Meskipun Pilgub DKI masih lama, namun aroma persaingan antar "Calon Gubernur" sudah mulai terasa panas. Tapi anehnya kedua "Cagub" yang bersaing itu sama-sama belum mendeklarasikan diri secara resmi maju menuju DKI-1. Ya, kedua "cagub" yang bersaing tersebut adalah antara Ahok dan Ridwan Kamil (RK). Ahok sendiri, melalui relawannya TemanAhok telah melakukan pengumpulan KTP untuk mendukung Ahok maju sebagai "calon independen". Sedangkan RK sendiri belum secara jelas menyatakan diri akan maju ke DKI-1.
Kedua ''Cagub'' itu sendiri belum pernah terlibat "berbalas pantun" melakukan perang opini, sebagaimana layaknya dua kandidat yang saling bersaing dalam pemilihan kepala daerah. Bahkan keduanya terlihat saling menjaga untuk saling berkomentar, bahkan yang terjadi justru keduanya saling memuji satu sama lain. Hal ini tentu merupakan hal yang patut dipuji dari keduanya. Tapi ternyata nuansa ini tidak berlaku di kalangan para pendukungnya. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa dalam berbagai postingan di media sosial, seringkali muncul postingan yang membanding-bandingkan antara keduanya.Â
Kenapa ini bisa terjadi? Menurut saya, ini tak terlepas dari pemberitaan di media. Ya, keduanya memang merupakan sosok kepala daerah yang media darling. Berbagai media berebut untuk memberitakan sepak terjang keduanya. Namun, keduanya memiliki karakter kepemimpinan yang berbeda. Lebih dari itu, keduanya juga memiliki pola komunikasi yang berbeda. Maka bermunculanlah analisa yang memperbandingkan antara keduanya. Faktor lainnya adalah, pola komunikasi Ahok yang sering menimbulkan polemik dan kontroversi, membuat banyak pihak berupaya mencari pembanding yang lebih sesuai dengan preferensinya.
Dan puncaknya terjadi ketika muncul postingan dari pendukung Ahok yang "mengklaim" kejernihan sungai di Epicentrum Jakarta sebagai hasil karya Ahok. Padahal sebenarnya sungai tersebut merupakan buah karya RK sebagai arsitek. Setelah akun Facebook RK memberikan klarifikasi yang sebenarnya tentang karya tersebut, maka meledaklah postingan saling serang di antara para pendukung keduanya. Sejak itu, perang opini antar para pendukung keduanya menjadi menu sehari-hari di media sosial.Â
Hingga suatu saat muncul sebuah meme yang menarik untuk disimak ...... (lihat gambar meme di atas)
[caption caption="Meme "Mengapa mereka harus diadu di Pilkada DKI?" (sumber: Humor politik)"][/caption]Apakah meme ini murni merupakan cerminan pemikiran yang independen? Menurut saya tidak. Ini tidak terlepas dari perang opini antar pendukung Ahok dan RK. Dilihat dari timing-nya, sulit untuk mengatakan bahwa tidak ada kaitannya. Tapi saya salut dengan pembuat meme tersebut. Ini adalah trik yang cerdik dari pendukung Ahok, setelah seringkali pendukung RK berhasil mematahkan opini pendukung Ahok, karena mampu memberikan bukti-bukti prestasi RK secara faktual, maupun berdasarkan pengakuan lembaga-lembaga yang kredibel.
Apakah ini akan berhasil menghentikan laju RK menuju DKI-1? Menurut saya tidak. Tapi setidaknya ini berhasil membuat sejenak terhenyak dan ragu di kalangan pendukung RK untuk terus mengampanyekan jalan RK ke DKI-1.
Mengapa saya menduga bahwa ini ada kaitannya dengan persaingan antar pendukung Ahok dan RK? Â
- Karena dilihat dari yang men-share meme tersebut, kemudian diketahui bahwa preferensi politiknya memiliki kecenderungan sebagai pendukung Ahok.
- Meskipun dalam meme tersebut disinggung juga sosok Risma, namun dalam banyak postingan lain, banyak didominasi postingan dengan substansi yang sama, namun terfokus pada sosok RK. Kalimat yang sering muncul adalah "supaya RK fokus di Bandung saja", "lebih baik bertarung di Jabar saja", "Jakarta lebih baik dipimpin sosok seperti Ahok", "karakter RK tidak cocok memimpin DKI yang keras", dan sebagainya.
- Anehnya, mereka tidak memberikan reaksi yang sama ketika ada berita tentang pertemuan Ahok dengan Yoyok (Bupati Batang), yang kabarnya membahas Pilgub DKI 2017. Bukankah Yoyok juga merupakan pemimpin yang berhasil di daerahnya, yang tentunya dibutuhkan oleh warga di daerahnya?
Lalu apakah upaya itu akan memberikan pengaruh yang signifikan? Menurut saya tidak. Mengapa?Â
- Karena di media sendiri beberapa kali muncul berita tentang survei dari berbagai lembaga survei yang selalu memunculkan nama RK sebagai pesaing utama Ahok.
- Pendapat para pengamat politik juga selalu menyebut RK sebagai pesaing utama Ahok.
- Beberapa tokoh disebut sebagai kandidat pesaing Ahok, tapi selalu yang banyak dibahas adalah sosok RK.
- Beberapa partai pun secara serius menyatakan ketertarikannya untuk mengusung RK sebagai cagub DKI
Beberapa faktor tersebut mengukuhkan pertanda bahwa para pendukung Ahok harus siap bahwa RK akan benar-benar maju sebagai calon gubernur DKI. Ahok sendiri saya lihat mulai serius menghadapi hal ini. Ahok mulai mengubah pola komunikasi, yang selama ini dinilai kontraproduktif dalam membangun elektabilitasnya. Kini Ahok mulai mengurangi pola komunikasi yang frontal dan menimbulkan konflik. Beberapa kebijakan populis mulai dikedepankan. Dan beberapa kebijakan non populis seperti penggusuran, sudah tidak terdengar lagi. Status dan cuitan buzzer dinilai tidak mampu lagi mengangkat citra, jika Ahok tidak mengubah style-nya yang keras dan konfrontatif.
Bagaimana dengan RK? RK sendiri saya rasa tidak perlu mengubah apa pun, karena keunggulan RK telah melekat pada citra berbasis prestasi, dan didukung dengan pola komunikasi yang hangat dan responsif selama ini. Saya sendiri melihat pola komunikasi RK sebagai keunggulan yang sangat dominan. RK sebagai pemimpin muda, benar-benar memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi dengan warganya, dan bukan sekedar untuk jaga image (jaim). Postingan-postingan RK di fanpage Facebook-nya benar-benar hidup. Setiap postingan selalu mengundang ratusan, bahkan ribuan komentar follower. Dan RK pun sangat responsif memberikan komentar balik. Ini sangat jarang terjadi pada fanpage tokoh-tokoh yang lain.