Mohon tunggu...
Farid Mardin
Farid Mardin Mohon Tunggu... -

.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Tomare: Rambu Lalu Lintas Berhenti di Jepang

10 Desember 2013   09:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:06 2176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika baru tiba di Jepang, saya agak heran bila melihat setiap pengendara mobil dan motor, juga sepeda selalu berhenti sejenak di depan pintu perlintasan kereta api, tengok kanan kiri sebelum melanjutkan perjalanan melintas rel kereta. Yang pertama terlintas di benak saya mengapa orang Jepang tidak percaya dengan sistem pintu perlintasan kereta otomatis yang selalu bekerja baik, tidak pernah mengirimkan false signal, misalkan palang pintu, lampu dan alarm tidak berfungsi ketika ada kereta yang akan lewat, atau sebaliknya palang pintu, lampu dan alarm berungis pada saat tidak ada kereta yang akan lewat. Sangat kontras dengan yang biasa saya lihat di Indonesia, sering sekali saya menyaksikan di pintu perlintasan kereta api yang sudah berbunyi dan palang pintu sedang bergerak turun, banyak pengemudi kendaraan malah tetap menerobos. Kesannya orang Indonesia lebih menghargai waktu bahkan sampai-sampai harus menerobos pintu kereta api, tapi justru terkenal dengan budaya jam karet. Orang Jepang yan terkenal dengan disiplin dan budaya tepat waktu malah masih bisa bersabar menghentikan kendaraan sejenak bahkan ketika tidak di pintu perlintasan kereta jelas sekali tidak ada kereta yang akan lewat.Kecelakaan kereta yang terjadi hari Senin kemarin di Bintaro disebabkan karena mobil tanki BBM menerobos rel kereta api. Sebenarnya rambu-rambu lalu lintas di Jepang tidak berebda dengan di Indonesia, ahkan aturan lalu lintasnya juga relatif sama, misalkan bagaimana prioritas di persimpangan jalan, kendaraan mana yang didahulukan, atau ketika ada pertemuan antara jalan protokol dan jalan kecil, kendaraan dari mana yang harus menunggu dan mana yang harus didahulukan. Bahkan di dekat pintu perlintasan kereta api di Indonesia juga ada tanda peringatan untuk memperlambat kendaraan. Yang membedakan hanyalah sikap terhadap aturan dan rambu-rambu. Di Jepang rambu-rambu lalu lntas bukan hanya dianggap sebagai pajangan, tapi benar-benar dipatuhi. Misalkan rambu tomare tersebut, bukan hanya di pnti perlintasan kereta api, tapi di jalan-jalan desa dan jalan kompleks,terutama di setiap persimpangan, aturan tomare itu benar-benar dipatuhi, bahkan dalam keadaan sepi kendaraan. Di setiap persimpangan, kendaraan yang berada di jalur yang ada tulisan tomare pasti akan berhenti sejenak untuk menghindari bertabrakan dengan kendaraan dari arahyang besilangan.Selain

13866414111331337068
13866414111331337068
Selain ada rambu tomare yang bisa menghindarkan tabrakan kendaraan dari arah yang bersilangan, juga di persimpangan jalan dilengkap dengan cermin sehingga pengemudi bisa melihat apakah dari arah bersilangan ada kendaraan atau tidak. [caption id="attachment_307550" align="aligncenter" width="346" caption="Cermin di Persimpangan Jalan"]
13866418361032050827
13866418361032050827
[/caption] Banyaknya kecelakaan lalu lintas di Indonesia, dibandingkan di Jepang bukan karena aturan lalu lintas di Jepang lebih baik daripada di Indonesia, karena aturan relatif sama. Yang berbeda adalah apakah aturan yan ada benar-benar dipatuhi, bukan hanya dalam hal aturanlalu lintas, tapi secara umum untuk semua aturan.Masih sering kita lihat disamping rambu lalu lintas dilarang parkir, tapi masih ada kendaraan yang parkir, di samping rambu lalu lintas dilarang berhenti, tapi masih ada kendaran yang berhenti. Bahkan yang memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) yang notabene harusnya sudah lulus teori dan praktek, masih sering melakukan pelanggaran lalu lintas. Hal ini salah satunya disebabkan sangat mudahnya memperoleh SIM di Indonesia, bahkan tanpa tes. Oang yang belum bisa membawa mobil pun bisa dengan mudah mendapatkan SIM A. Bahkan ada yang masih berusia di bawah 17 tahun sudah mendapatkan SIM A dan dengan bebas mengemudikan mobil di jalan raya sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang memakan korban jiwa. Berbeda dengan ujian untuk mendapatkan SIM di Jepang, ujian benar-benar dilaksanakan bukan sekedar formalitas semata, tapi kelulusan pemohon SIM ditentukan oleh hasil ujian teori dan praktek. Bahkan ada yang harus mengikuti ujian SIM berkali-kali sebelum akhirnya bisa mendapatkan SIM. Ujian mentaati rambu lalu lintas juga termasuk dalam ujian praktek, bukan hanya ujian teori, Bagaimana pemohon SIM dilihat apakah benar-benar mematuhi rambu yang dia lihat. Contohnya ada yang tidak lulus ujian praktek SIM hanya karena ketika melihat rambu tomare, dia berhenti, tapi tidak menoleh ke kanan dan ke kiri secara sempurna dengan benar-benar memutar leher ke kanan dan kekiri, bukan hanya melirik ke kanan dan ke kiri. Kecelakaan kereta di Jepang yang relatif sangat jarang,bahkan boleh dikatakan tidak ada, bukan karena kecanggihan teknologinya saja dan banyaknya aturan-aturan lalu lintas saja, tapi lebih  dipengaruhi oleh budaya taat aturan. Dan budaya taat aturan ini bkan hanya dalam perkara lalu lintas,tapi untuk semua aturan dan hukum yang berlaku.
1386643161503936180
1386643161503936180

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun