarang lagi testing, dalam pengujian, sekarang sudah masuk 65 MW dari Nagan Raya Aceh, tapi belum komersial, tapi masih uji keandalan, sampai sekitar 20-30 hari ke depan, sekitar sebulanan itu kalau nggak ada masalah, tapi kalau ada masalah bisa sebulan lebih," ujar Nasri. "Teluk Sirih juga delay, kalau PLTU Nagan Raya delay karena keterlambatan transmisi dari Nagan Raya ke Sigli, itu terlambat karena banyak sekali daerah yang dilalui dan masyarakat tidak mau dibebasi tanahnya, sampai saya khusus datang ke Gubernur Aceh untuk minta tolong agar dibebaskan tanahnya," ungkapnya. Sedangkan penyebab PLTU Teluk Sirih yang telat bahkan hingga lebih dari 2 tahun karena masalah transmisi juga. (detik com)
- Asosiasi Pengusaha Pengguna Minyak dan Gas (Apimigas) Sumatera Utara (Sumut) menilai strategi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan memindahkan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) dari Belawan, Sumatera Utara ke Lampung bermasalah. Ketua Asosiasi Pengusaha Pengguna Minyak dan Gas (Apimigas) Sumut, Johan Brien mengatakan kondisi industri di Sumut tengah sekarat akibat minimnya pasokan energi. "Pemindahan FSRU untuk Medan tidak fair. Selain membuat industri galau juga memunculkan banyak trader di Sumut,"Menurut dia, pasokan gas dari Sumur Benggala tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di Sumut. Sumur Benggala hanya dapat menyediakan 2 mmscfd (mili million standard cubic feet per day). Sementara industri di Sumut membutuhkan pasokan gas sebesar 22 mmscfd. Sedangkan PLN Belawan memerlukan pasokan gas sebesar 60 mmscfd. Adapun harga gas dari Sumur Benggala sebesar USD8 per mmbtu (million metric british thermal units). Menurut Johan, selain telah mengakibatkan krisis gas, alasan lain Dahlan bahwa relokasi FSRU ke Lampung membuat harga gasnya lebih murah juga patut dipertanyakan. Ketika itu, Dahlan mengatakan gas untuk Sumut akan diambil dari LNG terminal di Arun. (okezone.com)
- Terbentur izin oleh Gubenur SUMUT waktu itu Syamsul Arifin untuk membangun pembangkit listrik asahan 3. Menurut Dahlan Iskak waktu itu menjabat direktur PLN tiga tahun yang lalu, ketika masih jadi bos PLN, ada rencana membangun pembangkit listrik Asahan 3. PLN telah menyiapkan segalanya, mulai dari dana USD250 juta hingga desain pembangkit. Namun, pembangunan pembangkit berkapasitas 180 MW ini terganjal izin Gubernur Sumatera Utara saat itu, yaitu Syamsul Arifin. Setelah diajukan kembali ternyata proyek asahan 3 sudah diserahkan kepada pihak lain. Proyek asahan 3 seharusnya dapat membantu kekurangan pasokan listrik di Sumut sebesar 180 MW.
Apapun yang menjadi alasan PLN seharusnya dicari solusi agar krisis listrik tidak berlarut-larut di Sumatera Utara. Karena bagaimana pun kita masyarakat yang sangat dirugikan dari kejadian ini. Kita adalah pelanggan yang harus diberi kepuasan. Kita juga membayar bukan memakai listrik gratisan. KPK juga tolong lebih teliti dalam mengaudit PLN khususnya wilayah sumbagut siapa tau masih ada orang-orang yang sengaja mau mengambil kesempatan atas kejadian ini.
Berikut adalah komen-komen dari teman-teman di facebook mengenai mati lampu.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H