Mohon tunggu...
Farid Wadjdi
Farid Wadjdi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bekerja di perusahaan kontraktor nasional, memiliki minat khusus di bidang arsitektur dan konstruksi, tapi juga ingin beceloteh dan curhat tentang apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Saya Tidak Jualan Copras-capres di Kompasiana

26 Mei 2014   06:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:06 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Alhamdulillah, hingga saat ini saya dapat memenuhi janji saya untuk tidak tercebur dalam perang tulisan di Kompasiana terkait pilpres 2014, dengan menyanjung salah satu pasangan capres-cawapres dan sebaliknya menjelek-jelekkan pasangan yang lainnya. Dan alhamdulillah, hingga kini di tengah hingar-bingarnya saling serang tulisan di kanal politik, saya baru menulis tiga tulisan terkait pilpres 2014, dan tulisan  itu pun netral-netral saja. Yang pertama adalah tentang konsern saya agar jangan terjadi adu domba antara  NU dan Muhammadiyah, kedua tentang sikap netral Iwan Fals dan ketiga yang belum lama saya publish yaitu apresiasi saya untuk Anies Baswedan dan relawan Turun tangan.

Meskipun saya tahu bahwa di kanal politik sudah berseliweran ribuan tulisan panas terkait pilpres, saya tetap konsisten untuk tidak masuk ke dalamnya. Ada beberapa tulisan politik yang netral dan berkualitas, ada juga yang memihak namun tetap valid dan berkualitas, namun jauh lebih banyak tulisan yang tidak valid, cenderung memfitnah dan bombastis. Menyanjung junjungannya dan menjelek-jelekkan saingannya, itulah yang yang lebih mewarnai kanal politik saat ini. Kondisi ini seperti kanal bola tahun lalu ketika terjadi konflik di kalangan para pengurus PSSI. Mereka berbicara junjungannya seperti seorang nabi, dan saingannya seolah seperti durjana.

Ini adalah situasi yang sangat menyebalkan. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya berpikir, biarlah itu terjadi, toh nanti ada waktunya untuk berhenti. Dan kita pun masih diberi kebebasan untuk memilih artikel yang kita baca. Jika adrenalin kita cukup kuat untuk mengamati panasnya tulisan di kanal politik, silakan. Tapi kalau kita tidak tahan emosi, sebaiknya jangan. Alihkan saja perhatian anda ke tulisan-tulisan lain yang lebih adem.

Buat yang terlibat perang tulisan di kanal politik, silakan saja nikmati kepuasan anda. Bagi saya, tulisan-tulisan panas itu tidak akan mampu mengubah sikap politik para pembaca. Semua sudah punya pilihan politik masing-masing. Bahkan jika tidak berhati-hati, bombardir tulisan itu justru akan jadi blunder. Bukannya mempengaruhi sikap politik para pembaca, yang ada justru akan mengundang antipati dari para pembaca.

Masih beruntung di Kompasiana kita dapat memutuskan sendiri tulisan mana yang akan kita baca dan tulisan mana yang tidak perlu kita baca. Tidak ada kompasianer yang dapat memaksa kita untuk membaca tulisannya, kecuali sekedar memohon via inbox. Tapi di Facebook kondisinya berbeda. Ada fasilitas tag yang membuat sebuah postingan muncul di timeline Faceboo kita. Itulah yang kemudian menjadi problem dan mengganggu privasi facebooker lain.

Kemarin saya membaca keluhan teman di Facebook yang merasa terganggu oleh seringnya postingan tentang copras-capres yang di-tag ke dia. Dia mengeluhkan bahwa orang itu seperti tidak peka dan tidak peduli tehadap perasaan orang lain. Orang tersebut seperti tidak memahami bahwa setiap orang memiliki sikap politik masing-masing. Ketika seorang facebooker mengingatkan orang tersebut untuk tidak lagi men-tag postingan copras-capresnya, eh dia malah bilang, "Baca dulu dong!". Hmmm orang ini tidak sadar juga bahwa masalahnya tidak sekedar baca atau tidak, tapi kadang sudah menyangkut hak privasi orang lain. Jika sudah begini, mau tidak mau kita harus menghormati hak privasi orang lain, apa pun alasannya.

Setelah saya amati, memang betul apa yang dikeluhkan teman facebook saya tersebut. Dan saya melihat ada juga kompasianer yang melakukan hal seperti itu. Saya perhatikan, kompasianer tersebut memang sangat rajin menulis tentang copras-capres di Kompasiana. Tiada hari tanpa menulis copras-capres. Bahkan kadang dalam sehari bisa menghasilkan dua atau tiga tulisan. Saking semangatnya, kompasianer tersebut selalu men-share tulisannya di Facebook. Tidak puas hanya di timelinenya, dia juga men-share di beberapa grup Facebook. Saya sering membaca postingannya, karena beberapa grup yang di-share tersebut  juga saya ikuti. Masih kurang puas juga, dia juga men-tag  postingan yang berisi link tulisannya ke belasan teman-teman Facebooknya.

Inilah yang kemudian juga dikeluhkan oleh teman Facebook saya yang lain, yang kebetulan juga seorang kompasianer. Keluhan di Facebook itu pun mengundang banyak komentar. Rata-rata mereka setuju bahwa kondisi seperti ini sudah tidak sehat. Men-tag postingan dirasakan sebagai pemaksaan untuk membacanya, padahal belum tentu yang di-tag sependapat dengan tulisannya. Pada akhirnya mereka protes bahwa hak privasinya dilanggar dengan adanya tag tersebut. Dan saya melihat, gara-gara hal ini, pertemanan jadi terganggu, baik di Kompasiana maupun di Facebook.

Melihat hal ini saya hanya berharap, silakan membuat tulisan apa pun terkait copras-capres, itu hak anda. Tapi hormati hak privasi orang lain dan jangan paksa orang lain untuk membaca, dengan men-tag postingan di Facebook. Jangan khawatir, jika tulisan anda bagus dan valid, pasti dengan sendirinya akan mengundang orang lain untuk membacanya.

Nah, silakan lanjutkan anda jualan copras-capres. tapi saya sudah berjanji untuk tidak jualan copras-capres di Kompasiana .........

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun